Pemandangannya hampir sama seperti saat aku menginjakkan kaki disini. Perabotan dan kitchen counter mengkilat sepanjang mata memandang.
Hanya ada satu sosok yang kukenali dengan baik, alfi berdiri dipojokan dengan cara berdirinya yang aneh. Ia tersenyum tipis padaku yang mengekor dibelakang Dewa.
"Do you want introduce yourself?", pertanyaannya lebih terdengar seperti perintah.
Aku berusaha tidak terlihat gugup, kubenamkan kuku jari telunjukku kuat-kuat di telapak tangan.
"Ah, nama aku Maia, mohon kerja samanya", ujarku canggung.
Untuk sesaat aku terdiam karena tidak ada respon apapun. Kugaruk pipiku dengan gugup.
"Aku Jake, frirutier", seru suara riang didepanku.
"Aku Adam, poissonnier atau fish chef,nama dia jaka bukan jake, dia fry chef", Sambung pria disamping orang yang mengenalkan diri sebagai jaka tadi.
"Aku Tiya, rotisseur, steak?, roast?, its my specialty", perempuan setengah baya itu tersenyum padaku.
"Aku entremetieur, oh maaf nama aku Mala, vegetable chef", aku bersumpah ia cantik sekali.
Sekarang tinggal Alfi yang belum mengenalkan diri, ia melengkungkan bibirnya dengan aneh padaku. Kubalas dengan senyuman manis.
"Hai Maia..", kini ia tersenyum lebar.
Aku hampir mengangkat tanganku untuk melambaikan tanganku kecil pada Alfi, tapi tatapan dingin Dewa pada kami berdua membuatku mengurungkan niat itu.
"Maaf, aku alfi, tournant..Uhm..Roundsman..", Suara alfi makin mengecil karena intensitas tatapan Dewa.
"Aleksey, pattissier off hari ini, kamu bisa ketemu dia besok", jelas Dewa datar.
"Welcome to the crew, aku Erwin, sous chef disini", pria itu seperti diawal tiga puluhan, yang pasti ia terlihat lebih hangat daripada Dewa, jika Dewa memakai necktie merah ia memakai necktie biru.
"Enough for that, like always, only the best is accepted, work hard guys, let's roll!", Dewa berteriak dengan keras.
"Yes chef!!", aku tidak kenapa aku ikut berteriak begitu, yang pasti semangatku ikut terpompa.
Kini perhatian Dewa sudah sepenuhnya teralih padaku. Mata kelamnya memandangku tajam.
"Do what alfi do, go"
Sudah hanya itu, ia lalu pergi dan berbicara dengan Erwin. Kuberikan tatapan memelas pada Alfi, ia langsung menyambutku dengan senyuman lebar.
"You dont get fired dont you?", ucapku mencoba berbasa-basi.
"Yup, chef is good guy all along, yuk ikut aku ke chiller".
Kuikuti dengan patuh langkah alfi, kami masuk kedalam chiller. Ia berjalan menuju rak paling pojok dan menggeret sebuah kotak besar dan membukanya.
Alisku sedikit naik, tapi alfi hanya terkekeh kecil. Kupandangi ia dengan bingung.
"Kentang?", tanyaku penasaran.
Mataku tetap terpaku pada kotak besar berisi kentang, amat sangat banyak kentang.
"Yup!, kita harus kupas dan potong sebelum jam makan siang, abis ini bawang merah, bawang putih, bawang bombay.."
"Wait, wait, wait, cut iit!!, just, lets do this okay..", seruku gugup.
Alfi malah tertawa, ia mengangsurkan vegetable peeler padaku dan mulai mengupas kentangnya.
Kalau hanya mengupas kentang aku sudah biasa, yang aku belum kuasai itu mengupas kentang secara cepat. Alfi bisa mengupas sebuah kentang besar dibawah tiga puluh detik, ia cukup baik mengajarkanku dengan sabar teknik yang cepat dan benar untuk mengupas kentang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Blackout
ChickLitMaia Herra, Food blogger terkenal, terpaksa harus mengikuti keinginan Papinya untuk bekerja di Restoran terkenal milik teman ayahnya, Head Chef yang sangat galak. Dewa santoso, Head Chef sekaligus pemilik restoran Gold Feather, tidak pernah percaya...