Hari ini adalah tanggal 21 Januari. Hari dimana Steff berusia tepat delapan belas tahun. Hari yang Aura rencanakan untuk memberikan sesuatu sebagai kado ulang tahun untuknya.
Ditemani oleh Viola, Aura membeli sesuatu yang menurutnya pas. Pilihannya jatuh pada sebuah jam tangan. Dibungkus indah olehnya dan tak lupa menyelipkan sebuah surat di dalamnya.
Sepulang sekolah, Aura memberikannya secara diam-diam. Jangan kira hanya Aura yang menyukai sosok ketua kelas mereka itu. Tapi Aura mempunyai dua teman kelas juga yang menjadi saingannya -menyukai sosok Steff juga- meski tak begitu ditunjukkan. Belum lagi salah satu diantaranya bahkan sangat disukai oleh ibu Steff dan seringkali dijodohkan dengan Steff.
Tanpa sungkan Steff menerima kotak berukuran kecil itu dan langsung menyimpannya ke dalam tas. Tidak ada pertanyaan sama sekali, hanya ucapan terima kasih.
"Tidak perlu terlalu dipikirkan lagi, Ra. Kalau memang jodoh, nggak akan kemana," peringat Viola pada sahabatnya itu. Pasalnya, sepanjang perjalanan menuju parkiran yang memang sedikit jauh dari ruang kelas mereka, Aura selalu mencemaskan apakah Steff akan menemukan dan membaca surat yang ia selipkan disana.
"Ya sudahlah," kata Aura. Ia juga menyerah pada takdir. Seperti kata Viola, jika memang jodoh, akan bertemu lagi di masa depan."
"Hm, hari ini nginap di rumah kamu ya?" tanya Viola lagi. Sudah menjadi kebiasaan bagi kedua gadis ini menginap di rumah sahabatnya bergantian. Kadang di rumah Aura, kadang di rumah Viola. Orang tua keduanya juga tidak mempermasalahkan hal itu selama mereka masih di jalur yang benar. Tidak terlibat dalam pergaulan bebas yang untungnya keduanya tidak tertarik sama sekali.
"Yap," jawab Aura singkat. "Siapa yang ngemudi nih?" tanya Aura lagi mengeluarkan kunci motornya. Meski terbilang sangat berkecukupan, Aura tak pernah mau memamerkan harta orang tuanya. Buktinya ia hanya mengendarai motor ke sekolah, beda dengan anak-anak lainnya yang berlomba memamerkan mobil barunya.
"Sini." Viola mengambil kunci dan langsung bergerak untuk menyalakan motor. "Aku nggak mau kita celaka karena yang ngemudi banyak pikiran," lanjutnya.
Begitu motor menyala, Aura langsung naik. Perlahan tapi pasti motor yang dikendarai mereka berjalan meninggalkan lokasi sekolah menuju rumah Aura.
***
Sedikit rasa penasaran ada dalam diri Steff akan apa yang ada di balik kertas kado berwarna putih itu. Salah satu warna kesukaannya.
Sepulang dari salah satu restoran ibunya tadi, ia langsung masuk ke kamar dan teringat akan kado pemberian Aura -gadis yang mengaku cinta padanya itu.
Steff menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuk, masih dengan memeluk kado kecil itu. Diangkatnya kotak itu tepat di depan wajahnya. Ia menghela nafas panjang kemudian kembali duduk.
Seperti gerak spontan, tangannya membuka sedikit demi sedikit kertas putih itu hingga terlihat kotak yang isinya sudah bisa ditebak olehnya.
Saat membuka kotaknya, isinya tertutup oleh selembar kertas putih yang dilipat beberapa kali. Steff meletakkan kotak itu dan mengambil kertas yang ia yakini adalah surat itu.
Selamat ulang tahun, Steff Iskandar.
Ulang tahun ke-18 berarti kamu sudah menjadi sosok yang cukup dewasa. Bukan lagi remaja labil, apalagi remaja alay yang sedang banyak digemari remaja sekarang ini.
Doaku, semoga kamu menjadi sosok yang lebih dewasa lagi. Tetap menjadi Steff kebanggaan kami sekelas, tentunya kebanggaan untukku tersendiri juga. Takut akan Tuhan, membanggakan keluarga dan jangan pernah lupa dengan kami.