XV. Konflik

63 8 9
                                        


Author's Side

"Dil, gimana kuliahmu?"

"Begitulah yah. Nggak ada yang istimewa."

"Duh..jangan gitu. Susah payah kamu masuk sana, dinikmatin dong."

"Iya ayah. Kabar ayah gimana?"

"......"

"Yah?"

Tut..tut..tut..

Adillah memandang layar handphone-nya heran. Dia mencoba menghubungi lagi nomor yang barusan menelpon, tapi diluar jangkauan. Ada apa ayah? Kok tumben? Lalu dia melempar handphone itu ke atas kasur. Kembali bergelut dengan layar pc yang ada di hadapannya.

Ting..

Sebuah pesan masuk pada account facebook Adillah. Melihat siapa pengirimnya, Adillah tersenyum simpul.

Gerry : Hello!!!

Adillah : Hai!

Gerry : Wanna play with me?

Adillah : okay. What'll we do?

Gerry : Can you please come out from your room?

Adillah mengerti maksud Gerry, dia mematikan pc lalu mengganti baju dengan kaos lengan pendek putih dan training abu-abu. Tidak lupa dia mengucir rambut ala ekor kuda dan meraih sepatu kets abu-abu di rak sepatu. Lalu dia beranjak keluar kamar.

"Oii.. where're you going?" Irina mengucek mata dan melirik Adillah. "It's still to early for coming out." Lanjutnya lagi.

"Just meet up with my friend." Adillah mengedipkan salah satu mata dan kemudian keluar kamar.

Di depan pintu utama, Gerry sudah menunggu Adillah. Lengkap dengan kaos dan training.

"Hey! Lama nunggu?"

"Nggak."

Lalu mereka mulai berlari-lari kecil mengelilingi lapangan. Tidak hanya mereka berdua yang berinisiatif olahraga pagi hari seperti ini. Sudah ada yang sibuk memainkan bola dan ada yang berlatih sprint. Ada juga kegiatan lain. Saat melewati tempat yang agak sepi, terkadang ada yang sedang asyik bermesraan. Walaupun lingkungan kampus ternyata masih ada yang berani melakukan hal seperti itu di depan umum.

Setelah berlari satu putaran penuh, Adillah dan Gerry duduk di tepi lapangan. Mereka melepas lelah sambil sama-sama memandang langit.

"Dil.. gue dapet temen sekamar yang enak. Ada Jacob yang asalnya dari Inggris. Satu lagi George dari Amerika. Lo gimana? Soal.. Liani?"

Mata Adillah menerawang, entah dia menyimak atau tidak pembicaraan Gerry. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Dil?"

"Uh..ya? Apa?"

"Lo ngelamun?"

"Ng-gak. Maaf, tadi lo nanya apa?"

"Gimana hubungan lo sama Liani?"

"Hmm.. gak baik. Lo tau kan? Gue punya short memory? Setelah keluar dari rumah sakit gue bener-bener lupa kalo elo pernah nyampein maaf dari bocah itu. Padahal lo suruh gue temuin dia kan? Gue bener-bener lupa. Baru kemaren gua inget dan yaah.. dia udah bikin gue naik pitam."

"Haa?" (Bayangkan wajah Miura Haruma lagi melongo *lol)

"Gak usah lebay gitu juga kali."

"Terus gimana?"

"Ujungnya dia ngancem gue deh. Tapi jangan khawatir, dia gak bakalan bisa kok ngelakuin anceman dia itu."

"Gue yakin lo lebih kuat dari dia Dil. Tapi hati-hati ya? Perasaan gue gak enak soal dia."

Traitor in My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang