Sherin terlihat masih kepayahan dengan tubuhnya yang masih terasa sakit. Bunyi buka pintu membuatnya segera melihat ke arah pintu. That's right yang datang adalah Min. Sudah sekitar 3 hari ia siuman, hanya Min dan beberapa pembantunya yang mengunjungi kamarnya untuk memberikan makanan.
Min mendekati Sherin dengan senyum manisnya. "Apa kabar? Apa kamu rindu aku?" Tanyanya menggoda.
Sial Sherin terpojok lagi. Sherin sendiri di kamar besar ini bagaimana mungkin tidak kesepian? Selama ini hanya Min mengajaknya bicara karena pelayan hanya membawakan makanan dan segera pergi. Bahkan ketika Sherin mengajaknya bicara pun dengan ketakukan mereka tak menjawab dan pergi.
Oke kalo dilihat dari posisi begitu bagaimana mungkin Sherin tidak rindu Min walau tiap hari ia mengunjunginya? Oh ya satu info lagi Sherin tidak suka sendiri! Jadi yah siapapun orangnya yang datang dan mengajaknya bicara sudah cukup buatnya. Bukan berarti Min spesial. Tapi.. memang spesial sih.
Sherin membuang muka, "Jahat!"
Min melihat makan Sherin yang masih utuh belum dipegang. "Kok belum makan?"
Segera Sherin melihat makanannya yang masih utuh. "Oh... aku gak selera."
"Apakah makanannya gak sesuai dengan seleramu?" Min berteriak keras ke arah luar pintu, "PELAYAN! KENAPA MENYEDIAKAN MAKANAN YANG TIDAK SESUAI SELERA PERMAISURI"
Sherin tersentak kaget tak menyangka Min akan marah seperti itu. Selama 3 hari ini Min selalu ramah dengannya bahkan tiap hari selalu menggodanya. "Ah Min itu bukan salah pelayan" belanya.
Min langsung menatap mata Sherin dengan mata yang membesar.
Sherin salah tingkah. Apakah ia salah ucap? Ah iya Min adalah raja mungkin seharusnya Sherin memanggilnya "Yang Mulia".
"Ah maaf aku... aku gak tahu apa yang biasa aku panggil terhadapmu. Apakah aku biasanya memanggilmu 'Yang Mulia'?" Tanyanya ragu.
Melihat tingkah Sherin wajah Min menjadi berseri dan segera duduk di samping kasur Sherin. "Iya biasanya kamu memanggilku 'Min sayang cintaku selalu bahkan aku tak mau melepaskanmu' ya itu yang biasa kamu panggil"
"Bohong! Mana mungkin panggilan lebih panjang bahkan dari nama aslimu!"
Wajah Min tertawa riang. Sial lagi-lagi pria ini sudah mempermainkan Sherin. Kenapa sih hobbynya itu mempermainkannya.
"Haha kamu biasa panggil aku Min kok. Hanya saja sudah lama kamu tak memangilku begitu jadi aku merasa bahagia bisa mendengarkan suaramu memanggil namaku." Senyumnya tulus. Mungkin kali ini ia tak mempermainkan Sherin. "Kamu harus makan. Kalo kamu gak makan gimana cepat sembuhnya."
"Hmm" Sherin mengangguk. Ia mencoba memakan beberapa suap. "Aku dulu suka makanan apa ya?"
Min terdiam.
"Min? Ada apa?"
"Ah" tampaknya Min kembali dari lamunannya. "Sepertinya aku harus pergi ke ruang dewan. Sudah waktunya. Jangan lupa makan ya nanti aku kesini lagi." Ia beranjak berdiri dan mencium dahi Sherin seperti ritual yang ia lakukan sebelum meninggalkan sherin.
Min beranjak pergi tapi terhalang karena baju Min dipegang oleh Sherin. Min menoleh menatap Sherin.
"Ada apa?"
"Aku... aku dari dulu penasaran."
"Ngg?" Min mengerutkan dahinya.
"Kenapa... kenapa kamu... gak tidur disini?"
Senyum mengembang di wajahnya. Wah sial sepertinya Sherin menggali kuburnya sendiri.
"Kenapa? Maksudnya kamu mengundangku? Kamu kan sedang sakit bahkan buat bergerak susah tapi kamu siap?"
"Bukan bukan begitu. Bukankah wajar seorang suami sekedar tidur bersama menemani istrinya?" Sherin membuang mukanya, "aku kan kesepian sendirian di sini" lanjutnya lirih.
"Iya wajar kok. Kamu mau minta apa juga wajar bagiku. Aku kira kamu sedang sakit dan tak mau aku mengganggu. Kalo kamu tak keberatan aku bisa mulai malam ini tidur denganmu" Min tersenyum ramah.
"Benarkah?" Wajah Sherin berbinar-binar layaknya seekor anak anjing.
Min tersenyum lebar sambil mengusap kepala Sherin, "Everything for you my Lady"
------------------
"..... jadi penyerangan untuk negara Hwajin akan dilakukan pada 10 hari lagi. Menurut Yang Mulia...." Ren mengikuti Min dari belakang berjalan di koridor istana. Terlihat Min berjalan dengan riang merapikan piyamanya. "Yang Mulia! Apakah Yang Mulia mendengarkan saya?"
"Ah.. iya aku dengar kok. Negara Hwajin telah menculik beberapa rakyat dari negara kita dan membunuhnya secara kejam. Dan kita akan melakukan penyerangan 10 hari lagi. Aku dengar kok!"
"Menurut Yang Mulia apakah penyerangan ini perlu?"
"Menurutmu ada opsi lain?"
"Tidak Yang Mulia!"
"Ya udah tak ada pilihan selain menyerang kan?! Jadi laksanakan"
"Baik Yang Mulia."
Mereka keluar dari ruangan itu dan Min berjalan kearah berlawanan dengan kamarnya. Ren melihat kiri dan kanan. "Yang Mulia saya rasa ini sudah malam dan waktunya tidur"
"Iya kau gak liat aku sudah pake piyama?"
"Tapi ini bukan jalan ke kamar Yang Mulia."
"Hari ini aku tidur di kamar Sherin."
"Yang Mulia! Keadaan permaisuri belum sehat dan Yang Mulia mau melakukan itu?"
"Hei hei.. suaramu terlalu keras! Membuatku malu saja. Emang kalo tidur dikamarnya harus melakukan itu? Aku hanya mau menemaninya tidur karena ia kesepian. Puas?"
Ren tersenyum, "Baik Yang Mulia, saya mengerti!"
"Sudah jangan mengganggu aku!" Min melanjutkan perjalanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Moonlight
FantasyAku memiliki suami seorang raja yang tampan. Ia tampak menyukaiku dan aku hidup bahagia. Tapi aku tak memiliki ingatan tentangnya. Walau aku coba mengingat tentangnya Ia melarangku melakukannya. Benarkah aku mencintainya? Siapakah aku di masa lalu?