cinta itu ajaib..
Ramuan dan mantera rasa yang takkan habis dibunuh masa
Orang bilang kata keramat tersebut percikan keindahan
Tak sedikit pula bertutur cinta menohok menyiksa perlahan
Lalu kenapa ini menyiksa?
Bukan sekali ini.
Aku harap aku mampu, menerima semua penjelasan itu
Tapi nampaknya dunianya terlalu sombong menengok padaku
Guratan pena yang dimainkan oleh tangan Prilly terpapar di atas kertas lembaran dari sebuah buku kecil miliknya. Buku kecil berwarna pink yang sudah sedikit lusuh yang selalu menjadi saksi bisu atas semua perasaan yang dia miliki selama hidupnya. Baik itu sedih, bahagia, kecewa, dan semua perasaan lainnya.
Dia menuliskan itu sambil terisak. Napasnya tersekat menahan mati-matian agar air mata tidak terlalu deras mengalir dari matanya. Tapi ia tak sanggup. Setetes air mata pun jatuh membasahi buku tersebut hingga membuat sebagian tulisan dengan tinta biru itu luber. Prilly menutupnya. Dia mengelap air mata dengan tangannya. Kemudian memasukkan buku tersebut ke dalam sebuah koper yang sudah rapi dengan baju-bajunya. Siap berangkat menemani sang empunya.
Dia keluar dari kamar sambil menggeret koper tersebut. Kim memperhatikan pasrah adiknya itu.
"Prill, lo yakin apa yang lo lakukan ini bisa memberikan ketenangan? Coba pikirkan baik-baik lagi,"
Prilly hanya berhenti sebentar. "Gue berangkat, Kim. Jangan cari gue dulu,"
"Hhh... ya sudahlah, tapi gue cuma minta satu. Walau lo nggak kasih tahu dimana lokasi lo. Please, kabarin gue terus agar gue bisa tenang tahu adik gue baik-baik aja,"
"Iya,"
Kim pun menemani adiknya keluar, menuju taksi yang sudah menunggunya di waktu sesubuh ini. Prilly masuk ke dalam taksi. Di dalam, seorang lelaki melambaikan tangan pada Kim. Kim, walau dengan berat hati, membalas lambaian tangannya.
***
YOU ARE READING
Snow In Copenhagen
Hayran KurguTernyata.. Mengharapkan salju turun di Copenhagen Tidaklah selama seperti aku menunggumu