Erangan frustasi keluar dari mulutku tanpa benar-benar kusadari, mata Dewa sempat mengerling cepat. Tanpa harus ia bilang pun aku tahu jika ia sedang menghitung dalam hati kira-kira akan berapa lama lagi sebelum ia memutuskan kegiatan yang menurutnya keluar-dari-definisi-bedrest itu harus berhenti.
Karena sudah terlalu banyak sampah-sampah kertas yang berisi resep-resep gagal, aku jadi sudah tidak menghitung lagi ini resep yang keberapa-yang kemungkinan besar akan gagal juga. Aku sudah bertekad untuk membantu Dewa, dan aku tidak akan berhenti karena apapun.
"Maia, aku udah capek-capek bikin French Toast sesuai sama resep yang kamu tunjukin dari 9gag atau apalah itu, dan aku harap kamu fokus sama sarapan kamu sekarang"
Suara baritone Dewa membawaku kembali kedunia nyata. Kupandangi French Toast yang mulai mendingin, aku bersumpah, tadinya aku sangat ingin makan ini lebih dari apapun sampai-sampai aku merengek pada Dewa agar ia mau membuatkannya untuk sarapan kami berdua. Tapi sekarang selera makan itu telah hilang sama sekali, aku tidak lapar, jika harus makan pun aku tidak mau makan French Toast.
"Aku kok nggak laper ya?"
Tepat setelah aku mengucapkan itu, saat itu pulalah Dewa menaruh garpunya dengan kasar-membentur piring cukup keras. Suaranya langsung membuatku terlonjak karena kaget, tengkukku terasa tegang.
Mata kami sempat bertemu sesaat, mungkin ini pertama kalinya setelah kami menikah Dewa menatapku sedingin itu. Memang salahku juga sih.
Kupandangi wajah Dewa takut-takut, ia masih belum mengucapkan apapun, tapi dari sorot mata kelamnya,aku tahu ia sangat kesal padaku.
Namun, bukannya marah, Dewa malah mengambil napas dalam-dalam sebelum beranjak dari kursinya dan pindah untuk duduk disampingku. Ia mengusap dagunya perlahan lalu mengambil garpu dari tanganku.
"Aku suapin, nanti kalo udah selesai aku siapin obat kamu", bujuknya dengan suara lembut.
Karena terkesima, aku menurut saja untuk membuka mulut saat ia menyodorkan potongan besar French Toast didepan mulutku. Sejujurnya French Toast ini enak sekali, aku jadi sedikit menyesal karena sempat menolak untuk memakannya tadi.
"Nanti siang kamu mau makan apa?", tanya Dewa sembari menyuap French toast kemulutnya sendiri.
"Katanya Mami mau ngirim Rendang.", kalau aku tidak salah ingat.
"Makan, minum obatnya, biar cepet sembuh."
"Iya Chef, iya."
"Aku nggak pernah suka kalau kamu panggil aku begitu selain didapur"
Mataku berkedip beberapa kali, aku mengucapkannya hanya karena kebiasaan, well, kami lebih banyak menghabiskan waktu didapur ketimbang dirumah. Chef jadi semacam panggilan untuknya yang paling familier diotakku.
"Yaudah nggak sayang, abis kamu baru bilangnya sekarang."
"Aku mungkin pulang malem hari ini"
"Jam berapa?"
Raut wajah Dewa menunjukkan wajah yang tidak yakin untuk sebentar, ia menatapku cukup lama sebelum kembali menyuapkan potongan terakhir French Toast.
"Jam 1 mungkin?, ada yang harus aku diskusiin sama Erwin"
"Aku tidur sama siapa entar?, Erwin aja suruh kesini", usulku setengah kesal.
"Ini masalah kerjaan Maia, nggak mungkin kita omongin selain di Gold Feather"
"Aku nyusul kamu kalau gitu!"
"We are not gonna talking about this, not anymore. My word is an order sweetie, get used to it."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Blackout
ChickLitMaia Herra, Food blogger terkenal, terpaksa harus mengikuti keinginan Papinya untuk bekerja di Restoran terkenal milik teman ayahnya, Head Chef yang sangat galak. Dewa santoso, Head Chef sekaligus pemilik restoran Gold Feather, tidak pernah percaya...