Epilog

11.2K 790 90
                                    

Selamat pagi matahari.

Selamat pagi dunia.

Selamat pagi seseorang yang tidur disebelahku.

Hihihi.

Aku menilik setiap inci wajah pria yang berhasil mengalihkan duniaku selama bertahun-tahun ini.

Dia cinta monyetku. Dia cinta semasa remajaku. Dia cinta pertamaku. Dan dia cinta terakhirku.

Nimo.

Bocah tengil semasa kecilku. Cowok songong semasa remajaku. Pria brengsek semasa dewasaku.

Ingatanku melayang pada kejadian setahun yang lewat. Kejadian yang membuatku resmi menjadi kekasih halalnya.

Setelah melalui tahap lamaran yang biasa aja. Bukan di hotel berbintang lima, bukan juga di taman yang penuh dengan lilin-lilin berbentuk love.

Walaupun begitu, itu lamaran yang paling romantis yang pernah aku ketahui. Dan lamaran terindah yang terjadi dalam hidupku.

Malam itu, aku berpikir, harapan dan perasaanku akan berakhir saat itu juga. Aku ingat, betapa lebaynya aku saat itu, hujan-hujanan hanya gara-gara patah hati melihat posting-an bang Dino di instagram.

Posting-an itu, poto sebuah rumah bertuliskan 'to my future wife'. Rumah yang aku pikir untuk Jasmine, si model cantik nan terkenal penggila Nimo. Tapi sekarang, rumah itu menjadi milikku dan Nimo.

Hhh.

Jasmine.

Wanita itu, sebenarnya baik. Namun terkadang, sifatnya yang terlalu kekanakan membuatku suka illfeel sendiri.

Gimana nggak illfeel coba? Bayangin, hari itu... hari resepsi pernikahanku. Acaranya terlalu meriah karena orang-orang terkenal dari segala penjuru dunia ikut hadir.

Dan disaat itulah Jasmine beraksi, wanita itu datang dengan pakaian bak wanita punk rock jalanan. Make up supertebal yang sudah luntur akibat kebanjiran airmatanya.

Wajah cantiknya penuh lunturan maskara. Bibirnya berlipstikan warna hitam. Dan rambutnya awut-awutan.

"Kamu tega ninggalin aku kayak gini. Apa kurangnya aku dari perempuan itu" ujarnya sambil memeluk Nimo saat itu.

Kalau saja acara itu nggak terlalu ramai, aku bakal smack down itu perempuan. Tetapi, niat tinggal niat, dengan berat hati aku merelakan Nimo dipeluk-peluk.

Cup.

Lamunanku buyar seketika, Nimo mencium pipiku singkat. Aku menatap wajahnya yang masih menutup mata.

"Good morning"

Aku membalas mengecup bibirnya sekilas. "Good morning"

Tubuhku diraihnya dan semakin memisahkan jarak yang ada. Seketika yang didalam sana bergerak menendang-nendang.

"Ups" Nimo membuka matanya dan menatapku penuh kelembutan. "Jagoan kita kayaknya cemburu"

Aku tertawa pelan dan semakin menenggelamkan wajahku di dada bidang Nimo. Aroma khas Nimo seketika menyeruak di indera penciumanku.

"Sayang, mau makan apa?"

Aku menggeleng pelan. "Nggak mau makan. Mau peluk kamu aja"

Nimo terkekeh mendengar ucapanku. Tangannya tergerak mengelus punggungku dan lama-lama rasa kantuk pun menyerang.

Baru aja mau memejamkan mata, tiba-tiba tubuhku sudah melayang. Rasa kantuk yang menggila langsung lenyap begitu saja.

"Nggak baik tidur pagi-pagi. Mandi dulu, kita sarapan, terus jalan-jalan"

BananaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang