XVI. I Miss You

48 6 2
                                    


Author's Side

Seorang laki-laki duduk bersila di atas ranjang. Menatap bingkai foto yang berisikan dirinya dan 2 sahabat baiknya-dulu. Berulang kali dia mendengus, lalu mengecek handphone dengan gambar background seorang gadis cantik mengenakan dobok. Rambut panjangnya d ikat ekor kuda ke belakang. Senyuman manis menambah kesan elegan gadis dalam foto itu.

"Harusnya gue udah bisa ngelepasin elo." Ucapnya pada diri sendiri.

Suara ketukan pintu menyadarkannya dari lamunan. Ragu-ragu dia membuka pintu. Terlihat seorang wanita paruh baya dengan wajah berantakan. Darah mengalir dari mulut wanita itu, membasahi kemeja putih yang dia kenakan. Seketika laki-laki itu terbelalak kaget.

"Mama? Kenapa ma? Kok bisa kayak gini?" Tanya laki-laki itu frustasi. Dia memapah wanita yang dipanggil mama olehnya ke ruang tamu. Panik, dia memanggil ambulan.

"Rian.. mama kira sudah saatnya kamu hidup mandiri." Wanita itu tersenyum simpul.

"Apa maksud mama?"

"Maafkan semua kesalahan mama selama ini. Maaf karena mama tidak bisa jadi ibu yang baik buat kamu. Mama mohon, jadilah anak yang baik. Mama bangga denganmu Rian."

Laki-laki itu terguncang dengan kata-kata ibunya. Dia segera berbicara ditelpon agar ambulan datang ke rumahnya. Setelah itu dia menatap lekat wanita yang melahirkannya itu.

Tubuh itu terlihat sangat lelah. Masih tercium bau alkohol dari mulutnya. Laki-laki itu -Rian, memeluk erat tubuh ibunya. Merasakan nafas ibunya yang semakin lama semakin melemah.
Lalu sebuah pikiran terlintas. Rian segera memencet nomor orang yang harusnya sekarang ada di sini. Ayahnya..

"Pa?"

"Hmm..ada apa? Tumben kamu nelpon papa."

"Pa, mama sakit pa. Pulang pa..hiks.. mama, paa..pulang." Rian tidak sanggup membendung air mata. Hanya hening yang dapat dia dengarkan di telpon.

Dalam waktu 10 menit ambulan datang dan membawa ibu Rian menuju rumah sakit. Rian benar-benar seperti anak kecil, dia menangis sesengukan sambil mencium punggung lengan ibunya.

"Maa.. bangun maa.. maafin Rian. Maaf ma.."

Rian menunggu di depan ruang operasi. Dia berjalan terus menerus tanpa henti. Beberapa kali dia mengacak rambut dan membenturkan kepala di tembok rumah sakit. Sampai beberapa suster menghalanginya dan mencoba membuatnya tenang. Tapi tetap saja dia gelisah.

Sudah hampir 4 bulan ibunya sering mabuk. Membuat keluarganya hancur, termasuk Rian. Dia yang mulai terlibat dengan Brian, dan akhirnya malah melukai dua sahabat terbaiknya.

"Rian?" Seorang laki-laki paruh baya, berpostur tinggi dan mata sipit. Dia masih mengenakan jas resmi.

"Papa?"

Rian berlari memeluk ayahnya. Sudah lama sekali dia merasakan kasih sayang ayahnya ini. Sejak ibunya mulai sering mabuk, ayahnya juga sering keluar dengan berbagai macam alasan.

"Ada apa nak? Kenapa dengan mamamu?"

"Nggak tau pa. Tiba-tiba mama udah kayak gitu."

Lalu mereka duduk berdampingan menunggu ruang operasi terbuka. Berharap ada kabar baik yang akan mereka dengar dari siapapun yang keluar.

Di lain tempat, seorang perempuan duduk bersila di depan tv, bersama dengan orang yang paling dia benci. Orang yang telah menghancurkan hidupnya, juga kehidupan persahabatannya. Mereka berdua adalah Deksa dan Brian.

"Hey honey.." Brian menarik ujung baju Deksa.

"Honey honey..sangka lo gue makanan apa! Udah sana hush..hush.. gue mau nonton."

Traitor in My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang