"Ndoy, kapan pulang?" tanya Kim dari seberang sana.
"Nggak tahu, Kim. Prilly masih belum mau ketemu Al, bingung juga gue,"
"Tapi Prilly baik-baik aja kan?"
"She's fine, tapi sedikit labil."
"Labil gimana maksud lo?"
"Yaa... dia masih bingung sama perasaannya sendiri ke Al, semacam itulah. Di sini juga kita ketemu Tatjana dan Kenny,"
"Hee? Jauh-jauh lo nyebrang ketemunya sama mereka lagi??"
"Lucu kan?" ujar Andoy. "Antara aneh, tapi mungkin ini udah rencana Yang Maha Kuasa, kita ibarat pena yang menari-nari di atas secarik kertas yang sedang Tuhan tulis,"
Kim tertawa mendengar kata-kata Andoy.
"Lo kok ketawa sih?"
"Nggak apa-apa, lo benar banget, hanya sajaa... gue jarang-jarang mendengar kata-kata ajaib itu dari mulut lo,"
"Nggak tahu kenapa, semenjak ada di sini.., eh ralat semenjak gue kebawa-bawa sama masalah Al, Tatjana dan Prilly, mendadak gue jadi pujangga,"
"Hehe. terus.. terus.. lo nggak tanya sama Prilly kenapa dia ragu?"
"Katanya dia takut nggak bisa mingle sama kehidupan Al, cewek-cewek di sekitar Al, dia juga sadar kalau dia jauh dari tipe Al,"
"Ckckck... sudahlah..kalau soal tipe nih, emang gue berencana apa nikah sama duda? Tipe gue kan yang masih bujangan, eh nih buktinya gue mau nikah sama duda. Kita nggak pernah bisa memilih jodoh kan?"
"Lo ngomong deh tuh sama si Prilly,"
"Gimana mau ngomong, Prilly aja nggak kasih tahu gue nomor handphone dia di sana,"
"Sebentar, dia kasih ke gue kemaren,"
"Nggak usah, Ndoy. Nanti kita juga ketemu. Pernikahan gue dipercepat,"
"Lho? Kenapa? Lo nggak hamil kan?"
"Enak aja! Tapi ada perubahan rencana. Hmm... Besok pengumuman kelulusan short course, tapi Coach Jevin sudah megang nama-namanya,"
"SERIUS!?? GUE MASUK NGGAK?" Andoy tak kuasa menahan rasa ingin tahunya.
"Gue belum bisa kasih tahu sekarang lah..,"
"Ya elah Kim! Jangan pelit kenapa sih!"
"Nggak mau! Ya udah, gue cabut dulu ah, ditunggu aja kabarnya! Daah!"
Telepon pun dimatikan.
"Kim!? Kim!? Sialan ini anak malah ditutup lagi teleponnya. Errrh!!"
"Kenapa lo, Ndoy?" tanya Al yang datang sambil menepuk pundak Andoy.
"Eh, eh, nggak.. ini hp gue mendadak eror," Andoy buru-buru memasukkan hp-nya ke dalam kantong.
"Oh..," Al menyeruput kopinya. Mereka sekarang sedang berada di Marina Bay, sedang menikmati pemandangan malam di Singapore. Lampu kerlap-kerlip dan semilir angin yang sepoi-sepoi dengan alunan musik jazz yang menggema di cafe menambah suasana santai makin berasa.
"Jadi, gimana besok, Kak?" tanya Iqbaal.
"Nggak tahu," Al angkat bahu.
"Hmm... kita harus punya deadline, bro." timpal Andoy.
"Bener itu," Iqbaal mengamini. "Bagaimanapun kita nggak bisa terus-terusan ada di sini tanpa informasi apapun. Lagipula, Iqbaal juga kan ada kuliah, Kak. Ini aja udah dua hari bolos. Gimana kalau besok sore kita balik aja ke Indonesia?"
YOU ARE READING
Snow In Copenhagen
FanfictionTernyata.. Mengharapkan salju turun di Copenhagen Tidaklah selama seperti aku menunggumu