Absence - 1

872 38 8
                                    

"Kenyataannya, aku yang menginginkanmu. Tapi kamu?"

Alia Hannada
........................................................................

"Aku" Alia menghapus air matanya "Aku yang bodoh bisa menaruh perasaan pada Azka"

Alia menangis sesenggukan didada Arka, sementara Arka yang kini menangkupkan tangannya di kepala Alia memejamkan mata, tak bisa menerima perlakuan Azka pada Alia.

Arka Martadinata, yang akrab dipanggil Arka menatap kearah langit-langit rumahnya. Sambil berfikir bagaimana mungkin ia memiliki kembaran bajingan seperti Azka Martadinata. Dan yang diperlakukan tidak manusiawi, tidak berperasaan, dan tanpa otak itu adalah Alia Hannada, gadis itu berteman dengan Arka sejak kelulusan SMP. Alia tergila-gila pada Azka beberapa minggu ketika mereka bertiga lulus di SMA yang sama, dan sejak itu jugalah Alia dan Arka bersahabat. Gadis ini cantik, tapi sedikit gila. Gadis ini pula lah yang setiap hari meminta Arka menjemputnya saat ia telah menyiapkan seribu alasan untuk tidak menumpangi kendaraan umum. Dan yang membuat Arka memutar bola matanya adalah, apa perbedaannya dengan Azka?

"Lalu? Kamu masih nangis untuk bangsat itu?"

Mendengar penuturan Arka, Alia memukul dada pria itu "Auuh, sakit Al. Kamu tau kan, tanganmu sekeras batu? Kalau jantungku copot, gimana?"

"Arka! Azka itu kembaran kamu, jangan jadi durhaka sama kembaran sendiri!"

"Aku? Aku nggak durhaka ke pria yang umurnya cuma beda delapan menit denganku. Aku justru lebih kasian sama gadis bodoh seperti kamu"

Alia terdiam. Mendengar penuturan Arka baru saja, ia menyadari kebodohannya yang tak mengerti bagaimana ia mencintai brengsek seperti Azka sementara ada simalaikat yang memiliki wajah sama dengan brengsek itu. Arka menyayangi Alia, Alia tahu itu karna Alia juga menyayangi Arka. Dan ini sudah lebih dahulu sebelum gadis itu menyadari bahwa ia lebih menginginkan Azka disisinya. Sementara Azka? Yang selalu menjadi brengsek dimata Alia tetap tak pernah salah. Alia selalu menyalahkan dirinya tentang tangisan dan ingus yang keluar secara gratis karna pria itu

"Arka?" Setelah termangu tentang penurutan Arka baru saja, Alia seakan teringat sesuatu. Dan ia pikir, ini patut untuk dibincangkan. Alia memainkan jarinya membuat sebuah lingkaran didada pria itu

"Hmm?"

"Kenapa aku nolak kamu pas kamu meminta untuk melupakan Azka dan mencoba melihat kearahmu?" Alia seketika memejamkan matanya. Kenapa ia bisa dengan bodoh melontarkan kalimat tak tau malu itu pada Arka?

"Karna aku sahabat kamu. Itu kan yang kamu sebut dengan alasan kenapa kamu nolak aku?"

Alia mengangguk "Aku sayang kamu, Arka. Tapi Azka membuat rumit segalanya" Alia kembali terisak sambil membenamkan kepalanya lebih dalam kedada Arka.

"Ssshh.. Udah jangan cengeng. Kamu pikir aku suka dadaku basah karna air mata dan ingus kamu itu?" Arka berusaha untuk mengalihkan suasana yang biru sedari tadi. Namun Alia diam. Tidak tertawa dengan kalimat Arka baru saja. Ia masih menerawang keluar menatap jendela kamarnya yang kini terasa sesak sejak kepergian Azka dengan gadis lain.

"Arka?"

"Apalagi, hmm?"

"Aku baru saja berfikir, kenapa aku nggak mencoba untuk melihat kamu aja? Mungkin kamu punya apa yang aku suka dari Azka tapi semuanya tertutup dengan sikap sok kurang ajar"

"Semudah itu?" Arka tetap tenang, walau kini ia merasakan jantungnya berdegup cepat

"Arka..."

"Hmm?"

ABSENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang