Bagian dua lima, kilas balik Hasna.

9 2 25
                                    

Peringatan: Beberapa ungkapan kasar, kekerasan sekilas, dan deskripsi yang kurang mengenakkan.

Apa yang kau bayangkan jika mendengar kata keluarga? Keluarga harmonis, kisah yang penuh akan cerita suka dibalik duka, atau keluarga yang sejak awal tak memiliki peran kendati membangun keluarga?

Keluarga yang utuh akan terus berada disisi buah hati mereka, melindungi pun menjaganya sebab mereka memiliki ikatan darah juga batin. Namun, keluarga sewaktu-waktu akan mengalami perubahan sikap. Keluarga tak selalu utuh, meski utuh pun hanya menciptakan luka yang teramat mendalam.

"Anak itu ceria sekali, ya."

"Keluarganya tak mampu, tetapi orang tua nya sangat menyayangi dia."

"Gadis itu juga memiliki etika yang baik, meski ia tak bersekolah."

"Ia ramah tamah, aku jadi kasihan sekali padanya."

"Ia pintar sekali memasak, aku pernah memintanya untuk membantu memasak di rumahku."

Segala perbincangan warga daerah tempat dimana Hasna tinggal dapat ia dengar, dapat ia cermati setiap perkataan mereka. Memang ucapan mereka tak salah, tetapi apa bisa disebut sopan jika membicarakan seseorang kendati ucapan tersebut berbalut pujian?

Alangkah baiknya tak perlu membicarakan kesulitan yang dialami orang lain. Namun, Hasna tak ambil pusing, ia cukup mengabaikan, mengukir lengkungan indah seperti biasanya, berpura-pura tak mendengar setiap lontaran kata.

Hasna terlahir dari keluarga yang kurang berkecukupan, dan tak mampu menyekolahkan gadis itu. Rumah mereka pun tak sebesar seperti yang warga sekitar miliki, tetapi mereka bersyukur tetap diberi tempat tinggal. Masih ada orang yang berbaik hati menyelamatkan kehidupan mereka dan tak mengharapkan sebuah imbalan.

Ibu dan Ayahnya lega Hasna tak meminta apapun, ponsel pun ia tak memilikinya. Ia tak menuntut untuk bersekolah, karena memahami keluarga mereka tak semampu keluarga lainnya. Ayahnya memang bekerja sebagai pekerja sawah, tetapi penghasilan yang didapatkan tak cukup, hanya cukup untuk makanan sehari-hari sebab biaya hidup tak semurah yang dibayangkan. Terkecuali jika sejak awal memang bernasib baik, maka tak perlu cemas memikirkan soal uang.

* * *

Hasna berjalan menuju arah pulang seraya tangan kirinya membawa plastik berisi bahan makanan untuk memasak dirumah. Sesekali ia tersenyum pun menundukkan kepala kala berpapasan dengan warga sekitar yang ia kenal.

Seorang gadis yang berperawakan seperti berusia enam belas tahun menghampiri Hasna dari arah depan sembari berlari kecil.

"Mba Hasna!"

Hasna mengenali gadis remaja tersebut, sebab ia pernah membantu ibu dari gadis itu untuk memasak demi mempersiapkan sebuah acara. Terkadang Hasna diberi imbalan berupa uang meskipun tak seberapa. Namun, bagi Hasna lembaran uang tersebut amat berharga.

Hasna mengangkat sebelah alisnya bingung, "Ayu? Mengapa kau mencari ku?" Tanya Hasna kala gadis remaja yang bernama Ayu telah berada dihadapannya.

"Mba Hasna, mba diminta ibu membantu memasak dirumah untuk acara pernikahan kakak yang diadakan nanti." Ujar gadis remaja itu dengan senyuman cerah, kedua tangan Ayu terulur guna memberikan sebuah sampul surat yang didalamnya berisi selembaran uang.

"Ini dari ibu, beliau bilang bahwa beliau akan memberikan sisanya setelah semua selesai dipersiapkan." Ujar Ayu kembaliㅡ Menunggu Hasna menerima pemberian dari ibunya.

Sementara Hasna, ia mengedipkan sepasang kelopak matanya terkejut. Terkejut tentu saja, sebab Hasna tahu sampul surat tersebut berisi lembaran uang. Disisi lain, Hasna merasa tak enak hati untuk menerimanya, padahal selama ini ia ikhlas membantu, tetapi ibu dari gadis ini terlalu berbaik hati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 29, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rintangan Harsa { Perjalanan. }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang