Chapter 10

131 16 0
                                    

Hari ini aku tidak ada jadwal kuliah. Aku memutuskan untuk bersantai ria di kasurku. Huaaa rutinitas hidup yang ku jalani membuatku lelah. Bahkan, aku jarang tidur nyenyak.

Tingteng--bell apartement-ku berbunyi.

Ya ampun, siapa orang yang mengganggu hari liburku.

Aku membuka pintu dan melihat siapa orang yang ada di belakang pintu.

Nathan ternyata.

"Ada perlu apa kau datang kemari?" tanyaku langsung

"Kau tak menyuruhku masuk? Aku kan tamu" kata Nathan

Aku menghela nafas, "Baiklah silahkan masuk."

Nathan pun masuk ke dalam apartement ku lalu ia duduk di sofa apartement. Aku pun ikut duduk.

Aku meraih handphone-ku. Mencari kontak Justin dan mengirimnya sebuah pesan singkat.

Justin, Nathan berada di apartement-ku. Tolong kesini, aku malas berurusan dengannya.

Send. Aku menaruh handphone-ku lagi.

"Ada perlu apa, Nathan?" tanyaku. Lagi.

Nathan menaikan satu kakinya ke kakinya yang lain. "Memangnya tidak boleh? Aku hanya ingin main saja."

"Nathan, bisa kah kau berhenti menggangguku? Aku sudah memiliki pacar."

Nathan berdecak "Kau tidak benar-benar mencintainya kan?"

Aku gelagapan, aku memang tidak pandai berbohong. "A-aku, aku sangat mencintainya."

"Tidak mungkin, kau bohong kan?"

Aku sekarang lebih meyakinkan Nathan "Aku tidak bohong, aku benar-benar mencintainya."

"Kau bohong!" Nathan meraih kedua tanganku, ia menggenggamnya erat, aku menelan ludah. "Kembalilah padaku, Ari..."

Aku diam. Hanya diam. Aku tidak akan kembali padamu, Nathan! Kau cukup membuatku merasakan sakit yang teramat dalam. Sungguh. Aku sudah mengubur perasaanku padamu dalam-dalam.

Tingneng--bell apartement ku berbunyi lagi

Sepertinya itu Justin! Semoga saja.

Aku melepaskan tanganku dari genggaman Nathan "Aku bukakan pintu dulu."

Aku membukakan pintu, dan ternyata benar itu Justin.

"Syukurlah kau datang." kataku pelan

"Aku tidak pernah ingkar janji." Justin berbisik

Aku tersenyum. Sandiwara di mulai. "Ayo, masuk, babe." kataku dengan volume agak tinggi, agar terdengar oleh Nathan.

Aku bergelayut di lengan Justin, dan menyuruh Justin duduk dengan manja. Aku duduk di sampingnya.

"Dia siapa, babe?" tanya Justin

Aku tidak menyangka Justin benar-benar menjalankan perannya. "Ini Nathan, temanku."

Justin mengangguk-angguk. "Justin" Justin mengulurkan tangannya.

Nathan menatap Justin dengan tatapan sinis, menyeramkan. Seperti harimau yang ingin menerka mangsanya. "Nathan" akhirnya Nathan menerima jabatan tangan dari Justin.

Aku ke belakang untuk mengambilkan dua minum, untuk Justin dan Nathan.

"Ini silahkan di minum, jangan sungkan." Kataku sambil meletakkan dua gelas minuman

Aku duduk lagi disamping Justin, sedangkan Nathan, ia duduk di hadapanku.

"Sejak kapan kalian berpacaran?" tanya Nathan, sinis.

Aku gelagapan, aku menatap Justin, memintanya untuk menjawab.

Tiba-tiba Justin meraih tangan kananku lalu ia genggam dengan erat. Aku sempat tak percaya dengan perlakuan Justin yang memerankan perannya sangat baik.

"Sejak satu minggu yang lalu" Justin terus menggenggam tanganku. Aku berusaha santai agar tak terlihat sedang berbohong.

Nathan menelan ludahnya, mukanya memerah. Tangannya mengepal. Sepertinya ia panas, dan super kesal. Hmm, semoga dia tak mengganggu hidupku lagi sehabis ini.

"Ya, Justin menembakku sangat romantis. Ia mengajakku ke sebuah taman, dipenuhi lampu-lampu yang berkelap-kelip. Dan banyak rangkaian bunga-bunga di sebuah meja makan yang telah Justin siapkan. Aku terkejut saat itu, tiba-tiba ia menyanyikan sebuah lagu yang sangat romantis. Lalu ia menyatakan cintanya kepadaku. Romantis kan, Than?" kataku sengaja membuat Nathan panas.

Benar saja Nathan telihat semakin kesal.

"Ya, aku sangat menyayangimu gadis mungil." kata Justin sambil mencubit pipiku

Aku tersenyum lalu balik mencubit Justin. "Aku juga sangat menyayangimu pangeranku."

Nathan menelan ludahnya lagi.

"Apa kau haus Nathan? Minum lah.." ujarku

Nathan menggeleng. "Aku...ingin pamit pulang saja."

"Lho? Cepat sekali.." kataku berlaga kecewa, padahal senang.

"Ya, aku ada urusan." kata Nathan

Aku tersenyum, "Baiklah mari ku antar ke depan pintu."

Nathan mengangguk lalu aku mengantarnya ke depan pintu. Hahaha. Lucu sekali wajah Nathan yang terbakar cemburu. Maaf Nathan, tapi ini demi kebaikanku.

"Baiklah, aku pulang dulu." pamit Nathan.

Aku tersenyum manis "Baiklah, hati-hati di jalan ya."

Nathan mengangguk lalu mulai berjalan. Aku melihatnya sampai ia tertelan pintu lift.

Aku memasuki apartement-ku lagi. Menghampiri Justin yang sedang duduk di sofa. Aku duduk disampingnya.

"Thanks, Justin. Ternyata kau baik juga."

Justin menyiniskan pandangannya "Ya, memang aku baik dari dulu."

"Tidak, dulu kau menyebalkan." Kataku sambil menjulurkan lidah

"Kau yang menyebalkan." Justin menarik ikatan rambutku.

"Ih, kau mulai menyebalkan." aku merapihkan ikatan rambutku lagi

"Ya, kau yang memulai." kata Justin

Aku menyinis "Aku kan hanya berbicara fakta."

"Ah sudahlah terserah kau saja." Justin menyerah "Tapi tadi wajah mantanmu itu sangat lucu ya. Terbakar cemburu." Nathan tertawa

Aku pun ikut tertawa, "Yeah, kau jadi bisa punya kesempatan kan memegang-megang tanganku."

Justin menunjukkan wajah jijik nya. "Aku kan hanya mendalami peran saja."

Aku tertawa "Masa?" aku menggoda Justin

Justin menarik hidungku "Iya bodoh. Lagian aku terpaksa sekali melakukan itu. Aku rela menaruhkan pencitraanku."

Aku mengelus-elus hidungku yang merah "Ah, sakit bodoh."

"Makanya kau jangan meledekku!" kata Justin

Aku hanya tertawa saja melihat tingkah Justin yang aneh bin ajaib. Aku baru mengenal Justin, ternyata dia orang yang cukup menyenangkan.

MEET AND MATCH! (Jariana)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang