Dewa mengetuk-ngetuk mejanya dengan tidak sabar, sementara aku hanya diam menunduk, menolak untuk menatap mukanya secara langsung.Kami terlibat dalam perdebatan yang sengit tentang harus dimasak seperti apa sea trout itu. Ia yang kebanyakan mengusulkan ide, ini sudah resepnya yang kelima-semua aku tolak dengan alasan uncle Tony tidak akan menyukai itu.
"Its useless, aku nggak akan ngelanjutin diskusi amatir ini", Ucap Dewa dingin.
"What?, well whatever mister grumpy cat!!", Teriakku dengan kesal.
Aku buru-buru keluar dari ruangan Dewa, kupandang ia dengan sengit untuk terakhir kali dan menutup pintunya dengan kasar. Awalnya percakapan kami berjalan lancar, ia bahkan terus memegang tanganku tanpa canggung, percakapan mulai memanas saat kami mendiskusikan resep sea trout. Kami berselisih pendapat dan kepala kami sama-sama mudah panas.
Aku melirik kebelakang, setengah berharap Dewa akan mengejarku dan meminta maaf, tapi hal itu tidak akan terjadi. Setengah marah aku kembali membuka pintu ruangannya dan berteriak dengan amat keras.
"Udah aku bilang kalau sea trout paling cocok pakai chorizo!!"
Aku langsung berlari keluar setelah mengucapkan itu.
******************************
Sekarang sudah hari sabtu, itu berarti sudah dua hari berlalu sejak terakhir aku bertemu Dewa. Aku masih menolak untuk bertemu dengan dia, seperti sekarang. Tanpa melirik mukanya sama sekali, aku terus bermain game dihandphoneku.
Tidak biasanya ia datang sebelum jam sembilan untuk menjenguk papi, dan sekarang masih jam delapan. Ia duduk disamping Papi sambil mengobrol sementara aku lebih memilih untuk duduk di teras belakang ruangan papi, yang mengarah langsung pada pohon kersen-sungguh kami beruntung mendapatkan ruangan seperti itu.
Aku bersandar dengan malas pada sekat besi pembatas antar ruangan dan masih terpaku pada handphoneku, aku mulai bosan bermain game dan sekarang bolak-balik membuka instagram dan menutupnya lagi. Biasanya jika Dewa datang aku akan berpakaian lebih sopan, tapi sekarang aku sedang malas, aku hanya memakai high waist short dan sleeveless shirt berbahan rajut.
Suara gaduh didepan ruangan Papi membuatku penasaran, hanya ada satu orang didunia ini yang bisa seceroboh menendang rak sepatu kecil didepan ruangan.
"Reuben!!", aku berteriak girang.
Ia sekarang telah mencat rambutnya menjadi pirang dan telah lebih tinggi dari terakhir kali kuingat, ia melambaikan tangan padaku dan langsung memelukku erat, badanku hampir diangkatnya jika aku tidak berteriak kecil.
"Kapan balik?", tanyaku masih tersenyum lebar.
"Baru tadi sore, langsung kesini, aku kaget om Hari kecelakaan", Jawab Reuben cepat.
"Nggak sama tante Mira?"
"Iya Mamah nggak bisa pulang, sibuk terus", dari nada suaranya ia jelas mengeluh.
Reuben adalah tetangga kami, bisa dibilang ia temanku sejak kecil, keluarga kami amat dekat. Malah papi sering bilang kami lebih mirip kakak beradik ketimbang aku dan Dino sendiri. Ia pindah ke Kanada karena Ibunya-tante Mira, pindah kerja dan ia melanjutkan kuliah disana.
Dewa menatapku dengan tajam saat aku berbincang akrab dengan Reuben, ia hanya berpaling saat Papi berbicara sesuatu. Harusnya ia tidak punya alasan untuk tidak menyukai Reu-panggilanku pada reuben. Aku mengenal Reu lebih lama dari pada aku mengenal dia, lagipula terakhir kali aku dan Reu bertemu adalah setahun yang lalu .
"Maaf tan baru bisa jenguk, kemaren-kemaren aku lagi ujian", Ujar Reu sambil mengangsurkan paket buah pada Mami.
"Gapapa, Omnya juga udah sehat, malah tante nih ngerepotin, kan jauh naik pesawat dulu", Jawab Mami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Blackout
Chick-LitMaia Herra, Food blogger terkenal, terpaksa harus mengikuti keinginan Papinya untuk bekerja di Restoran terkenal milik teman ayahnya, Head Chef yang sangat galak. Dewa santoso, Head Chef sekaligus pemilik restoran Gold Feather, tidak pernah percaya...