Absence - 22

54 7 4
                                    

"Karna Aku Hanya Mencintaimu"

-Arka Martadinata-

...........................................................

"Jadi, kamu bakal ke fakultas kedokteran hari ini?" Tanya Alia sambil sesekali memainkan jari panjang milik Arka yang kini membelit jari miliknya.

"Hm" pria itu hanya bergumam untuk memberi jawaban pada Alia, dan untungnya Alia tidak cukup bodoh ketika harus berusaha terlebih dahulu mengartikan gumaman itu sebagai jawaban 'ya' dari Arka.

"Ikut, ya?" Gadis itu beringsut menatap Arka, lalu membuat tatapannya seberbinar mungkin yang ia bisa "Yaa, ikut yaa?"

"Disana nggak ada yang nafsu sama kamu, Al. Jadi untuk apa?"

"Ih, Arka!" Gadis itu sedikit menjerit "Aku kesana bukan untuk nyari pacar. Lagian, kak Aditya bakal bantai siapapun yang berani deketin aku" gadis itu menyambung kalimatnya dengan menyelipkan nada sombong disana. Tapi Alia tidak berfikir dahulu ketika ingin menyusun kalimatnya.

Karna ketika itu juga Arka diam sejenak, berfikir untuk menemukan jawaban yang pas untuk menyembunyikan rasa kesalnya yang ditimbulkan oleh gadis yang kini sedang bersidekap didalam pelukannya itu "Untuk apa Adit khawatir? Bukannya aku udah bilang berkali-kali, kalau disana nggak ada yang minat sama datar depan belakang kaya kamu"

"Kamu pikir semua pria didunia ini ngeliat bagian itu aja? Tell you what, mister, otak kamu itu memang mesum dari lahir. Makanya pas tuhan bagikan otak, ngantri ditempat yang bener!"

"Bodoh" desis Arka.

"Aku dengar!"

"Bagus kalau kamu dengar"

"Ih, Arka!" Alia menjerit untuk kesekian kalinya agar memperlihatkan rasa kesalnya "Aku laporin ayah ni!"

Keduanya tertawa lepas pada akhir kalimat Alia, pemuda disampingnya itu membawa wajahnya kedalam lipatan lengan Arka dan membuat gadis itu merasakan aromanya. Alia menjerit, berusaha meloloskan wajahnya namun tak berhasil. Tapi beberapa detik kemudian bukan suara jeritan Alia lagi yang terdengar, melainkan tawa kemenangan milik Alia dan jeritan kesakitan milik Arka karna ketiak bagian atas pemuda itu telah mendapatkan bekas gigitan.

"Sakit tolol!"

"Makanya, jangan main-main denganku!"

Kalimat Alia membuat Arka menghentikan gerakannya, sementara gadis itu kini sedang menormalkan pernafasannya sebab terlalu kencang dalam tawa. Arka mengusap pipi Alia pelan, lalu menggumamkan sesuatu "Aku tidak pernah main-main" usapan Arka pada pipi gadis itu membuat rasa panas menjalar keseluruh tubuhnya. Arka menggengam seluruh jemari Alia hanya dengan satu tangan ketika tahu bahwa gadis itu akan melarikan diri. Alia memberontak namun berhenti ketika pandangannya menerima pelototan dari Arka. Tapi rasa hangat menjalar turun pada hati gadis itu ketika pandangannya jatuh pada bibir yang sedang melengkung dihadapannya.

"Iya, aku tau" jawab Alia gelagapan "Jadi kamu bisa lepasin aku" sambungnya lalu memberontak sekali lagi.

Arka menghela nafasnya lalu merenggangkan genggamannya pada jemari Alia. Telapak yang tadinya mengusap pipi Alia beralih menggengam tangan gadis itu. Pandangan mereka bertemu namun tak menyatu, senyuman pada bibir yang mulai menghitam karna batangan kanker itu tidak menular sedikitpun pada Alia. Tapi bisa dipastikan kalau detak jantung keduanya sama-sama berdetak dua kali lebih kencang.

"Aku punya beberapa hal yang ingin dikatakan" sampai Arka "Kamu bisa memilih, ada lima hal yang akan kamu ketahui setelah ini. Tapi ada satu nomor yang memang akan kutaruh di paling belakang" sambung pemuda itu seraya memperlihatkan kelima jemari panjangnya.

ABSENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang