Lanjut~~~
***
Operasinya berjalan dengan lancar. Hanya saja Aura masih belum membuka mata kembali. Ia masih dalam tidur lelapnya. Kalau kata dokter, ia akan segera bangun.
Sementara Steff masih setia menunggu. Dipandanginya wajah tenang istrinya. Wajah tanpa beban, yang entah kenapa terlihat semakin cantik di matanya. Diusapnya pipi mulus Aura dengan sangat pelan, takut kalau ia mengganggu tidur istrinya.
Tapi nyatanya sosok itu tidak merespon apa-apa. Masih tenang.
Bunyi derit pintu membuat Steff menoleh untuk melihat siapa yang masuk. Ternyata Jasmine, adiknya. Di tangan gadis itu ada sebuah bungkusan yang Steff yakini adalah nasi kotak.
"Makan dulu, kak. Aku sudah belikan." Jasmine menyodorkan kotak di tangannya. Dan langsung diterima oleh Steff. Tidak ada penolakan, karena ia pun harus kuat demi Aura.
Sedangkan gadis itu memilih untuk duduk di sofa di sudut ruangan. Tangannya bergerak mengambil cemilan di meja dan matanya kemudian tertuju pada layar tv yang menayangkan serial sinetron.
Ia memang sudah tiba di rumah sakit sejak operasi kakak iparnya tadi masih berlangsung. Ia yang begitu menyukai Aura sebagai kakak iparnya langsung meninggalkan pekerjaan demi memberikan dukungan untuk sang kakak dan kakak ipar. Dan disinilah ia sekarang. Ia pun masih menunggu kakak iparnya untuk terbangun.
"Kamu sudah makan?" Steff bertanya saat menyadari Jasmine yang mencomot cemilan.
Gadis itu langsung mengangguk cepat. "Sudah, kak. Kakak makanlah." Ia kemudian mengambil ponsel dari tas kecil yang dibawanya. Mengutak-atik benda tipis itu tanpa mengeluarkan suara.
"Ra..." Suara Steff sedikit bergetar saat menyadari wanita di depannya mengerjapkan mata. Sepertinya Aura sudah bangun.
Tangan kanan Aura bergerak untuk memijat pelipis. Kepalanya masih berdenyut pusing. Bau khas itu membuatnya merasa sedikit mual juga.
"Kamu sudah bangun?" Steff meraih tangan istrinya yang tadi berada di kepala. Menggenggam erat tangan yang terasa dingin itu.
Sementara Jasmine langsung bangun dari duduknya. Melupakan ponselnya untuk sesaat. Mendekati kakak iparnya yang benar-benar telah bangun. "Kakak sudah bangun ternyata. Aku senang kalau kakak baik-baik saja. Biar aku panggilkan dokter," katanya. Ia segera meninggalkan ruangan setelah mendapat anggukan dari Steff.
Dan tanpa menunggu lama, sosok itu sudah kembali bersama seorang dokter. Wanita berseragam putih itu memeriksa keadaan Aura. Nafasnya lega ketika mengetahui kondisi Aura yang membaik, mendekati normal.
Begitu juga dengan Steff dan Jasmine. Keduanya benar-benar lega mendengar penjelasan itu. Bahkan Aura pun demikian. Dengan tubuh yang masih lemah, ia merasa lega. Bayangan-bayangan menyedihkan dalam pikirannya terakhir kali menguap begitu saja. Kali ini dia mulai berpikiran positif kalau ia akan baik-baik saja. Bukankah badan yang sehat berasal dari pikiran yang sehat?
***
Hari sudah sore saat pasangan itu tiba di kediamannya. Hari ini akhirnya mereka pulang dari rumah sakit. Steff dengan begitu perhatian menuntun istrinya masuk ke dalam rumah. Seolah tidak membiarkan hal sekecil apapun menggores istrinya.
Tidak perlu bertanya, ia mengantarkan istrinya ke kamar. Wanita itu masih butuh istirahat. Luka jahitan bekas operasi belum kering. Jika ia terlalu banyak bergerak, luka itu bisa berdarah lagi.
Steff kemudian beralih ke dapur setelah membereskan semua barang-barang yang dibawa pulang dari rumah sakit. Kini ia harus menyiapkan makan malam untuk keduanya. Sepertinya masih ada bahan makanan di dapur yang dapat diolahnya.