"Tidak perlu melotot seperti itu. Kamu tau kalau aku ini sepenuhnya milikmu. Tidak akan berubah. Bagaimanapun pesona mereka, tidak akan mampu menggoyahkanku." Aura sudah tau apa yang ada di pikiran suaminya.
Steff hanya mendengus kesal. Ia memang tau betul satu hal itu. Hanya saja kedekatan Aura dengan pria lain selalu saja mampu mengundang emosinya. Mencabik-cabik harga diri, hingga ingin rasanya membunuh siapa saja yang berani melakukannya. Baginya, Aura itu hanya boleh ditatapnya seorang. Tidak dengan orang lain.
Tanpa aba-aba lagi dia melajukan mobilnya, hanya dengan kecepatan rendah. "Aku akan mengembangkan bengkel Denis," katanya kemudian.
Aura menatap bingung. Benarkah kalau Steff benar-benar akan menggeluti dunia bengkel? Apakah tidak sayang dengan pendidikannya?
"Aku sudah putuskan seperti itu. Aku yakin ini bisa menjadi lebih maju. Tidak hanya bengkel saja, kami akan melengkapinya dengan toko yang menyediakan segala sesuatu yang kami butuhkan. Aku rasa akan lebih cepat maju. Jadi aku minta persetujuanmu dan juga sedikit bantuanmu."
Meski penjelasan Steff sudah panjang, Aura masih tidak percaya akan rencana itu. "Kamu yakin?" tanyanya.
Steff mengangguk mantap. "Iya. Memangnya apa yang salah dengan membuka bengkel dan menjadi montir? Kalau ini bisa berjalan sesuai rencana, aku bisa menjadi bos yang tidak harus berlumur oli setiap harinya. Hanya dengan mengatur, tapi menghasilkan cukup uang. Dan lagi, aku masih tetap bisa menjadi sopirmu."
Memang benar apa yang Steff katakan. "Jadi bantuan apa yang kamu inginkan?"
Steff tersenyum tipis. "Modal."
Tidak dipungkiri memang kalau saat ini pria itu tidak memegang uang lagi. Saat pernikahan mereka, ia menyerahkan keseluruhan tabungannya kepada Aura untuk dikelola olehnya.
***
Sudah beberapa bulan sejak Steff bersama dengan Denis mengembangkan bengkel yang awalnya adalah milik Denis. Kini keduanya bekerja sama membangun tambang rejeki. Tidak dipungkiri memang kalau sejauh ini usaha mereka terbilang lumayan. Bahkan dalam waktu dekat, mereka akan mulai membuka cabang di tempat lain.
Seperti rencana awalnya, Steff masih setia menjadi sopir bagi istrinya. Bahkan tak pernah lelah walau kadang harus menunggu Aura lembur. Seperti saat ini. Dia masih terdiam di dalam mobilnya. Pandangan tertuju pada ponsel di tangan kanannya. Di bagian atas layar ponselnya terlihat jelas angka dua puluh tiga. Tapi sosok istrinya belum juga menampakkan diri.
Steff menghembuskan nafas panjang. Bukan karena bosan dan tidak sabar lagi. Tapi lebih karena ia kasihan pada Aura yang sering lembur seperti ini. Bahkan semakin sering, karena perusahaan tempatnya bekerja belakangan ini mengalami beberapa masalah keuangan.
Beberapa kali Steff sudah meminta istrinya itu untuk berhenti saja, mengingat usahanya sudah berjalan dan membaik. Tapi wanita itu selalu saja menolak, dengan alasan kalau perusahaan itu telah memberikan banyak rejeki padanya. Ia tidak mau berhenti hanya karena suaminya sudah mempunyai usaha dan keadaan perusahaan sedang memburuk. Malah ia mengatakan kalau ia akan memperbaiki keadaan ini. Sebagai bentuk balasan darinya.
Tiba-tiba saja Aura sudah berada di dalam mobil setelah bunyi pintu mobil yang tertutup. "Aaahh!" Dia berseru melepas penat. Menarik perhatian dari pria disebelahnya.
"Lihatlah wajahmu itu. Mengerikan sekali," ejek Steff.
Banyaknya beban pikiran dan tubuh yang lelah membuat wanita cantik itu kehilangan sebagian berat badannya. Kini terlihat lebih ramping. Bahkan kantong matanya terlihat sangat jelas.
Aura hanya mendengus kesal.
"Kalau begini terus, aku rasa aku tidak akan mendapatkan keturunan," tambahnya lagi, dan berhasil menarik perhatian Aura.