Angin berhembus sepoi-sepoi meniup ke wajahku ketika Aku berdiri di balkon kamarku dan semua pemandangan dari seluruh negaraku terlihat dari balkon kamarku. Yah negara Kirin adalah negara yang kecil, bahkan sangat kecil makanya demi dapat bertahan hidup, negara ini melakukan hubungan diplomatik dengan negara Renhui yang memiliki pertanahanan militer yang baik.
Sudah 2 tahun setelah kematian raja terdahulu negara Renhui dan mengangkat putra mahkota sebagai raja. Intinya raja Renhui sekarang sudah berkuasa 2 tahun. Dan katanya sih banyak perkembangan yang dilakukannya. Usianya baru 19 tahun bahkan lebih muda dariku. Apa yang bisa dilakukan oleh seorang bocah? Pikirku saat itu.
Demi mempertahankan hubungan diplomatik dengan Rehui, aku Mei Lin putri sulung dari raja Yue harus dinikahkan dengan Raja negara Renhui. Besok lusa usiaku genap 20 tahun dan saat itu pula pernikannya denganku diadakan. Dan aku tak punya pilihan menolak.
"Putri Mei Lin, Raja Yue memanggil anda" kata seorang pelayan yang masuk ke kamarku.
"Ya" sahutku.
Istanaku berupa kastil yang terbuat dari batu. Segera aku turun menuruni anak tangga batu itu dan menuju ke ruang pertemuan.
"Mei Lin! Apa-apaan penampilanmu itu? Raja Min akan segera datang, sedangkan kau belum menyiapkan dirimu?" Seru ibuku yang sedang duduk samping singgasana. Ia berdiri dan mendekatiku, "ayo ibu bantu mendandanimu. Jangan buat Raja Min kecewa denganmu."
Apa-apaan sih? Kenapa untuk seorang bocah aku harus perpenampilan menarik? Ibuku menarikku ke kamar dan mulai meriasku. Ibuku mengikat rambutku dan mulai menyanggulku seperti budaya negara Kirin.
"Ibu.. apakah aku harus menikah dengan raja Min?" Gerutuku.
"Tentu saja nak, kau tahu bagaimana negara kita kan? Negara kita akan dihancurkan tak lebih dari 1 hari jika kita menentang mereka" nasihatnya. "Lagi pula ibu dengar raja Min sangat tampan kok. Kau tak akan kecewa"
"Tapi masalahnya bu..."
"Sudah ibu tak mau mendengar alasanmu!" Katanya berlalu.
"Ibuuuu!" gerutu Mei Lin.
Ya saat itu aku masih belum tahu jika perasaanku bisa sebesar itu dengan raja Min. Semua bermula ketika dia datang. Mungkin bisa dibilang jatuh cinta pada pandangan pertama? Entahlah aku juga kurang mengerti hanya saja semuanya terlihat indah. Apalagi saat ia tersenyum padaku, membuatku meleleh.
Sekarang ia berjalan di samping mengitari istanaku.
"Pohon ini lucu ya?" Tunjuknya pada sebuah khas negara Kirin. Pohon ini memiliki daun perwarna pink dan bunga berwarna hijau.
"Iya pohon ini tak terlihat seperti pohon kebanyakan. Dan pohon ini hanya dapat tumbuh di negara Kirin makanya pohon ini disebut pohon kirin." Seruku bangga.
"Hanya dapat tumbuh di Kirin? Benarkah? Padahal aku suka dengan bunga ini!" Serunya kecewa.
"Hmm sebenarnya..." kataku tak tega melihatnya kecewa, "pohon ini tumbuh di tanah yang memiliki kandungan airnya tinggi. Di Kirin postur tanahnya seperti itu sehingga dapat tumbuh dimana pun. Tapi jika ingin menanamnya di tempat lain ada alternatifnya agar pohon ini tetap tumbuh"
Wajahnya menatapku penuh harap membuat wajahku memerah.
"Hmm dengan menanamnya di sebuah danau. Tepat di dekat danau sehingga akar pohon ini akan dapat menemukan kandungan air yang banyak!"
"Benarkah?"
Aku mengangguk, "jika Yang Mulia mau, saya tak keberatan kok membawa bibit pohon ini ke Renhui."
Besoknya ia membawaku ke sebuah danau di sebelah barat dan menanampak sebuah bibit di pohon kirin di situ. Matahari terbanam sangat indah terpantul dari danau yang membuatku merasa tempat ini adalah tempat yang paling indah di Renhui.
Aku akhirnya menikah dengan raja Min sesuai rencana pada ulang tahunku dan aku mendapat sebutan Sewon, selir utama. Saat itu aku merasa heran kenapa aku memiliki sebutan. Sebagai putri yang terlahir dari negara yang berpegang monogami, menjadi seorang selir sudah membuatku heran. Ternyata setelah itu raja Min menikahi 31 wanita lainnya dalan kurun 6 tahun.
Tapi raja Min tak pernah menyentuh istri-istrinya termasuk permaisuri. Hanya aku satu-satunya istrinya yang pernah dia sentuh. Hal ini mungkin menjadi kebahagiaanku dan juga kesedihanku.
Saat itu, saat ia pertama kali menyentuhku adalah sekitar beberapa bulan setelah aku menikah, saat ia bertengkar hebat dengan permaisuri masalah hal sepele. Ya sangat sepele. Bagaimana tidak, raja Min hanya tidak sengaja memecahkan pot bunga yang ditanam permaisuri di pekarangan kamarnya. Padahal aku tahu raja sedang merasa iri dengan bunga itu yang dirawat baik oleh permaisuri. Tapi terlihat jelas bahwa memecahkan pot bukanlah suatu kesengajaan. Tapi permaisuri malah memarahinya hingga memukulinya.
Malamnya aku menemukan raja sedang duduk di depan kolam dan menatap pantulan bulan dari kolam itu.
Aku memberanikan diri untuk duduk di sampingnya. "Yang Mulia apakah anda baik-baik saja?"
Ia menoleh melihatku dan langsung mencium bibirku. Dari ciumannya, terasa akhohol. Tak sempat aku berpikir ia sudah jatuh tak sadarkan diri setelah menciumku.
"Yang Mulia!" Teriakku.
Semua pelayan panik dan mengangkat Raja ke kamarnya. Aku pun mengikuti dari belakang.
Aku merapikan tempat tidur untuknya dan hendak segera pergi tapi tanganku digenggamnya. Aku segera ditariknya ke kasur dan membuka bajuku. Aku hanya diam dan senang dengan tindakannya.
Saat ia selesai melakukannya dan tertidur, ia bergumam dalam mimpinya, "Sherin.."
Sherin? Permaisurikah yang ada dalam mimpinya? Padahal aku ada di sampingnya kenapa ia tak menggumam namaku? Apakah aku hanya pengganti? Apakah aku hanya pelampiasan?
Paginya saat aku membuka mataku, raja sudah bersiap untuk pergi.
Aku sangat ketakutan bagaimana reaksi raja yang melihatku disini? Semalam ia mabuk dan sampai bergumam nama permaisuri, jangan-jangan raja mengira aku permaisuri.. aku harus bagaimana?
Di saat pikiranku berkecambuk masalah itu, raja melihatku tersadar dan tersenyum, "terima kasih"
Kata itu membuatku percaya bahwa aku bukanlah orang yang tak diharapkan. Mulai saat itu entah karena kejadian buruk apa dengan permaisuri, raja selalu datang ke tempatku untuk bersinggah sebentar atau hanya untuk menciumku.
Aku tau aku tidak dapat cintanya tapi aku sudah dapat badannya. Suatu hari nanti aku pasti akan mendapatkannya. Itulah pikiran naifku saat itu.
Setelah menikah lagi dengan beberapa selir, raja tak pernah menyentuh mereka dan mengajaknya bermalam. Hanya aku satu-satunya wanita yanh bermalam dengannya, bahkan permaisuri pun tak pernah.
Yah saat itu aku sangat sombong dan berpikir bahwa aku adalah wanita yang paling banyak mengisi di hatinya. Tapi seiring berjalannya waktu aku mulai sadar sebenarnya tak ada tempat antara raja dan permaisuri. Tak terhitung berapa kali raja menyebut nama permaisuri saat bersamaku. Bahkan prioritas utama raja tetap permaisuri.
"Apa? Yang Mulia masih di ruang kerjanya?" Seruku heran ketika salah seorang pelayan memberikanku info, "aku mau ke dapur istana"
Ya dengan segera aku pergi ke dapur istana dan membuat minuman gingseng kesukaan raja. Dengan segera pula aku datang ke ruangannya dan menawarkan minuman gingseng tapi ditolaknya. Mungkin raja memang lagi tidak nafsu untuk minum gingseng.
Saat aku keluar, aku melihat permaisuri datang dengan membawa nampan yang berisi minuman. 'Kau akan sia-sia sepertiku' pikirku dalam hati.
Aku sengaja tidak langsung kembali dan tetap berdiri tak jauh dari situ. Aku memperhatikan sepertinya permaisuri lama di dalam ruangan raja. Pintu terbuka dan kuharap pikiranku benar. Tapi ternyata yang keluat adalah pegawai istana yang ada dalam ruangan raja. Mataku membesar tak percaya. Apa yang mereka lakukan? Tak lama permaisuri keluar sambil berlari tapi tak ku lihat minuman yang dibawanya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Moonlight
FantasyAku memiliki suami seorang raja yang tampan. Ia tampak menyukaiku dan aku hidup bahagia. Tapi aku tak memiliki ingatan tentangnya. Walau aku coba mengingat tentangnya Ia melarangku melakukannya. Benarkah aku mencintainya? Siapakah aku di masa lalu?