Absence - 25

55 7 1
                                    


“Aku bisa apa, Al? Kamu menyiksaku dengan rasa cintaku sendiri.”

-Angkasa Aditya-

...........................................................

Alia tidak dapat berdusta kalau kalimat Bagas benar adanya. Gadis itu tidak dapat bersuara ketika Bagas mengeluarkan sekantung nasihat untuk ia bawa pulang dan kini sedang ia sandang pada bahu ringkihnya. Alia terluka tentu saja, namun lebih dari itu ia merasakan luka yang dirasakan Aditya. Gadis itu seakan melihat sosok 'Alia' lama didalam diri Adit. Alia lama yang menggilai Azka hingga ia datang dan pergi hanya untuk menangis dibahu Arka. Dan ia cukup disebut munafik telah melakukan hal serupa pada Aditya.

Alia juga tidak bisa memungkiri kalau ia sendiri juga tidak memiliki perasaan sedikitpun pada Aditya. Yang ada hanya rasa kagum ketika mengetahui kalau Aditya memiliki segala yang pria sempurna harus punya yang ia salah artikan menjadi cinta. Alia pernah berusaha mencintai Aditya dengan menatap pada segala kelebihan yang pemuda itu miliki, tapi hati Alia tidak pernah bisa jatuh pada sosok bermata coklat kelam juga warna rambut yang serupa.

Ia baru pulang senja ini, dengan beban pikiran yang ditambahkan dengan tumpukan tugas dari sang dosen, gadis itu berjalan gontai melewati gang menuju rumah kosnya ketika deringan ponsel menyadarkan kalau ia musti berhenti dulu. Ia melakukannya, merogoh tas feminin yang dibelikan Arka bulan lalu, dan mendapati kalau 'Tante L' adalah id pemanggilnya. Ia mengganti kontak Linda menjadi Tante karna memang dulunya ia sempat diperlakukan buruk oleh Linda dan memutuskan untuk menerima perintah Linda, tidak memanggilnya dengan sebutan 'mama' lagi. Gadis itu mengerjap sebentar lalu kembali menormalkan gejolak didadanya. Ia menatap sekali lagi pada layar ponselnya yang gelap lalu berkedip, namun nama kontak itu tidak berubah.

Alia berusaha mengingat kapan terakhir kali wanita paruh baya itu menghubunginya via ponsel, dan ingatannya seakan langsung melompat pada kenangan beberapa tahun lalu ketika Linda memintanya untuk makan siang dirumah megah miliknya. Seketika Alia tersenyum miring, lalu disadarkan oleh ponsel yang kini kembali bergetar ditangan kirinya. Dan keputusan gadis itu untuk menggeser jarinya pada gambar telfon berwarna hijau adalah hal yang tepat. Ia mengatakan 'Hallo' lebih dahulu, berusaha untuk tidak mengurangi rasa hormatnya pada Linda.

“Tante pikir kamu nggak akan menerima telfon tante” dan sambutan Linda cukup membuat lidah Alia kelu “Lagi dimana, Al?”

Demi siapapun yang mengenal Alia dari ia bayi hingga sekarang, suara yang diperdengarkan oleh Linda pada Alia saat ini sangat santai sampai membuat Alia berfikir kalau Linda sekarang sedang lupa ingatan.

“Al?”

“Eh iya tante?” suara Linda kembali menyadarkan Alia kalau masih ada seseorang diseberang sana menunggu jawabannya “Lagi jalan di gang mau pulang ke kos, ada apa tante?”

I'll be there in a minutes” dan sambungan diputuskan oleh Linda.

Alia sudah terbiasa diperlakukan seperti yang Linda lakukan baru saja, gadis itu bahkan juga sering diputuskan telfonnya oleh Arka. Dan kali ini ia menemukan dimana kesamaan ibu dan anak itu.

***

Alia duduk dihadapan Linda sambil sesekali memandangi jari lentinya, gadis itu kehilangan akal hingga tadi ketika ia bermaksud untuk menyuguhkan minuman, ia hampir hilang ingatan tentang gula dan garam. Tapi disinilah Alia sekarang, melihat Linda menyesap teh hangatnya seraya tersenyum. Dan senyuman itu seketika membuat Alia sadar, kalau yang ia masukkan tadi memang gula.

“Jadi, apa tante nggak diperbolehkan masuk kedalam kamar kamu?”

“Ehm, tapi kamarku berantakan” jawab gadis itu namun terdengar seperti cicitan “Tapi aku bisa membereskannya sebentar, tante bisa tunggu disini dulu. Lima menit?”

ABSENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang