"Wuoohh, nggak pernah gue sangka kalau jodohnya si Kim pelatih kita sendiri," ujar Andika alias Andoy seraya melempar tas slempangnya ke atas kasur Al. Di belakang Andoy, Rangga dan Gibran mengikuti. Mereka baru pulang dari menghadiri acara rapat persiapan pernikahan Kim dan Coach Jevin.
"Yoi, kaget banget gue, asli! Mereka kan usianya jauh banget bukan? Lima belas tahun!" ucap Gibran. Dia lalu menyalakan PS4 milik Al dan duduk di sofa kecil depan TV kamar Al. "Maen nggak Rong?" tanya Gibran pada Rangga.
"Ayo,"
"Halaah, kalau soal umur mah jaman segini nggak jadi masalah, itu buktinya si Tatjana, pacaran sama yang bedanya belasan tahun," ledek Andoy menyindir Al.
Yang disindir malah sedang asyik duduk di pintu jendela kamar dengan kameranya. Memainkan lensa tele miliknya. Mengamati pemandangan di luar jendela, mengarah pada rumah Prilly yang sedang ramai oleh tamu yang sedang berpamitan pulang. Terfokus pada 1 wajah jelita yang sedang tertawa pada para tamu di depan halaman, sedang berpamitan pulang.
Al begitu menikmati wajah tersebut dari balik lensanya hingga tak sadar bahwa dia sedang tersenyum bungah. Bahagia bisa melihat Prilly. Meski waktu rapat tadi, dia sudah bertemu, Al belum puas. Rasanya tidak akan pernah puas malah. Terlebih lagi mereka tidak saling menyapa pas bertemu, tidak berbicara hanya tersenyum satu sama lain.
Entah kenapa ciuman semalam membawa mereka berdua ke dalam situasi yang tidak bisa dijelaskan oleh kata-kata. Mereka saling jatuh cinta. Dan sebuah ciuman telah membawa hubungan mereka ke jenjang lebih tinggi. Hanya saja mereka jadi canggung dan malu sendiri jika mengingat kejadian tadi malam. Malu tapi bikin senyum-senyum dan deg-deg serr.
"Bro?" panggil Andoy.
"Astagfirullah, Ndoy! Lu ngapaiiinn di depan lensa gue!? Muka semua isinya! Gue pikir raksasa dari mana!"
"Lu yang ngapain ngeker ngeker sambil senyum senyum gitu? Motret juga gak. Lo lagi ngeliatin apa sih?" Tanya Andoy.
"Bukan apa-apa," kilah Al.
"Coba sini gue lihat," Andoy merebut kamera dengan cepat dan langsung mengarahkan ke arah yang Al tuju barusan.
"Prilly??"
Al menggaruk-garuk kupingnya yang tidak gatal.
"Sini balikin kamera gue," pinta Al.
"Ooohh jadi alasan lo dan si Tristan berantem jadi kenyataan??" Ledek Andoy. Gibran dan Rangga kompak menoleh pada Al dan menunggu jawabannya.
"Ya..kalau memang jadi kenyataan kenapa? Ada masalah?" Tanya Al.
Andoy tertawa kecil. "Ya nggak Al, tapi... apa lo yakin? Bukannya lo aja baru beres urusan sama Tatjana? Dan Kim melarang elo dekatin Prilly karena takut Prilly cuma pelarian dari kekecewaan lo pada Tatjana?"
"Kata siapa Kim melarang gue? Udah nggak lagi kok," jawab Al masih memainkan lensa telenya. Sayang, Prilly sepertinya sudah masuk ke dalam rumah. Raut muka Al berubah kecewa.
"Jadi maksudnya? Lo jadian ama dia?" tanya Rangga.
"Nggak, belum."
"Masih PDKT?"
"Bisa dibilang begitu sih," jawab Al masih duduk di pintu jendela.
"Tapi...hm... bukannya Prilly jauh dari tipe lo? Dia kan agak cupu, kuper, apa lo yakin dia bisa nyambung sama pergaulan lo? Kehidupan lo?" Gibran menyeletuk yang membuat Al menatap gahar padanya.
"Tau apa lo soal dia? Nyokap gue sayang sama dia, dia dekat dan nyambung sama nyokap gw. Itu udah lebih dari cukup. Karena kehidupan dan pergaulan utama gue ya nyokap. Ngerti lo?" Al setengah emosi menjawab pertanyaan Gibran.
YOU ARE READING
Snow In Copenhagen
FanfictionTernyata.. Mengharapkan salju turun di Copenhagen Tidaklah selama seperti aku menunggumu