Aura berlari kecil, menyamai langkah anak laki-laki berusia lima tahun di depannya. Anak itu terlihat sangat bersemangat saat diajak oleh ibunya ke salah satu mall di kota itu.
"Cepat, ma," katanya memaksa sang ibu untuk menyamai langkahnya.
Aura menarik nafas dalam. Tubuhnya yang sedikit lebih berisi membuatnya semakin mudah lelah.
Merasa kalau ibunya lambat, anak bernama Daffin Alexander itu berbalik dengan cepat dan menarik paksa tangan ibunya.
"Mama lambat," katanya sedikit kesal. Sekuat tenaga memaksa ibunya untuk lebih cepat lagi.
Tempat bermain adalah tujuan keduanya saat ini. Aura memang sesekali membawa anak semata wayangnya bermain, saat ia sedang tidak bekerja. Dan memang lebih sering hanya berdua saja seperti ini.
Steff semakin sibuk karena ternyata usahanya terus berkembang. Tidak banyak waktu luang yang dia punya.
Sementara Siera yang ternyata lebih betah tinggal bersama mereka, kini mulai disibukkan dengan kegiatan ekstra. Gadis yang kini beranjak remaja itu mengikuti kelompok paduan suara dan seni bela diri. Belum lagi les privat yang membuat dirinya semakin banyak kegiatan di luar rumah.
Namun ia terlihat begitu menikmati kesibukan itu, karena memang dia sendiri yang memilihnya. Tidak pernah ada yang memaksanya. Malah Aura sendiri merasa kalau Siera mengambil terlalu banyak kegiatan yang membuatnya sibuk dan tak jarang merasa kelelahan. Beberapa kali Aura memintanya untuk mengurangi saja kegiatannya, tapi ditolak mentah-mentah oleh gadis itu.
"Cepat jalannya, ma. Nanti tutup," desak Daffin.
Aura mengatur nafasnya. "Tidak akan tutup, sayang. Mereka pasti nunggu kamu."
Namun anak itu tidak menggubris perkataan ibunya. Yang penting baginya saat ini adalah untuk tiba segera di tempat yang sudah beberapa kali dia kunjungi itu.
Daffin bersorak gembira saat akhirnya tiba di sana. Ia melepaskan tangan ibunya begitu saja ketika melihat permainan sudah di depan mata. Sementara Aura hanya bisa mendesah lega, mengatur ulang nafasnya yang terburu. Entahlah, dia jadi lebih mudah lelah setelah mengalami kenaikan berat badan hingga beberapa kilo.
Aura duduk di salah satu kursi, tanpa melepaskan pandangan dari anaknya. Melihat anaknya begitu senang bermain di luar membuatnya tersenyum tipis. Fisik anak itu memang sangat kuat. Tidak jarang dia harus kelelahan seperti ini saat beradu dengan sang anak.
Deringan ponsel membuyarkan fokus Aura pada anaknya. Dicarinya benda kecil yang bergetar dalan tasnya. Sesekali masih memastikan kalau anaknya baik-baik saja saat bermain.
Melihat nama suaminya yang tertera di layar ponsel, membuat Aura tanpa pikir panjang untuk menjawabnya. "Halo."
"Halo, sayang. Kalian ada dimana?" Suara Steff terdengar dari seberang.
"Hm, kami ada di mall. Daffin sedang bermain," jawab Aura. Tatapannya masih saja pada putranya. "Ada apa?"
"Oh. Sebaiknya jangan terlalu lama. Barusan Jasmine telefon kalau mereka sedang di rumah sakit. Mama jatuh sakit. Kita harus segera ke sana. Sepertinya cukup serius."
Aura terkejut mendengar kabar itu. Pasalnya, terakhir kali bertemu dengan mama mertuanya, wanita itu masih baik-baik saja. Padahal itu belum lama. Masih beberapa hari yang lalu.
"Baiklah. Kami akan segera pulang. Kamu sudah dimana?"
"Aku juga masih di bengkel. Tapi ini sudah mau pulang."
"Oh. Hati-hati menyetirnya. Jangan terlalu panik." Aura memperingatkan suaminya.
Setelah menyimpan kembali ponselnya, Aura akhirnya bangkit dari duduknya. Ia menemui Daffin yang masih serius dengan permainannya.