do you really want me?

1.2K 145 28
                                    

Matahari siang ini cukup terik. Cuaca juga lumayan panas dan bikin gerah. Namun itu semua tidak menyurutkan semangat gerombolan si berat alias Al, Iqbaal, Andoy dan Ricky untuk datang ke Sentosa Island. Hanya demi menemukan Prilly. Padahal petunjuknya cuma 1, patung merlion yang ada di sana. Entah Prilly masih di sini atau tidak. Peduli amat. Pokoknya Al bertekad mengikuti semua permainan yang Prilly berikan padanya.

"Haaaahhh capeeeekkkk," seru Ricky yang tertinggal di belakang. Tubuh gempalnya menyerah mengikuti ritme berjalannya Al dan yang lain. "Istirahat dulu keekk, TOP-an gitu," ujarnya sambil mengangkat jempol.

"Heh, lo kata kita lagi main tap jongkok pake acara Top-an segala. Makanya badan tuh jangan gendut-gendut. Susah kan jadinya?" Ucap Andoy.

"Bodo ah lo dari tadi ngajakin gue berantem mulu sih, Ndoy. Gue nggak ngomong sama luuu.. gue ngomong ama adek kaka itu,"

"Bangkek," biarpun begitu Andoy tetap menghampiri Ricky dan memberinya minum. "Nih minum dulu. Ini tisu. Elap dulu keringet lo,"

Sambil menatap sinis, Ricky mengambil cepat barang yang disodorkan Andoy. Dia meneguk setengah botol minuman dengan cepat. Napasnya masig terengah-engah.

Iqbaal menghampiri keduanya. "Kalau kak Ricky nggak kuat, kakak tunggu disini aja. Kalau disini kan memang mau nggak mau dibiasain jalan kaki." ujar Iqbaal sambil nyengir.

"Emangnya gak ada gitu trem buat ngangkut penumpang kayak di taman safari gitu?"

"Adanya trem buat ngangkut paus terdampar, elu tuh pausnya," ledek Andoy.

"Kampret!"

Andoy tertawa geli. Apalagi melihat posisi Ricky yang sedang duduk di ngejogrog di pinggir trotoar. Membuatnya semakin tampak seperti paus terdampar.

"Ada sih tapi biasanya penuh dan lama. Gimana?"

"Ya udah gini aja," ucap Al memberikan usul. "Kita berpencar. Gue sama Iqbaal. Lo berdua tunggu disini. Nanti kita saling kabari lewat telepon. Janjian dimana gitu,"

"Hah?? Gue nemenin dia?" Andoy menunjuk Ricky. "Ogah ah! Iqbaal aja sama Ricky. Gue ama lo,"

"Yee gimana sih? Yang familiar sama lokasi kan si Iqbaal. Jadi dia yang temenin gue,"

"Lah bro, walau bukan pertama kali ke sini, gue jarang-jarang ke Singapore, ntar gue yang kesasar gimana? Apalagi ada dia nih, makin ngerepotin kan, ck ah."

Al menepuk pundak Andoy. "Please? Kalau kita saling keras-kerasan kayak gini. Gak beres beres nanti, nggak akan lama kok. Kasian juga kan tuh anak orang kalau maksa ngikut ritme jalan kita,"

Andoy melirik Ricky yang masih terengah-engah. Dia sedang mengipasi tubuhnya dengan kertas peta yang dia dapat dari pintu masuk.

"Hhhh, ya udaah ya udah gue disini ama Ricky. Awas lu ya kalau pingsan. Gue gelindingin!"

"Heloo gue juga pingsan milih-milih orang keleus. Ogah ditolongin ama lu mah!"

"Ya udah kalau gitu, mending kita cabut sekarang aja kak, keburu sore." Ajak Iqbaal.

"Oke, kita saling kabari nanti. Kita tinggal ya, be good!"

Al dan Iqbaal pun berjalan menjauh meninggalkan Andoy dan paus terdamparnya.

--

Berkali-kali gadis berambut panjang itu mengecek handphone miliknya. Lebih tepatnya menunggu update dari akun milik Ricky untuk mengetahui perkembangan lokasi terakhir Al dan yang lain.

"Telepon aja kenapa sih?" Gibran menyeletuk mulai gerah dengan sikap Prilly yang menurutnya terlihat egois.

Prilly menatap tajam Gibran. "Kalau nggak suka, nggak usah merhatiin gue."

Snow In CopenhagenWhere stories live. Discover now