Agnes sedang memangku Tristan di taman belakang rumahnya. Tatapan matanya kosong menatap hamparan tanaman yang terlihat hijau didepannya. Agnes mencoba menina-bobokan Tristan dengan senandung kecil yang keluar dari bibirnya. Sementara Nayla sudah tertidur pulas dalam gendongan bibi yang juga ada di dekat situ. Keadaan mental dan fisik Agnes semakin parah, ia masih sering berbincang sendiri seolah dalam pandangannya ada Julio didekatnya, sementara fisiknya, semakin hari Agnes semakin kurus. Ia susah jika disuruh makan karna terlalu asyik mengurung dirinya didalam kamar bersama dengan semua barang kenangan Julio. Keluarga sebenarnya sudah memutuskan agar Agnes mendapat therapy kejiwaan dan untuk itu harus mendapatkan rawat inap di Rumah Sakit Jiwa, tapi Agnes selalu berhasil berontak dan marah besar jika mendengar soal rencana itu. Ia sama sekali tidak ingin meninggalkan rumahnya, rumah yang ia anggap istana cintanya bersama Julio. Pernah suatu kali, Agnes marah-marah dan memecah beberapa gelas saat Putra dan ayahnya akan membawanya paksa ke Rumah Sakit Jiwa. Bunda Lena yang tidak tega melihat kondisi Agnes akhirnya hanya bisa pasrah dan merawat Agnes di rumah saja. Keluarga sudah berinisiatif untuk menyimpan barang-barang Julio ke dalam gudang, tapi Agnes menghalangi niat mereka.
"Nggak ada yang berhak menyentuh barang-barang Julio kecuali aku!" itu adalah kalimat yang terlontar dari bibir Agnes saat keluarga mulai membereskan peninggalan Julio.
Agnes mengusap keringat di dahi Tristan lalu mengecupnya. Bayi mungilnya itu sudah mulai terlelap. Wajah Tristan selalu membawa Agnes pada wajah tampan Julio karna Tristan mewarisi tiap lekuk wajah papanya.
"Non..Tristan sama Nayla kita bawa ke kamar yaa...mereka kan udah bobo" ucap bibi sambil terus mengayun Nayla
"Nggak, Bi..nanti aja"
"Agnessssss....." seru Michelle dari dalam rumah. Ia dan Rico barusaja datang dan langsung menghampiri Agnes. Michelle memeluk dan mencium Agnes namun tak ada reaksi dari Agnes, bahkan senyum pun tidak
"Apa kabar, Nes?" tanya Rico, tapi tetap tidak ada jawaban dari Agnes. Matanya menatap lurus kedepan. Beginilah Agnes, ia menjadi semakin sulit untuk diajak berkomunikasi. Ia akan menjawab jika ia sedang ingin bicara, namun jika tidak ia akan membisu.
"Non Agnes baik kok Mas, Mbak..." jawab Bibi. Walau dalam pandangan Michelle dan Rico Agnes sedang dalam keadaan menyedihkan. Michelle membelai kepala Agnes, ia selalu saja sedih jika sudah melihat sahabatnya itu
"Nes, lo udah makan? atau mau gue bawain makanan kesini? nanti gue suapin ya" Michelle menunduk, Agnes hanya menengok sebentar ke arahnya lalu malah beralih pada Tristan.
"Sayang...papa kok belom dateng ya? katanya kalo udah siang papa mau dateng...papa boong yaa" ucap Agnes pada Tristan yang sudah pulas.
"Agnes..." Michelle menangis melihat Agnes, dan Rico segera memeluknya
"Sabar ya, By...kita semua juga prihatin sama Agnes"
"Bibi sama nyonya yang jadi saksi gimana keadaan Non Agnes setiap hari juga sangat sedih Mas Mbak..Non Agnes semakin susah diajak bicara" sahut Bibi
"Aku nggak sanggup, Bi liat Agnes...kematian Julio jadi pukulan paling berat dalam hidup dia" jawab Michelle yang masih didalam pelukan Rico
"Non Agnes akan seperti ini terus Mbak kalo terus-terusan terpaku sama kenangan dengan mas Julio, kayaknya Non Agnes butuh hiburan diluar rumah"
"Bibi bener, By..gimana kalo kita ajak Agnes liburan?" lanjut Rico
"Boleh juga, By..mungkin dengan itu kesedihan Agnes akan sedikit berkurang" ucap Michelle yang melihat Agnes sedang meniup-niup wajah Tristan
"Tristan udah kangen sama papa ya? sabar ya sayang....papa pasti kesini kok" Agnes bicara sendiri lagi dengan fantasinya, padahal Tristan sama sekali tidak membuka matanya
YOU ARE READING
FOREVER ✔
عاطفية[Romance Story] Sequel dari kisah cinta Julio dan Agnes di cerita Promise