"Aku rasa biarin aja Maia yang cek, dia satu-satunya orang yang chef kenal baik, aku rasa chef nggak akan marah", usul Mala serius.
Kami masih berkumpul di dining room, Dewa belum juga keluar dari ruangannya dan itu membuat kami semua khawatir.
Erwin memijat puncak hidungnya perlahan, ia kelihatan sedang berpikir keras. Jika tidak ada Dewa memang ia yang memimpin kami, lagipula ia yang paling bijak disini.
Sebisa mungkin kami berbisik pelan, takut kalau-kalau Dewa mendengar obrolan kami. Semuanya tahu kalau masalah seperti ini adalah privasi bagi individu masing-masing.
Aku sendiri lebih banyak diam, berusaha mencerna semua informasi yang masuk kedalam kepalaku secara tiba-tiba.
Tidak ada hal yang bisa kupikirkan saat ini, aku tidak tahu harus berbuat apa jika bertemu Dewa nanti. Aku masih belum bisa memutuskan sikap.
"Mai, gimana kamu mau?", tanya Erwin.
Aku rasa Erwin maklum saat aku tidak menjawab
"Kita semua pulang aja dulu, mungkin ini diluar teritori kita untuk ikut campur", Lanjut Erwin.
Langsung terdengar desahan kesal dari segala penjuru, Jaka langsung berdiri dan pergi terlebih dulu. Mungkin mereka kesal karena tidak bisa melakukan apapun.
Meskipun Dewa galak tapi semua jelas tahu ia Head Chef yang baik.
Kukemasi tasku dan menaikkan kursiku saat Erwin menarikku untuk berbicara disudut ruangan.
"Apa yang kamu takutin?", tanya Erwin menatapku lurus.
Kuusap lenganku canggung, aku tidak tahu harus menjawab apa.
"Aku pikir Dewa butuh sendirian dulu", jawabku asal.
"Kita semua pikir kamu pacarnya", Timpal Erwin lugas.
"Bukan berarti aku harus ikut campur kan?", tambahku putus asa.
"Aku tau kamu takut dengan informasi yang baru kamu dapat tadi, kalau kamu takut, mungkin chef lebih takut dengan opini yang sekarang berputar dikepala kamu. Dia butuh bantuan, bukan dari aku, bukan dari yang lain", ucap Erwin berusaha tenang.
"Aku bingung harus bilang apa sama Dewa nanti..", jawabku dengan nada goyah.
"Kamu tau Maia?, tanpa kamu sadari kamu udah rubah chef secara signifikan", Mata Erwin menerawang jauh, "Secara personal, aku nggak kenal dia baik, nggak ada yang kenal dia cukup baik, but there's no doubt he a good leader. Dia jaga wilayah teritori dia yang selama ini nggak bisa orang lain sentuh"
Kutundukkan kepalaku dalam-dalam, tidak kusangka Dewa meninggalkan impresi yang baik pada seluruh kru yang ia nahkodai.
"Kita semua cukup kaget waktu tau Chef rutin antar jemput kamu, karena kita tau dia bukan tipe orang yang mau buang-buang waktu untuk hal kayak gitu"
"I-iya?, aku, aku nggak tau..", jawabku terbata-bata.
"Jadi sekarang kamu mau apa?", tanya Erwin lugas.
Kunaikkan kepalaku, Dewa sudah melakukan banyak hal untukku, bahkan hal yang tidak pernah ia suka, hanya karena aku memaksa.
Ia hampir melakukan semua yang ia bisa untukku, tidak pernah berteriak padaku selain didapur dan selalu memelukku lembut saat aku membutuhkan itu.
Aku merasa menjadi orang yang sangat brengsek karena sudah hampir menyerah dengan apa yang baru terjadi, Dewa sudah bercerita semuanya, ia tidak berusaha menyembunyikan apapun dariku.
"Aku naik keatas sekarang", ujarku cepat.
Kubisikkan ucapan terimakasih sebelum aku benar-benar berjalan cepat menaiki tangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Blackout
Chick-LitMaia Herra, Food blogger terkenal, terpaksa harus mengikuti keinginan Papinya untuk bekerja di Restoran terkenal milik teman ayahnya, Head Chef yang sangat galak. Dewa santoso, Head Chef sekaligus pemilik restoran Gold Feather, tidak pernah percaya...