Chapter 13

147 14 0
                                    

Aku dan Mac sekarang sedang berada di depan rumah Nathan. Wajah kami sama-sama merah padam, penuh amarah, sudah tidak sabar rasanya meninju orang itu.

Aku menekan bell rumah Nathan beberapa kali.

Krek! Akhirnya pintu terbuka dan itu Nathan.

"Hi, babe. Tumben kesini." kata Nathan benar-benar tidak merasa bersalah.

Aku menyipitkan mataku, menatap Nathan dengan tajam.

Plak!

Sebuah tamparan dariku mendarat di pipi kanan Nathan. Cukup keras. Sangat keras malah.

Nathan memegangi pipinya yang merah, "Kau kenapa, babe?"

"Jangan panggil aku seperti itu lagi, aku tidak sudi!" kataku dengan emosi penuh

"Kau ini kenapa?" tanya Nathan.

Mac menggeram. Ia menarik kerah baju Nathan. Lalu Mac meninjunya dengan keras, sampai aku menutup muka.

"Hey, beraninya kau! Siapa kau?" tanya Nathan dengan gagap karena ia tercekik dengan bajunya yang ditarik Mac

"Kau mau tahu siapa aku?" tanya Mac tersenyum sinis

Nathan menaikan sebelah alisnya.

"Aku..Adik Justin." kata Mac sambil meninju Nathan sekali lagi, kali ini lebih keras dari sebelumnya, sampai wajah Nathan terlihat babak belur.

Aku menarik Mac memisahkannya dari Nathan "Sudah Mac, ayo kita pergi saja."

Mac menggeram "Itu balasan untukmu!" kata Mac sambil menunjuk Nathan "Jangan pernah ganggu Justin dan Ariana lagi! Look out!"

Aku menarik Mac untuk pergi.

---

Aku dan Mac kembali ke rumah sakit. Langit yang terang sudah berubah menjadi gelap.

"Mac, apa yang kau lakukan tadi? Kau tidak macam-macam kan?" tanya Justin setelah melihat Mac masuk.

Aku dan Mac menghampiri Justin yang masih di temani oleh Taylor dan Maddie.

"Sudah lah, Justin. Tak usah kau fikirkan. Tugasmu hanya istirahat sekarang." kata Mac

"Ya, Justin. Mac benar." ucapku setuju.

"Guys, hari sudah malam. Sepertinya aku harus pulang dulu." pamit Tay

"Ya, aku juga." ujar Maddie.

"Baiklah, Mac kau antar Maddie dan Taylor pulang ya. Biar aku yang menjaga kakakmu." kataku

Mac setuju. "Baik, ayo."

"Tay, Maddie, terimakasih ya telah menjagaku." kata Justin tersenyum tipis

"Iya, sama-sama Justin." ujar Tay

"Tidak masalah, kakak ipar." sahut Maddie

Lalu mereka pun pergi.

Sekarang, di ruangan ini hanya ada aku dan Justin.
Entah mengapa, suasana menjadi canggung.
Aku menelan ludah, lalu duduk di samping ranjang Justin.

"Bagaimana kondisimu sekarang?" tanyaku

"Cukup membaik."

"Kau sudah makan?"

Justin menggeleng pelan.

"Mau aku suapi?" tanyaku

Justin berdehem "Boleh."

Aku tersenyum, lalu mengambil sepiring bubur yang sudah tersedia di atas meja kecil. Aku mengambil bubur sesendok lalu memberinya ke depan mulut Justin. Justin melahapnya. Dan mulai mencernanya.

"Mm, maaf ya gara-gara aku kau jadi seperti ini. Nathan memang keterlaluan." ujarku memelas

"Aku tidak akan memaafkanmu."

Aku menganga lebar mendengar pernyataan Justin.

"Kecuali dengan satu syarat."

Aku merapatkan mulutku yang sedaritadi menganga. Sekarang, aku mengerutkan dahiku, "Syarat? Kok pakai syarat segala." aku berdecak sebal.

"Yaiyalah, kau tidak lihat apa yang aku alami sekarang."

Aku memanyunkan bibir, ya aku tahu dia sakit parah, tapi apa maksudnya?

"Kau harus tanggung jawab."

Aku menyinis "Tanggung jawab?"

Justin mengangguk.

Aku mengangguk pelan "Ya, aku paham. Aku akan melunasi biaya rumah sakit."

Justin menyinis "Bukan itu bodoh!"

Aku memanyunkan bibir "Kau bilang aku harus tanggung jawab? Kau ini bagaimana, membuatku pusing."

Justin berdecak "Ya aku memang menyuruh mu tanggung jawab. Tapi bukan melunasi biaya rumah sakit. Kau fikir aku tak punya uang!"

"Lalu apa?"

"Makanya dengar dulu, bodoh!"

Aku berdecak, mengapa dia selalu bilang aku bodoh. Sudah jelas aku ini mahasiswi pendapat beasiswa, ya sudah pasti aku orang pintar! Dasar bodoh.

"Ya, apa?" tanyaku

"Kau harus merawatku sampai sembuh!" tegas Justin

Aku mengerutkan dahi. Itu syaratnya? Yailah Justin.

"Untuk apa? Kau ini ada-ada saja." kataku sambil tertawa kecil

"Kenapa?" tanyanya datar, sepertinya ia tak suka aku tertawa, akupun menghentikan tawaku.

"Di rumah sakit ini kan banyak perawat, Justin."

Justin memutar bola matanya "Ya, tapi aku butuh perawat khusus yang selalu menjagaku."

Aku sedikit kesal dengan syarat yang Justin berikan. Memangnya dia fikir aku tidak ada kerjaan, hanya menemaninya disini? Arght menyebalkan.

Tapi kan, Justin terbaring disini karena aku. Kalau saja aku tidak menyuruhnya berpura-bura menjadi pacarku, ini pasti tidak akan terjadi padanya.

"Hi, stupid. Mengapa kau diam saja?"

"Berhenti memanggilku bodoh Justin. Aku pintar!"

Justin tertawa kecil "Yayaya"

Aku memanyunkan bibir.

"Kau ini sudah jelek, malah manyun-manyun seperti itu. Tambah jelek tahu!" cibir Justin

"Kau menyebalkan!" aku membuang muka

"Bagaimana dengan syaratnya?" tanya Justin

Aku hanya terdiam.

"Kalau kau tidak mau yasudah, aku cukup tahu saja jika kau hanya gadis yang tidak punya etika, gadis yang tidak tahu terimakasih! Ya memang dari dulu kau seperti itu! Ternyata itu sifat aslimu." sindir Justin, memanaskan telingaku

"Justin. Kau menyebalkan. Baik, aku terima syarat dari kau."

Justin tersenyum. Aku hanya cemberut saja.

"Hei, sudah ku bilang jangan cemberut saja, jelek tahu."

Aku menyinis, pria menyebalkan. Ya memang dari awal pria ini memang menyebalkan. Awas saja kau!

Aku tersenyum paksa.

"Hei, kenapa kau diam saja? aku lapar, suapi aku lagi." ujar Justin

Aku berdecak malas lalu memberinya suapan bubur lagi. Ck.

MEET AND MATCH! (Jariana)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang