Menu 2: Wicked!

67.1K 5.8K 130
                                    

Ahay, bisa update juga bisa dibayangkan betapa banyak waktu luang yang author punya, semoga suka yaa!

Pintu besi itu dibuka oleh Dewa dengan kasar, aku jelas bisa mendengar suara terkesiap dari seluruh penjuru ruangan. Dewa terlihat menyisir seluruh penjuru dapur dengan seksama, seakan mengerti semua kitchen staff berbaris rapi distation masing-masing.

Beberapa bermuka tegang, padahal mereka semua sudah berpakaian rapi dan lengkap. Dewa menggedikkan kepalanya kepadaku, ia menyuruhku untuk terus mengikutinya bukan hanya diam saja. Aku sangat malu, dibanding mereka pakaianku terkesan amat urakan, Dewa menggulung lengan double brested jacketnya dan aku cukup terkejut saat mengetahui ia memiliki tato yang hampir memenuhi lengannya, dengan cepat kutundukkan wajahku agar ekspresi tidak sopan itu tidak perlu Dewa lihat.

"Ini Maia, dia bakal kerja disini, hari ini saya kasih kesempatan untuk lihat kinerja kru kita, seperti biasa, only the best that acceptable, konsisten! Work hard everyone!" Suara Dewa menggema di seluruh penjuru ruangan, aku tidak menyangka ucapannya yang irit itu membuat perbedaan yang besar bahkan pada diriku sendiri.

Dengan telunjuknya dewa menyuruhku duduk disebuah kursi plastik disudut ruangan, aku mulai merogoh tasku untuk mengeluarkan buku catatan. Kulihat dewa mengikatkan neckerchief berwarna merah dan berbicara dengan seseorang, sepertinya ia sous chef aku juga belum tahu pasti.

Semuanya terlihat menyiapkan kebutuhan masing-masing dengan amat rapih dan teratur, hanya ada seorang pria berbadan kurus yang sedari tadi mondar mandir mengisi botol para kitchen staff dan mengupas kentang tanpa henti.

Saat pesanan mulai masuk secara konstan semua bergerak, banyak teriakan dimana-dimana. Aku tidak menyangka kalau didapur profesional bisa jadi sesibuk ini, dan anehnya lagi bagaimana mereka bisa melakukannya dengan amat tenang serta teroganisir? Tidak ada yang diam, semua tangan bekerja secara efisien.

"Aku butuh saus inggris!"

"Ravioli meja satu sudah siap?!"

"Aku sedang mengerjakan sup consome!"

"Awas sup panas!"

"Aku bawa pisau tajam."

Teriakan demi teriakan seakan tidak berhenti, aku bahkan tidak tahu apa yang harus aku catat. Kupandangi notesku yang masih putih bersih, mungkin yang harus benar-benar aku catat adalah 'jangan lupa banyak minum jika tidak ingin pingsan dan suaramu habis' atau mungkin 'jangan pernah merasa lelah sama sekali'.

"Chef, ada yang minta pesanan steaknya diulang dia bilang ini bukan medium." Salah seorang wait staff berbicara pada Dewa.

"Ini medium! Semua yang keluar dari dapur sudah saya cek!" Dewa terlihat tidak sabar.

"Tapi orangnya memaksa chef, sudah saya jelaskan tadi." Muka wait staff itu berubah jadi pias.

"Siapa dia? Masih muda?"

"Iya, sepertinya kisaran 20 tahun?"

"Sering makan disini?"

"Sepertinya baru pertama kali"

"Dia pakai baju apa?"

"Kemeja kotak-kotak dan celana jeans"

"Datang sama pacar?" Dewa menanyakannya sambil mengecek semangkuk pasta yang diberikan oleh line chef.

"..Iya??" Jawab wait staff itu ragu-ragu

"Bilang sama dia, tunggu 10 menit lagi."

Segera setelah Dewa memerintahkan itu, waitt staff pergi keluar dapur. Bahkan ditengah sedikit masalah tadi tidak ada satupun line cook yang kehilangan ritmenya, mereka tetap menyiapkan menu setenang mungkin, berarti aku harus mencatat juga 'Jangan panik'

Sweet BlackoutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang