6. Ingatan(1)

113 3 0
                                    

Sherin dipersilahkan duduk di kursi utama (biasanya ditempati oleh orang yang berstatus lebih tinggi) di ruang tamu kamar Sewon dan Sewon segera menyiapkan minuman.

Kamar Sewon tidak seluas kamar Sherin tapi kamar ini lebih banyak cahaya dan semuanya terlihat rapi. Pengaturan perabotnya sangat pas sehinggat tak terlihat penuh ataupun terlihat kosong.

"Bagaimana kabar Yang Mulia? Saya rasa anda sudah baikan?"

"Iya aku sudah baikan." Jawabnya singkat takut-takut ia salah menjawab. Ia mengingat perkataan Min tentang politik di dalam kerajaan jadi sebisa mungkin Min ingin merahasiakan masalah hilang ingatan Sherin.

"Saya dari dulu sudah ingin mengunjungi anda tapi selalu ditolak oleh pelayan anda dengan alasan Yang Mulia Raja tidak mengijinkannya."

"Oh iya.." ia menyruput minumannya.

"Lalu bagaimana anda bisa berada di luar istana saat itu? Apa yang anda lakukan saat itu?"

Sherin mengerutkan dahi. Astaga apa yang harus ia jawab?

"Ah.. maafkan saya... mungkin itu kejadian buruk bagi anda jadi tak seharusnya saya mengungkitnya!" Katanya menunduk.

Sherin hanya tersenyum segan dan meletakkan minumannya lagi.

"Hmm seperti aku harus..." kata Sherin hendak beranjak. Sepertinya ia tak boleh terlalu lama di situ.

"Yang Mulia!" seru Sewon melihat Sherin yang merasa tak nyaman.

Sherin menatap Sewon terpaku.

"Yang Mulia tidak seperti biasanya." Lanjutnya.

"Hah? Apa maksudmu tidak seperti biasanya?" Jawab Sherin ketakutan. Aduh apakah masalah hilang ingatannya akan diketahui?

"Iya biasanya kan Yang Mulia...."

Braak. Pintu kamar Sewon terbuka. Segera Sewon dan Sherin melihat ke arah pintu. Terlihat Min berdiri di ambang pintu dengan wajah emosi.

Min segera mendekati Sherin dan menarik tangan Sherin, "apa yang sedang kamu lakukan di sini, HAH?" tanyanya penuh emosi.

Sewon segera memegang tangan Min, "Maafkan saya Yang Mulia. Ini semua salah saya. Saya yang memaksa permaisuri ke sini. Walau sebenarnya beliau tidak mau..."

Min menampik tangan Sewon dan menatapnya penuh amarah, "Mei Lin! Aku tidak sedang berbicara denganmu! Sejak kapan kamu menjadi lancang untuk masuk diantara pembicaraanku dan permaisuri?"

"Maafkan aku Yang Mulia tapi keadaan permaisuri masih belum sembuh benar jika...."

Min langsung memanggul Sherin di pundaknya dan segera keluar kamar Sewon.

"Min.. apa yang kamu lakukan lepaskan aku!" Rontanya.

Min tidak mendengarkan Sherin dan terus membawa Sherin keluar. Di saat itu terlihat bola mata Sewon membesar melihat kejadian itu.

Tanpa mereka duga ternyata Seping dan pelayannya sedang berdiri tak jauh dari sana. Tampaknya ia sudah lama berdiri di sana.

------------------

Min menjatuhkan Sherin di kasurnya. Dan Min duduk di samping kasur dan kedua tangannya tepat di kiri dan kanan kepala Sherin sehingga Sherin tidak bisa bangun. Muka Min mendekati Sherin.

"Apa yang kamu lakukan di sana?" Wajahnya masih penuh amarah.

"Aku.. hanya ingin jalan-jalan dan kami bertemu Sewon. Trus dia mengundangku jadi..."

"Ah.. mungkin aku harus mengganti pertenyaanku. Kenapa kamu keluar dari kamarmu?"

"Aku bosan Min! Aku ingin keluar melihat sekitar. Mungkin dari situ juga ingatanku bisa kembali."

"TIDAK BOLEH!" Erangnya keras.

Sherin tersentak melihat Min yang tak seperti biasanya ia lihat.

"Dengar Sherin! Walau kamu adalah permaisuri di sini, ingat aku adalah raja di sini! Kamu harus menuruti semua perkataanku! Cukup diam dan habiskan waktumu di sini! Aku sudah meberikan semua waktuku untukmu apa lagi yang kau perlukan agar kau tidak keluar kamarmu?!" Katanya tegas.

"Aku.. aku punya kehidupan sehari-hari! Aku ingin melakukan hal yang aku mau. Kenapa semua harus kamu yang atur? Aku saja tak pernah mengatur kehidupanmu. Bahkan kau pun punya banyak selir aku tak peduli." Jawabnya kesal.

Punya selir? Eits bukan perdebatan ini kan yang sedang berlangsung? Sherin terlalu kesal hingga menyangkutkan masalah selir yang juga sama-sama mengganggunya.

Min menganggkat ujung bibirnya dan mendengus merendahkan. "Selir? Kenapa sekarang masalah itu disangkut pautkan?"

Tuh kan bener. Kenapa masalah itu disangkutkan? Ya tapi mau gimana lagi Sherin kesal jadi semuanya juga ikut keluarkan.

"Iya bahkan 3 selirmu tak aku pedulikan!"

"3?" Ia mendengus lagi "aku punya 32 bukan cuma 3!"

Mata Sherin membesar tak percaya. Ikhlas suamimu punya 32 orang istri selain dirimu? Mana ada wanita yang ikhlas. Tak peduli suamimu punya 32 istri selain dirimu? Mana ada wanita yang tak peduli!

"Iya aku tak peduli!" Saking kesalnya Sherin berbicara tanpa memikirkannya dulu.

Min tersenyum kecut lalu berdiri dari kasur Sherin. "Baik kalo itu maumu!" Ia segera berlalu.

Sherin terdiam dan menyesal mengingat apa yang ia lakukan. Dari dalam terdengar suara Min.

"Jangan biarkan siapa pun masuk dan jangan biarkan permaisuri keluar! Jika sampai kalian tidak melakukan perintahku maka hukum gantung bagi kalian semua!"

Sherin merangkak dan turun dari kasurnya menuju pintu kamarnya. Pintunya terkunci walau berkali-kali Sherin mencoba membukanya.

"Yang Mulia, tolong mengertikan posisi kami dan tetap di dalam" ucap seorang dayang dari arah luar.

Sherin tetap berusaha mencoba hingga ia putus asa dan bersandar di pintu. Air matanya keluar tak henti. Apa sebenarnya? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ia harus tetap di dalam kamar?

---------------------

Min meminum minumannya di kamarnya dengan kesal. Kenapa wanita itu susah untuk diatur. Bahkan ingin mencari ingatannya? Yang benar saja! Sampai kapan pun Min tidak akan setuju.

"Yang Mulia, nyonya Sewon minta ijin menghadap" kata seorang kasim.

Min hanya mengangguk.

Tak lama Sewon datang, menunduk kemudian duduk di depan Min.

"Selamat malam Yang Mulia. Saya minta maaf untuk kejadian tadi siang."

"Mei Lin! Cukup jangan bicarakan hal itu lagi."

"Ah maafkan saya Yang Mulia." Sewon terdiam, "hmm saya rasa hubungan Yang Mulia dan permaisuri menjadi baik. Tak seperti dulu yang..."

Min menatap Sewon tajam.

"Ah maaf... bukan maksud saya begitu... tapi..."

"Hari ini aku akan tidur di kamarmu!" Katanya singkat.

"Benarkah Yang Mulia? Baiklah saya akan merapikan kamar saya. Kalau begitu saya undur diri dulu." Katanya lalu berlalu dengan wajah bahagia.

Min meminum minumannya lagi dan lagi. Sepertinya yang ia minum adalah alkohol. Lalu ia menjatuhkan kepalanya di meja dan setitik air mata keluar.

"Tak bisakah semuanya tetap seperti ini?" Gumamnya putus asa.

The MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang