Banana -17

7.5K 772 24
                                    

Nimo

Rasanya hati gue lega setelah jujur dengan Banana. Kalau gue cinta sama dia dari dulu, sekarang dan nanti.

Sebut gue lebay tapi begitulah yang gue rasain. Bukan karena gue baru menyadarinya tapi gue terlalu takut untuk memulai semuanya dari awal.

Mengingat perlakuan gue ke dia yang kurang baik selama ini. Belum lagi tentang insiden valentine beberapa tahun lalu. Gue terlalu takut... takut dengan kenyataan bahwa perasaan Nana ke gue berubah.

Dan itu terbukti semenjak kedatangan tetangga baru disebelah rumah gue. Namanya Angkasa, cowok cina pindahan dari Ausie.

Nana gue yang polos mendadak centil setiap kali bertemu dengan Angkasa. Awalnya gue khawatir tapi lama-kelamaan kekhawatiran itu hilang setelah mengetahui bahwa Nana masih menyimpan perasaan itu untuk gue.

Entah sadar atau nggak, Nana melakukan itu demi menarik perhatian gue. Dan sengaja bikin gue cemburu, gue akui Nana telah berhasil bikin gue cemburu.

Gue cemburu setiap kali Nana menyapa Angkasa dari balkon kamarnya. Dan itu hampir setiap pagi dilakoninya. Dan hampir setiap pagi juga gue selalu menggagalkan benih-benih cinta yang bakal berkembang itu.

"Selamat pagi, Angkasa"

"Selamat pagi, Banana"

Gue selalu mengintip dari balik jendela. Sebelum Nana melancarkan aksi tebar cintanya, gue langsung keluar dari persembunyian.

"Uhuk. Uhuk" gue pura-pura batuk waktu itu agar mengalihkan tatapan memujanya dari Angkasa.

Sumpah. Gue nggak rela setiap kali Nana menatap cowok lain seperti itu.

"Selamat pagi, Angkasa"

"Selamat pagi, Ban"

Nggak butuh waktu lama, Nana segera menoleh dan melototi gue dengan sewot. Salah satu ekspresi yang paling gue sukai dari Nana.

"Ban. Ban. Lo pikir gue ban" sungutnya waktu itu.

Gue mengangkat satu alis. "Loh bukannya nama lo banana, ya?"

"Tapi nggak manggil gue ban juga keless"

Gue selalu senang bikin Nana sebal. Semakin dia sebal ke gue maka hari-harinya bakal dipenuhi pikiran tentang gue. Dan nggak ada celah sedikitpun untuk Nana mikirin cowok lain.

Sampai-sampai suatu hari, gue sengaja ngikutin dia ke mall yang sedang ngadain diskon besar-besaran. Gue selalu mencari tau apa yang akan dia lakukan. Dan gue berhasil meyakinkan sahabatnya Ery, dan jadilah Ery mata-mata buat gue.

Gue senang melihat ekspresi Nana yang bete waktu gue sama Chery. Gadis gue itu ternyata cemburu sampai-sampai dia keluar dari toko dengan tampang masam.

Tanpa disadarinya, gue mulai mengikutinya dari belakang. Gue tau, sepanjang jalan mulutnya komat-kamit menyumpahi gue dengan segala macam hal.

"Lo mau kemana?" tanya gue begitu langkah gue sejajar dengannya waktu itu.

"Bukan urusan lo"

Diam-diam gue mengulum senyum. Saat itu gue menikmati ekspresi cemburunya. Dan menurut gue Nana... sangatlah manis.

"Muka lo jelek amat"

"Biarin"

Walaupun sikapnya cuek dan masa bodo ke gue tapi gue yakin, hatinya bertentangan dengan sikapnya. Karena rasa nggak pernah bohong!

Dan perdebatan pun berlanjut. Sampai gue memutuskan untuk mengajaknya makan. Gue tau, gadis gue itu dari kecil pecinta kuliner.

"Cewek lo mana?" tanyanya yang baru menyadari gue sendirian.

BananaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang