VII. Where are you?

60 11 2
                                    

Author's Side

Gerry kembali ke rumahnya dengan berjalan kaki. Adillah duduk manis menatap jendela bus. Deksa masih terbaring lemah di rumah sakit. Rian memakai helm dan tancap gas dengan motor maticnya. Dalam waktu yang bersamaan, mereka melakukan aktivitas yang sangat berbeda. Dengan isi kepala yang juga berbeda-beda. Di saat-saat mereka akan bertempur dengan soal-soal ujian yang mungkin akan menentukan nasip mereka.

Adillah sering mengirimi sms kepada Rian, tapi tidak pernah dibalas. Rian menghilang seperti ditelan bumi. Untungnya Deksa sudah kembali ke sekolah, meskipun kondisinya masih kurang baik.

Hari pertama Deksa kembali sekolah, ribuan pertanyaan keluar dari mulut teman-teman sekelas. Bahkan sampai Adillah tidak bisa menyapanya. Sampai pulang sekolah, mereka tidak saling bertegur sapa. Adillah terus menyendiri, terperangkap dalam pikirannya.

Hanya saat-saat istirahat atau saat jam makan, ada Gerry yang terus menghampirinya. Gerry tanpa kacamata. Berapa kalipun melihat Gerry yang sekarang, pasti akan terpesona. Kulit putih pucat dan wajah seperti artis jepang. Walaupun potongan rambut gondrong masih menjadi ciri khasnya.

Beberapa hari berlalu, semakin mendekati hari ujian. Adillah menyapa Deksa beberapa kali, tapi tidak ada respon darinya.

Adillah duduk di bangkunya, terdiam. Memperhatikan salah satu sahabatnya yang sudah sehat sedang bersenda gurau dengan anak yang lain. Beberapa kali mereka melirik Adillah dan tertawa.

"Rian.. lo dimana? Gue butuh lo di samping gue. Mana janji lo yang mau terus di samping gue?" Ucap Adillah lirih. Suaranya bergetar, tapi tidak ada air mata yang keluar dari kelopak matanya.

Adillah membuka handphone, masih tidak ada respon dari Rian. Dia mematikannya lagi, perasaannya kalut.

Bel pergantian pelajaran berbunyi, semua siswa segera mengambil baju olahraganya. Laki-laki dengan kaos putih dan training merah panjang. Perempuan, kaos putih dan training merah selutut.

Hari ini khusus untuk seluruh siswa kelas 3 mengikuti pelajaran olahraga. Tidak terkecuali Adillah dan Gerry. Mereka harus menampilkan sesuatu untuk kelas lain. Dan setiap kelas wajib menampilkan 1 penampilan.

Adillah duduk manis di pinggir lapangan, menyaksikan penampilan kelas lain. Tidak lama kemudian, Gerry datang dan duduk di sampingnya.

"Akhir-akhir ini lo sendirian terus." Ucap Gerry pada Adillah.

"Yaah.. enakan sendiri kan?"

"Kok gak gabung sama Deksa disana?"

"Gue lagi gak mood."

"Ooh.. gitu."

Mereka kembali terdiam, sampai ada seseorang yang memanggil Gerry. Itu adalah Hendra. Gerry melambaikan tangannya pada Adillah dan berjalan menuju sumber suara. Mereka berbicara sebentar dan kemudian menuju salah satu sisi lapangan. Tepatnya tempat dimana setiap kelas harus menampilkan karyanya.

Ada yang menampilkan modern dance, tradisional dance, atraksi, drama, dan masih banyak lagi. Suara sorakan dan celotehan manusia terdengar seperti suara lebah. Kemudian terdengar petikan gitar yang sangat indah.

Adillah menatap kerumunan itu dalam diamnya. Dia mendengarkan petikan gitar yang bisa menangkan hatinya. Yang tertangkap dalam penglihatannya adalah Gerry yang sedang memegang gitar. Lalu diiringi suara yang agak berat. Sangat tidak cocok dengan petikan gitar yang tadi. Banyak sekali sorakan yang terdengar kareena suara itu. Tapi si pemilik suara, (Hendra) tidak peduli dan terus menyanyi.

Ditengah-tengah penampilan itu, Adillah melihat beberapa siswi kelas lain keluar dari kerumunan dan masuk ke dalam ruang ganti.

Setelah semua kegiatan sudah selesai, dan lapangan terlihat sepi, Adillah beranjak dari duduknya menuju ke pinggir kolam. Menatap air yang jernih, dipenuhi puluhan ikan hias. Kolam itu lumayan dalam, sekitar 2 meter. Tapi terlihat dangkal karena jernihnya air.

Traitor in My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang