Chapter 8

135 16 0
                                    

•Justin P.O.V•

Aku duduk di sofa apartement-ku, huaa malam yang sial. Ternyata gadis yang Mac ceritakan adalah gadis gila itu. Ah, padahal kenyataannya gadis itu bertolak belakang dengan yang di ceritakan Mac. Mac bilang dia manis, padahal kenyataannya dia sangat bawel. Mac bilang di pintar, jelas-jelas dia gadis bodoh. Mac bilang dia menarik, ini yang paling salah, jelas-jelas gadis itu sangat-sangat-sangat-sangat-sangat-sangat-sangat-sangat-sangat menyebalkan!

Tek, pintu apartement terbuka. Aku yakin itu Mac, aku siap menceramahinya.

Mac berjalan duduk disampingku.

Aku menyipitkan mata siap meng-introgasinya "Mac, kau ini bagaimana, apa yang kau ceritakan benar-benar berbeda dengan kenyataannya, dia tidak manis, tidak cantik, tidak menarik, Mac kau ini buta atau bagaimana? Gadis itu benar-benar..."

"Menyebalkan, bodoh, bawel. Dan dia musuhmu! Yakan?" Mac memotong ucapanku yang belum selesai

"Dari mana kau tahu?" tanyaku mengerutkan kening.

"Ariana telah menceritakannya padaku. Dia telah memarahiku, dan kau! Tidak perlu ikut-ikut memarahiku. Lagipula mana aku tahu kalau kalian musuhan, kau tak menceritakan apa-apa padaku sebelumnya! Kau tidak bilang kalau tetanggamu itu adalah Ariana dan kau musuhnya." kata Mac panjang lebar

Aku menelan ludah, haus. Tapi, malas untuk minum. "Ya, aku memang tak menceritakannya, lagipula dia tidak penting sama sekali. Aku pun baru tahu namanya dari kau."

"Yasudah lupakan saja, tapi menurutku Ariana memang cantik, manis, asik." kata Mac

Aku menyiniskan tatapanku "Kau buta, Mac?"

"Tidak, mungkin kau yang buta." kata Mac santai."

"Ah kau sudah turun selera ya."

Mac menggeleng "Ariana wanita tercantik yang pernah ku temui. Setelah Maddie tentunya."

"Kau, bodoh!" aku meninju lengan Mac pelan. "Hei, ngomong-ngomong kapan kau akan mengenalkanku dengan Maddie?"

Mac terlihat berfikir "Nanti ku ajak dia kesini."

Aku mengangguk setuju.

"Yasudah, aku ingin mandi. Gerah sekali malam ini." Mac beralih dari sofa menuju kamar mandi.

Mac menoleh lagi ke arahku, "Hei, apa kau benar-benar tak ingin memacari Ari? Kan enak nanti kita bisa double date." goda Mac

Aku melemparnya dengan sepatu kananku, namun tidak kena. Mac berlari sambil tertawa terbahak-bahak.

---

•Ariana P.O.V•

"Hahaha, mungkin kalian jodoh!" kata Taylor setelah aku menceritakan bahwa pria yang Mac kenalkan itu adalah Justin, si pria sok tampan.

Aku mendengus kesal "Ish, mengapa kau sama saja seperti Mac! Menyebalkan." aku memanyunkan bibirku

"Ternyata namanya Justin, bagus juga, tampan seperti orangnya." kata Taylor membuatku jijik

"Kau bilang apa? Justin tampan? Cuih."

"Memang aku tampan, semua mengakuinya." kata seseorang yang tiba-tiba datang.

Aku menoleh dan ternyata itu Justin. Mengapa aku harus bertemunya lagi oh my god. I am tired. "Sedang apa kau disini?"

"Aku hanya lewat saja. Tapi karena aku mendengar ada fans yang membicarakanku, maka aku hampiri saja agar fans-ku senang." Katanya.

Aku pura-pura muntah "Fans? Lebih baik aku tidak punya idola jika idolanya adalah kau!"

"Oh ya?" kata Justin dengan tatapan sok tampannya. Ih, menjijikan.

"Iya, Tuan Justin yang sok tampan!" kataku menyindir

"Baiklah kalau begitu Nona Ariana yang bodoh."

Aku membulatkan mataku, "Apa kau bilang."

"Aku bilang, Nona Ariana yang bodoh. Ada masalah?"

Aku menggeram.

"Hi, babe." tiba-tiba datang seseorang. Ternyata itu adalah Nathan. Oh my god, sekarang ada dua pria menyebalkan di hadapanku.

Aku menelan ludah "Namaku Ariana bukan babe!"

"Sudahlah, kau ini kan pacarku." Nathan merangkulku.

Aku menepisnya kasar "Kau jangan kurang ajar, kita sudah putus. Dan, aku sudah punya pacar."

Nathan terbelalak, "Kau bohong, kau belum punya pacar."

"Aku benar-benar sudah punya pacar, Nathan."

"Siapa pacarmu?" tanya Nathan.

Mampus. Siapa? Siapa pacarku? aku tidak punya pacar. Aku menatap Justin, refleks menggandeng lengannya. "Dia."

Justin terbelalak. "Apa maksudmu?"

Aku menginjak kaki Justin, bermaksud menyuruhnya diam. Justin meringis kesakitan.

"Kau serius, Ari?" tanya Nathan memelas, bagai orang yang kehilangan harapannya.

"Menurutmu?" aku meyakinkan Nathan

Nathan mengepal kedua tangannya. Rahangnya mengeras. Sepertinya dia sangat marah. Ah, aku tak perduli. Nathan pergi dengan kekesalannya.

Syukurlah Nathan cepat-cepat pergi, jadi aku bisa melepaskan ikatan tanganku di lengan Justin.

"Hei, kau jangan ke-GR-an ya, aku hanya acting!" kataku

Justin menaikan bola matanya ke atas "Bilang saja kau modus"

Aku menyinis, ih pria ini benar-benar sok tampan. Jika bukan karena aku berterimakasih berkat pertolongannya, aku sudah meninju pria ini.

"Pokoknya kau harus membantuku." kataku

Justin mengerutkan dahi "Bantu kau? Untuk apa? Aku tidak mau!" tolak Justin mentah-mentah.

"Justin! Kau harus membantuku, aku mohon."

Justin tertawa melihatku memelas padanya, baru kali ini aku bersikap seperti itu kepada Justin. Ah, ini memang memalukan, tapi demi agar Nathan tak menggangguku lagi aku rela melakukannya.

"Kau jangan tertawa, bodoh!"

Justin terdiam "Kau minta bantuan, tapi memaksa dan menyolot. Malas aku membantumu!"

Aku memelas lagi "Iya-iya maafkan aku, bantu aku ya, please" aku memohon

Justin berdehem "Bantu apa?"

"Kau harus pura-pura jadi pacarku setiap di depan Nathan."

"HA?!" Justin menganga lebar "Kau gila, aku tidak mau!"

"Please" aku memohon lagi

"Aku lelah Justin, dia menjijikkan, dia menggangguku setiap hari!"

"Bukan urusanku!"

Aku menggeram, "Pokoknya kau harus mau, titik! Ayo Tay" aku menarik Tay dan kami kembali ke kelas.

MEET AND MATCH! (Jariana)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang