"Pril, lo nggak ngantuk kan?" Pertanyaan itu terus menerus dilontarkan oleh Al sepanjang jalan. Perjalanan menuju ke rumah memakan waktu kurang lebih 20 menit lagi.
"Nggaak," jawab Prilly.
"Beneran? Jangan tidur lho, sebentar lagi sampai rumah. Bahaya kalau lo tidur di jalan,"
"Kalau tidurnya udah mau dekat-dekat nggak apa-apa kan?"
"Ya jangan juga kaliii, berat!"
"Enak aja gue berat! Mungil gini dibilang berat!" Prilly menjitak helem Al. Nggak guna juga sih, tapi pengen aja jitak kepala si Al.
"Eh Pril,"
"Hmm.."
"Ngomong-ngomong, Tristan itu siapa sih?"
"Siapa ya? Seseorang dari masa lalu gue, mungkin,"
"Kok mungkin sih?"
"Kenapa sih penasaran banget??"
"Ya nggak apa-apa," Al jadi merasa kikuk.
"Masa lalu gue alias mantan!"
"Widiiih, cakep juga lo punya mantan," Entah kenapa Al merasakan perasaan kalau Prilly punya standar tinggi dalam memilih pasangan. Tiba-tiba dia merasa tersaingi. Eh, kok??
"Mantan gue nggak ada yang jelek, semuanya ganteng. Kenapa? Lo mau prospek?" canda Prilly.
"Yee gue serius.., kenapa putus?"
"Kan udah gue jawab... nggak jo-doh!"
"Ya udah kalau nggak mau jawab, nggak nanya lagi," Al melengos.
Prilly tersenyum. "Dunia gue dan dia nggak nyambung aja,"
"Tapi kayaknya dia kelihatan banget masih ngarep tuh?"
"Katanya nggak mau nanya lagiiii," Prilly terkekeh.
"Biarin!"
"Dia memang ngajak gue balikan, tapi belum gue jawab,"
"Ah bisa aja lo ngeledek gue digantungin cewek. Elo sendiri ngegantungin cowok,"
"Gue nggak gantungin dia kok, gue mau jawab, tapi cari waktu yang tepat. Mungkin itu yang Tatjana rasakan ke elo, lagi cari waktu yang tepat!"
"Terus, elo mau jawab apa?"
"RA-HA-SI-A!"
"Zzzz,"
"Nah, kalau elo gue mau tau dong, kenapa lo nggak gampang jatuh cinta?" tanya Prilly.
"Ya karena jatuh cinta itu bukan matematika. Bukan tes TPA, bukan juga tes TOEFL atau IELTS. Jatuh cinta itu nggak bisa diurek-urek pake pinsil 2B trus diapus lagi, nggak bisa dikarang. Jatuh cinta itu ibarat sistem komputer yang keamanannya canggih, udah di default begitu. Susah direset. Kalau bervirus musti dibersihin lama. Ya itulah jatuh cinta buat gue nggak bisa semudah membalikkan telapak tangan. Makanya gue lama kalau PDKT sama cewek, gue harus kenalin dia lebih dalam, mencoba mengerti dia, termasuk menerima yang jelek-jeleknya biar gue nggak gampang ilfeel. Tapi kalau gue udah suka sama cewek ya taruhlah jatuh cinta banget, gue berniat menjaganya sampai awet. Tapi itu kan rencana gue ya, seiring berjalannya waktu tetap gue serahkan pada Allah, begitu...,"
Senyap. Tidak ada jawaban, kecuali punggung Al yang terasa semakin berat.
"Pril?"
Prilly tidak menyahut panggilan Al.
"Pril, lo tidur ya??" Al memelankan laju motornya. Kemudian berhenti lalu mengecek Prilly yang ternyata sudah memejamkan mata. "Yee ni anak gimana sih? Dia yang tanya, dia yang tidur. Dikata gue lagi dongeng kali..,"
YOU ARE READING
Snow In Copenhagen
FanfictionTernyata.. Mengharapkan salju turun di Copenhagen Tidaklah selama seperti aku menunggumu