Menu 18 - Konfesi

46.3K 3.9K 20
                                    

Tanpa sadar sudah kugigiti kukuku sampai berdarah. Masih kupandangi lekat-lekat color changing cake yang telah kusempurnakan lagi.

Harusnya jika aku ingin merasa ragu sekarang bukan waktu yang tepat. Pertengahan bulan ini kompetisi akan digelar, aku tidak punya waktu banyak untuk mengutak-atik resep dan tidak mungkin kuganti lagi.

Entah kenapa rasa percaya diriku kemarin-kemarin seakan menguap begitu saja. Aku akan sangat bersyukur jika tidak harus bertemu dengan Nisha setidaknya sampai kompetisi nanti.

Kuremas dengan kesal lembaran kertas dinotesku. Sekarang sudah jam tiga pagi dan aku sudah menenggak habis tiga cangkir kopi hitam tanpa gula.

Merasa tidak punya pilihan lain, kurapihkan dapur kecilku dan pergi kekamarku dengan perasaan tidak puas.

Sekali lagi kukirim pesan singkat pada Dewa. Tidak biasanya aku mengirim ia pesan singkat dini hari seperti ini, aku hanya merasa terdesak.

Tanpa ragu kesentuh simbol kirim dilayar smartphoneku. Aku ragu ia akan membalas, tapi aku harap ia akan mengerti.

'Pagi ini bisa jemput aku?, aku mau peluk kamu..'

*****************************

Tidak sabar, kuketuk-ketukkan jari-jariku pada sandaran kursi. Papi, Mami dan Dino sudah berangkat lima belas menit yang lalu.

Pesan singkat Dewa jelas-jelas mengatakan ia akan menjemputku seperti biasa-tanpa menyinggung sedikitpun tentang pelukan itu.

Sudah habis dua batang granola yang kukunyah kasar. Aku tidak lapar, aku hanya bosan dan gelisah, aku butuh melakukan sesuatu.

Suara klakson dibalik pagar membuat mukaku langsung berubah cerah. Segera kubukakan pagar agar prius Dewa bisa masuk tanpa harus menunggu lama.

Buru-buru kututup lagi pagar itu dan langsung berlari kearah mobil Dewa. Aku hanya ingin bertemu dengannya hari ini.

Tanpa kuduga Dewa lah yang menarikku terlebih dulu dalam pelukannya sebelum aku sadar. Tangannya mendekap badan kecilku itu erat-erat.

"Ada masalah?", tanyanya sedikit khawatir.

"I cant lie, i miss you..", sahutku manja.

"Kita ketemu setiap hari", jawabnya dengan nada datar.

"Aku cuma mau peluk kamu, thats it", ucapku jujur.

Dapat kurasakan wajahku merona. Ajaibnya, semua kegelisahanku semalam menghilang begitu saja. Mungkin aku harus sering-sering memeluknya seperti ini.

"I could hug you for hours", tangannya membelai rambutku lembut.

"I'd love to..And cuddling"

"Yeah, and cuddling", ia bergumam diatas rambutku.

"So can i crash into your place tomorrow?, so i could get grumpy and cuddling with you all day long?", pintaku manja

"Kamu punya kuncinya", jawab Dewa malas.

Aku terkekeh pelan, kutenggelamkan wajahku didadanya dan menolak melepaskan pelukanku dipunggungnya. Rasanya nyaman sekali, aku bisa-bisa ketiduran jika terus seperti ini.

"Ayo nanti kita telat", Dewa mencium keningku lembut.

Selama di mobil aku lebih banyak diam, aku hanya merasa aku bisa menciptakan kreasi yang lebih baik daripada sekedar color changing cake.

Lagipula keunggulannya hanya terletak pada teknik frosting yang tepat. Sisanya?, hanya white cake biasa yang membosankan. Aku harus bisa memberikan efek kejut yang lain.

Sweet BlackoutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang