27

11 2 21
                                    

"Kelas bisa jadi tempat tidur lo, tapi hidup nggak bakal ngasih lo kesempatan buat tidur terus."

- Arsenio Daniel Mahendra



"Woy, bro! Gila sih, suara lo bagus banget," seru Glen penuh semangat sambil merangkul pundak Arsen yang berjalan santai di area parkir sekolah.

"Semua ini gara-gara ide gila lo," balasnya singkat sebelum melangkah pergi, meninggalkan Glen yang masih berdiri tertegun di tempat.

"Yaelah, tungguin gue, Sen!" Glen setengah berlari, berusaha menyusul Arsen yang sudah sibuk mencari mobilnya.

"Maen tinggalin gue aja," keluh Glen sambil terengah-engah begitu berhasil menyusul. "Lagian lo udah lama banget nggak nyanyi. Kapan lagi gue bisa denger suara emas lo, hah?"

Arsen berhenti di depan mobilnya. Wajahnya tetap datar, nyaris tanpa emosi. "Gue nggak suka," gumamnya dingin sebelum membuka pintu mobil dan berniat menutupnya.

"Eits, gue nebeng, ya. Mobil lo kosong, kan?" Glen dengan cekatan menahan pintu mobil sebelum tertutup rapat.

Arsen menghela napas, sejenak menatap Glen dengan tatapan lelah. "Hmm... masuk," katanya akhirnya, membiarkan Glen duduk di kursi penumpang sebelum menyalakan mesin mobil.

"Thanks, bro. Btw, next time lo harus nyanyi lagi, oke?" goda Glen sambil memasang sabuk pengaman.

Arsen hanya diam, menatap lurus ke depan sambil menjalankan mobil, seolah tak mendengar apa yang baru saja dikatakan Glen.

"Dingin banget sih lo sama gue," keluh Glen, keningnya berkerut sambil melontarkan side eye bombastis ke arah Arsen, jelas-jelas menuntut perhatian.

"Gue lagi nyetir," balas Arsen singkat, tetap fokus pada jalan di depannya.

"Kenapa perasaan gue tiba-tiba nggak enak?" pikir Arsen, tanpa alasan jelas, firasat itu menghantui.

"Eh, bro, nanti malam kumpul, yuk, ke markas. Bareng yang lain juga," ajak Glen tiba-tiba, memecah keheningan yang sempat menggantung di antara mereka.

Arsen meliriknya sejenak. "Markas? Ada acara apa lagi?" tanyanya, suaranya datar seperti biasa, meski pikirannya masih terusik oleh firasat tadi.

"Ya biasalah, ngobrol-ngobrol, nge-refresh otak," jawab Glen sambil tersenyum lebar. "Lo butuh itu, serius. Udah, jangan nolak."

Arsen hanya mengangguk kecil. "Lihat nanti," gumamnya, meski pikirannya jauh dari obrolan Glen.

***

"DIEM, CEWEK SIALAN!!"

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi Keyla, membuat wajahnya tertoleh ke samping. Rasa panas langsung menyebar di kulitnya, tapi gadis itu hanya mendesah pelan, menahan sakit. Tubuhnya terikat erat di kursi kayu yang sudah tua, tali di pergelangan tangannya begitu kencang hingga terasa menyakitkan.

"Gue gak ada urusan sama lo!" serunya dengan suara penuh tekad, meski napasnya sedikit terengah. Sorot matanya tetap tajam, penuh keberanian, meskipun situasinya jauh dari kata aman.

"Lo punya urusan sama gue, bangsat!" Della menamparnya lagi untuk kedua kalinya.

"Aaa!!"

Jeritan kecil terdengar dari luar ruangan, membuat Della dan teman-temannya terdiam seketika. Suasana tegang yang sebelumnya sudah cukup mencekam kini berubah menjadi kekacauan kecil.

CARAPHERNELIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang