Banana -5

7.4K 741 4
                                    

Setelah kejadian malam kemarin. Kedua kakakku sekarang lagi dalam masa hukuman. Keduanya dilarang pulang diatas jam sembilan malam, apapun yang terjadi. Dan segala fasilitas, kayak mobil, motor, ponsel, dan kartu kredit disita sama papa.

Sebenarnya aku sih kasihan tapi tetap aja aku tuh kesal. Aku melirik kak Ecy dari sudut ekor mata. Sedari tadi dia bolak-balik mengintip ke luar jendela. Dan sesekali menggigit bantal dengan gemas.

Lama-lama aku sebal juga melihatnya. "Kak Ecy kenapa sih?"

Pergerakan kak Ecy yang tengah mengetik sesuatu diponselku terhenti. Ya, semenjak ponselnya disita papa, disinilah dia sekarang, dikamarku lagi mainin ponsel milikku!

"Jangan berisik deh, dek" ujarnya cemberut.

Aku mengernyitkan dahi. "Bukannya dari tadi kak Ecy yang berisik mondar-mandir kayak setrikaan?"

Kak Ecy menghela napas pelan dan menatap aku penuh bimbang. "Beberapa hari ini kakak nggak liat Hansa deh, dek"

Ow. Ow. Ow. Jadi kakakku sekarang lagi galau toh.

"Kali aja lagi sibuk, kak" kataku sembari mengerjakan tugas kuliah kembali.

"Biasanya nggak gitu, dek. Sesibuk apapun dia tetep aja hubungi kakak"

Aku kembali menghadap kak Ecy. Menatapnya penuh selidik. "Bukannya kakak benci ya sama Hansa. Atau jangan-jangan...?"

Pertanyaanku membuat kak Ecy gelagapan. "Nggak kok. Mana mungkin kakak jatuh cinta sama cowok bocah dan berisik kayak dia!!" sungutnya.

Ya, Hansa itu sejenis cowok berisik dan alay kalau suka sama cewek. Sahabatan dengan Hansa sejak kecil membuatku hapal kelakuannya luar dan dalam.

Sikapnya selalu sok cool didepan cewek-cewek lain. Tapi kalau berhadapan dengan kak Ecy yang galak, Hansa berubah menjadi cowok alay dan berisik.

Btw, itu anak kemana ya? Udah hampir seminggu nggak nongol-nongol.

"Dek, lo kok diam sih?"

Tiba-tiba pintu kamarku terbuka lebar dan menampilkan sosok kakakku yang rentan galau. Tanpa berkata apa-apa kakakku yang satu itu langsung rebahan disamping kak Ecy yang tengah tengkurap diatas kasur.

"Ngapain lo?" tanya kak Ecy.

"Bete gue dikamar. Nggak bisa nonton drakor" celetuknya.

Kontan toyoran mendarat dikepala kak Melo. "Drakor mulu, lo" cibir kak Ecy.

"LECY! BISA NGGAK SEHARIII AJA NGGAK NOYOR GUE? KALO GUE JADI LEMOT GIMANA, HAH?"

"Yeee. Dasar situ aja emang udah lemot dari sono-sononya. Pantesan ditinggal kawin Troy"

"Kayak elo nggak ditinggal aja" balas kak Melo.

Aku cuma bisa cengo' melihat pertikaian mereka yang gila lelaki. Dan akhirnya, peperangan tak bisa dielakkan. Segala macam bantal dan guling menjadi tumbal keganasan mereka.

BRAAKKK!!

Pintu kamarku lagi-lagi terbuka. Kali ini yang muncul adalah mama. Mereka berdua kontan menghentikan peperangannya.

"ECY! MELO! KALIAN INI APA-APAAN??"

"Melo duluan nih, Ma"

"Ih. Kok gue sih? Ecy duluan nih, Ma" balas kak Melo tak terima.

"Sudah-sudah kembali ke kamar masing-masing"

Mama kemudian beralih menatapku. "Adek ikut Mama"

Aku mengangguk dan mengekori mama dari belakang. Tapi sebelum keluar dari kamar aku menyempatkan diri melihat mereka berdua yang masih saling menyalahkan.

"Sebelum keluar, beresin kamar gue dulu ya kakak-kakak cantik" ucapku sebelum mengikuti mama.

———


Disepanjang jalan menuju rumah Nimo, tak henti-hentinya aku berkomat-kamit. Sebenarnya tuh ya aku malas banget ketemu sama monyet sialan satu itu.

Tapi mau gimana lagi? Sebagai anak yang berbakti aku kudu nurut sama mama buat nganterin oleh-oleh khas Medan untuk tante Ferlin. Katanya sebagai tanda rasa terima kasih sudah menjagaku kemarin malam.

"Assalamu'alaikum" teriakku begitu tiba didepan rumah tante Ferlin.

Nggak ada jawaban. Pada kemana sih?

"Assalamu'alaikum"

Cklek.

Pintu terbuka sedikit dan menampilkan sosok Nimo dengan wajah kusut. Sepertinya baru bangun tidur. Dasar kebo, kerjaannya molor mulu!

"Ngapain lo kesini?" tanyanya jutek.

Idih. Ini anak kenapa coba? Kemarin malam aja baik banget, pake segala nenangin aku sewaktu petir gila-gilaan. Lah sekarang? Kayak wewe gombel lagi datang bulan. Nyeremin!

"Tante Ferlin ada?" tanyaku datar.

"Nggak ada"

"Kemana?"

"Mana gue tau" jawabnya masih nyolot.

Aku menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Sabar, sabar, orang sabar di sayang Angkasa. Hihihi.

"Nih," aku mengulurkan bungkusan kearahnya.

"Apaan nih?"

"Lo liat aja sendiri"

"Kok lo nyolot sih?"

Idih. Ini anak benar-benar!

"Bilang sama tante Ferlin, terima kasih. Okey?"

Tanpa perlu menunggu jawabannya, aku langsung cabut. Namun siapa sangka, si monyet sialan malah menarik tanganku.

"Apa lagi sih?" tanyaku mencoba menahan emosi.

"Lo mau kemana?"

Astaga. Ini anak benar-benar minta ditelan!

"Gue mau pulanglah" kataku sembari melepas cekalan tangannya.

"Oh. Yaudah"

Setelah mengatakan itu si monyet sialan menutup pintunya rapat-rapat dan meninggalkan aku yang sedang terbengong-bengong.

Kurang ajar!

"Nana," panggil seseorang.

Aku menoleh cepat. Disana, pujaan hatiku tengah tersenyum lembut. Seketika kekesalanku yang tengah diambang puncak menguap begitu saja.

Aih. Angkasaku. Mood booster banget deh. Hihihi...

"Hai," sapaku riang sembari melesat menghampirinya.

Angkasa lagi-lagi tersenyum manis. "Ngapain dirumah Nimo?"

"Ah," aduh, aku kudu ngomong apa coba?

"Itu, mm... nganter pesanan mama buat tante Ferlin"

"Oh," Angkasa terkekeh pelan. "Mau jalan-jalan, nggak?"

"Ha?"

INI DEMI APA ANGKASA NGAJAK GUE JALAN-JALAN??

"Buruan, gih. Ganti pakaian," ucapnya sambil mengacak rambutku.

Tanpa perlu disuruh dua kali, aku langsung berlari-lari kecil menuju rumah. Hatiku berbunga-bunga dan perutku serasa digelitikin ribuan kupu-kupu.

AKU-MAU-JALAN-JALAN-SAMA -ANGKASA.

Aseeek.

Begini ya yang namanya jatuh cinta? Bikin nagih. Hihihi...


———

BananaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang