ELEVEN

2.8K 402 28
                                    

"Me home!"

Biasanya hanya ayah yang menggunakan kata-kata pengganti 'I' menjadi 'Me' karena dia terbiasa melakukan hal itu saat kami masih di L.A. Aku menganggap dia kurang dewasa dan ayah balik menganggapku kaku karena aku terus menggunakan 'I' bukannya 'Me' seperti anak-anak remaja gaul lainnya.

Tapi hari ini berbeda karena aku sedang senang. Yah, bisa dibilang cukup senang sampai aku bisa mengikuti gaya ayah mengucapkan frasa itu dengan ayunan di intonasi dan air muka santai.

"Tuan?" kepala Alga terjulur keluar dari pintu dapur dan dia mengangkat alisnya karena hanya melihatku. "Itu tadi kamu?" ia bertanya heran.

"Yap," aku mengulum senyum lebar. "Aku sedang senang hari ini... jadi kupikir sekali-kali bersantai tak ada salahnya," kuakhiri dengan angkat bahu dramatis.

"Kamu bilang ayahmu kinda mad gara-gara mengganti kata itu?" Alga tersenyum mengejek.

"Itu kan, dulu," aku menjulurkan lidah padanya dan mengibaskan tangan. "Sana, masak lagi," usirku sok.

Alga tertawa kecil dan dia menggelengkan kepala, kembali ke dalam dapur yang semenjak aku menapak masuk sudah mengepulkan asap putih dengan aroma lezat. Setelah meletakkan sepatu di rak, aku menarik kursi dan menggeletakkan ranselku begitu saja di lantai kayu.

"Ayah mana?" tanyaku.

"Tentu masih di kantor, kan?" Alga menjawab dari dapur, terlalu sibuk untuk menengok seperti tadi.

"Ah~" tanggapku, mengangguk-angguk. "Kamu masak apa, Alga?"

"Sup tomat," suara Alga terdengar bergaung dan begitu jauh, padahal jarak antara dapur dengan meja makan hanya beberapa meter. "Akhir-akhir ini kalian mudah terserang flu, benar?"

"Yep," gumamku.

Selagi menunggu, aku mengeluarkan catatan kecilku tentang tiga orang tersangka: Raven, Fina dan Tora. Aku mengintip catatanku tentang Raven yang baru satu kalimat 'Dangerous, keep distance' seolah dia itu listrik tegangan tinggi.

Mengingat apa yang ia lakukan tadi di sekolah, dia memang sama bahayanya dengan listrik tegangan tinggi sih.

Kedua, Fina. Catatanku tentangnya paling banyak diantara tiga tersangka. Fina sudah mengakui dia yang membawa Blackie sekitar dua hari satu malam, tapi Blackie kabur―atau hilang, atau dicuri, who knows? Buktinya di lengannya ada bekas cakaran kucing yang masih baru.

Selain itu, dia juga pasti punya hubungan dengan Raven karena aneh jika mereka berdua mengaku tak saling kenal tapi bisa terlibat pembicaraan yang serius seperti tadi pagi. Mungkin Fina tahu sesuatu tentang Raven sehingga dia mengatainya sakit jiwa.

Apa yang bisa membuat orang sakit jiwa? Apa yang telah Raven lakukan?

Dan Fina sebagai saksi mata sudah menyembunyikan kebenaran. Dia bilang dia tahu Blackie makan tikus-tikus yang mengandung racun. Dia mungkin tahu pasti siapa yang meracuninya, karena dia juga tahu penawarnya.

Terakhir, Tora. Anak ini hanya terlihat seram dan sadis pada binatang. Aku tidak tahu itu memang obsesinya atau dia punya kelainan atau apa. Berbicara dengannya saja aku enggan. Tapi aku juga tidak bisa melepasnya begitu saja dan menghapusnya dari daftar tersangka. Bagaimanapun dia juga mencurigakan.

"Makan dulu, Rai," aku mendengar suara Alga tepat di belakangku dan saat menoleh, Alga tengah menunduk dan meletakkan semangkuk sup, sepiring nasi dan udang goreng tepung. Aku melihatnya menaruh sendok dan garpu, dan saat dia menegakkan tubuh, aku mendongak.

"Aku senang kau sudah kembali," kataku. "Meski kau kelihatan belum sehat."

Alga mengulum senyum, mengusap kepalaku. "Aku baik-baik saja, Tuan sudah menjagaku dengan baik di rumah sakit."

Alter Ego [in ed.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang