"Aku belajar, bukan mengajari"
-Alia Hannada-...........................................................
Pagi itu Alia dan Arka sedang berada dilantai paling atas di hotel tempat Arka memutuskan menginap. Alia tidak akan heran jika pemuda disampingnya ini mengeluarkan uang dengan mudah dari dompetnya, tapi yang menjadi pertanyaan besar oleh gadis itu adalah bagaimana bisa seorang Arka mengeluarkan uang begitu banyak untuk seorang gadis sepertinya?
Masalah tentang keluarga keduanya masih memenuhi pikiran masing-masing bahkan sampai mereka menyantap sarapan pagi itu. Alia masih mengenakan piyama yang ia dapatkan dari pelayan hotel, sementara Arka telah membersihkan diri sebelum ia mengunjungi kamar Alia dan memaksa gadis itu untuk membuka matanya.
Alia itu tukang tidur, dan itu adalah fakta terbaru yang diketahui oleh Arka setelah berteman dengan Alia. Gadis itu telah dipanggil hingga seratus kali dari luar namun ia tidak kunjung menyahuti Arka yang mulai geram ketika beberapa pengunjung hotel menatapnya dengan tatapan heran. Arka mengakhiri rasa kesalnya dengan meminjam kartu cleaning service, dengan alasan bahwa seseorang yang berada didalam kamar itu adalah kakaknya. Dan pria itu mendapatkan apa yang ia inginkan dengan mudah. Lagipula, mereka terlihat bersama ketika Arka mendaftarkan identitasnya, setidaknya itu bisa sebagai jaminannya. Pria itu masuk dan bergidik ngeri kedinginan lalu mendapati Alia masih bergulung didalam selimut putihnya. Arka ingin membangunkan, namun urung dan memilih untuk membuka horden yang ada disudut ruangan. Pria itu mengisi air hangat kedalam bath tub lalu membuka plastik yang membungkus gosok, pasta gigi, juga sabun didalam kamar itu. Ia keluar dari kamar mandi lalu merasakan dingin kembali menyerangnya. Arka menyapukan pandangannya dan mendapati remote pendingin ruangan telah tergeletak dengan malang disudut ranjang tempat Alia merangkai mimpi dalam tidurnya. Arka mematikan pendingin ruangan lalu memutuskan untuk membuka jendela kamar itu, dan memaksa Alia untuk segera bangkit dan membersihkan diri.
"Kemana kita setelah ini?" Arka membuka suara. Pemuda itu yakin sekali kalau Alia tidak akan bersuara kalau dirinya tidak membuka pembicaraan.
Gadis itu memilih untuk diam, beberapa pemikiran buruk berlari-lari disekeliling otak kecilnya yang berhasil membuat gadis itu tak bersuara. Ia takut kalau pertemanannya akan hancur setelah ini, ia juga tidak ingin Arka mengasihaninya, tapi pikiran Alia versi lainnya membuatnya sadar akan sesuatu; Adalah, bukan hanya dirinya sendiri yang tersakiti disini, bukan hanya dirinya sendiri yang hancur dengan hubungan gelap Rena dan Alex. Arka juga merasakannya, oh bukan, Arka, Azka, juga Galuh, abang-abang yang cuek namun selalu terlihat seksi dengan sikap cueknya. Kalau Alia bersikap diam dan tidak ingin membuka suara tentang ibunya, maka harusnya Arka juga bersikap demikian, bukan?
"Kemana saja" jawab Alia serak "Bawa aku pergi dari sini" gadis itu mengangkat kepala yang sedari tadi menunuduk dalam memandangi makanan dihadapannya.
Arka menghela nafasnya, tidak mengerti dengan Alia versi baru yang sedang ia hadapi sekarang ini. Ia mengenal Alia dengan baik walau mereka belum berteman lama. Namun gadis yang sedang memasang wajah sendu dihadapannya ini tidak dikenalinya sedikitpun, ia harus kembali mengenali gadis itu lagi "Memangnya aku harus membawamu kemana?"
"Kemana saja, Arka" jengkelnya "Aku sudah bilang"
"Alasannya?"
"Aku tidak ingin kembali ke rumah lagi. Tidak peduli apa aku harus tidak menyambung sekolah lagi. Lagipula aku bisa mengambil paket nanti di akhir semester"
KAMU SEDANG MEMBACA
ABSENCE
Teen Fiction"Adalah Alia, gadis sok pintar yang tidak pernah berkenalan dengan rasa cintanya sendiri. Adalah Arka, pria gila yang kesulitan dalam berpura-pura tidak mencintai. Keduanya saling menyakiti satu sama lain dengan perasaan yang mereka miliki" CERITA...