***
Sarapan kali ini terasa lebih menyenangkan bagi Aura. Bisa sarapan bersama seluruh keluarganya. Ditambah anggota baru, suaminya. Hal yang mampu meningkatkan selera makannya.
"Bagaimana dengan rencana bulan madu kalian?" tanya Mario di sela makan. Menatap bergantian pasangan pengantin baru di hadapannya.
Aura menghentikan tangannya yang akan menyuapkan makanan ke dalam mulut. Melirik sekilas pada sang suami yang duduk di sebelahnya.
Sejujurnya ia masih gugup menghadapi satu hal itu. Tapi saat ia memilih untuk menerima lamaran Steff, ia juga sudah menyadari akan hal ini. Selama masa pacaran singkat itu, berusaha untuk menghilangkan traumanya. Namun masih belum berhasil.
"Akan kami pikirkan setelah ini, bang," jawab Steff karena tak ada jawaban dari Aura. Kembali menyuapkan makanannya sembari melirik istrinya.
Menyadari istrinya yang bengong, ia menyenggol pelan lengan Aura. Sangat tau apa yang sedang dipikirkan oleh istri cantiknya.
"Ya sudah. Tidak perlu buru-buru juga, kan." Ibu Aura menengahi. Ia juga mengerti putri bungsunya.
Aura mengangguk pelan. Masih berpikir bagaimana caranya agar ia bisa segera menunaikan kewajibannya.
Usai membersihkan kembali peralatan makan, Aura melangkah masuk ke kamarnya. Mengabaikan keluarga yang masih berkumpul di ruang tamu, entah membicarakan apa.
Ia merapikan lebih dulu kondisi kamarnya dengan isi yang sedikit bertambah. Barang-barang Steff kini ada di kamar sederhana itu juga. Ia menyusun beberapa pakaian Steff ke dalam lemari.
Keputusan mereka sebelum menikah, akan tetap tinggal di rumah milik Aura, agar lebih dekat ke kantornya. Rumah milik Steff memang sedikit lebih besar dan lega. Tapi letaknya cukup jauh dari kantor Aura.
"Mommy!" Suara Siera terdengar dari depan pintu kamar Aura.
"Iya." Aura segera membukakan pintu. Ditemukannya Siera menyunggingkan senyum penuh arti di sana. "Ada apa, sayang?" tanyanya.
"Kita jalan-jalan yuk. Daddy baru yang ngajakin." Daddy baru yang ia maksud adalah Steff. Entah siapa yang mengajarkan anak itu untuk memanggil Steff dengan sebutan itu.
"Kemana?" Aura mengerutkan kening.
"Ndak tau. Pokoknya jalan-jalan." Siera maju dan menarik tangan Aura. Memberikan tatapan memohon, seolah mengatakan 'ayolah' dengan puppy eyes-nya.
"Iya, iya. Tunggu sebentar, mommy ganti baju." Aura menyerah hanya karena tatapan itu. Berbalik ke dalam kamar untuk bersiap.
Siera bersorak girang karena permintaannya digenapi. Berlari kembali pada keluarganya yang masih berkumpul di ruang tamu.
Beberapa menit kemudian, Aura sudah muncul di antara mereka. Dengan penampilan santai ala dirinya. "Memangnya mau kemana?" tanyanya sembari mendudukkan dirinya di sebelah Steff yang kini memangku Siera.
Ya, beberapa waktu belakangan ini keduanya sudah sangat kompak. Tidak jarang Siera bermanja pada om yang kini ia sebut daddy baru itu. Demikian juga dengan adik laki-lakinya yang berusia tiga tahun -Davy.
"Hanya untuk menenangkan pikiran," kata Steff.
"Semuanya ikut 'kan?"
"Hanya kita berempat."
Aura menaikkan alisnya, meminta penjelasan siapa saja berempat itu.
"Tidak mungkin semuanya ikut. Disini juga masih banyak yang harus diselesaikan." Ardan menimpali.