Di meja kerjanya, Aura terus memutar otak. Bagaimana ia harus mengolah dana yang tersedia untuk menutupi segala kekurangan. Bukan angka yang sedikit. Mencari investor bukan saat yang tepat sekarang. Bahkan sang dirut tidak mengijinkannya. Baginya ini masih bisa ditangani tanpa harus mencari bantuan dana.
Alhasil beginilah jadinya Aura sekarang. Terkadang terbersit dalam pikirannya kalau pria bernama Danu yang adalah bosnya itu sedang membalaskan dendam untuknya, yang tidak jadi menantunya. Tapi kembali digelengkan kepala mengusir pikiran buruk itu. Ini murni musibah pada perusahaan. Bukan balasan dendam untuknya.
Bunyi ketukan pintu diiringi dengan munculnya sosok Sekar. Ia membawakan sebuah map berwarna hijau. "Ini, bu." Ia menyerahkan map itu dan langsung diterima Aura.
Tanpa menunggu perintah, ditinggalkannya Aura yang masih memeriksa isi map dengan teliti. Membolak-balik lembar demi lembar tanpa mengubah posisinya. Pandangan matanya terfokus pada tulisan dan angka yang memenuhi tiap lembarnya.
"Nah, ini dia." Aura berseru penuh semangat. Ia menemukan ide. Tanpa pikir lama, ia menarik selembar kertas di antara tumpukan kertas dalam map. Ditelitinya ulang, memastikan kalau ini benar-benar yang dicarinya. Ia mengangguk yakin setelah memastikan. Kemudian menggabungkannya dengan file lain yang sudah ia periksa lebih dulu sebelum Sekar datang tadi.
Dengan mantap, ia bangkit dari duduknya. Dirapikannya tumpukan kertas yang akan dibawa menghadap si empunya kerajaan bisnis ini. Tak lupa ia juga merapikan penampilannya.
***
Desahan lega mengiringi langkah Aura yang baru saja keluar dari ruangan istimewa itu. Pada akhirnya ia dapat memecahkan masalah satu ini. Bahkan Danu sampai memuji kemampuan wanita itu tadi. Kini senyumnya dapat mengembang sempurna. Bukan hanya itu saja. Dalam batinnya, ia akan dapat beristirahat dengan nyaman setelah sekian lama pikirannya selalu tertuju pada masalah ini. Bahkan ia tidak harus lembur lagi sekarang. Waktunya untuk memperbaiki tubuhnya yang semakin tak terurus akhir-akhir ini.
"Sekar, tolong fotocopy file ini. Kamu simpan satu rangkap," perintahnya pada Sekar yang masih sibuk di mejanya. Gadis itu langsung menerimanya, dan mengerjakan sesuai perintah si atasan.
Di dalam ruangannya, Aura bersandar di kursi kebesarannya. Matanya terpejam sesaat mengusir lelah. Menarik nafasnya dalam-dalam dan membuang perlahan. Otot-otot bahunya pun dilonggarkan. Lega rasanya.
Pikirannya kemudian beralih pada suaminya. Diambilnya ponsel di sudut meja dan mencoba menghubungi Steff. Dari kejauhan, Steff menjelaskan kalau dia sudah menghubungi Jasmine. Dan semuanya berjalan baik-baik saja.
Dengan perasaan lega, Aura pun menceritakan pada suaminya kalau ia telah menyelesaikan masalah di kantornya.
"Benarkah?" Suara Steff juga terdengar begitu lega. "Syukurlah kalau begitu. Itu berarti kita sudah bisa fokus pada rencana dalam keluarga kita," katanya yang langsung membuat Aura mencebik malas. Walau dalam hatinya ia juga merindukan hal itu.
"Jadi nanti jemput aku seperti jam biasanya. Jangan sampai telat," kata Aura mengakhiri pembicaraannya.
Steff pun mengiyakan. "Baik, nyonya."
Kata-katanya membuat Aura terkekeh sebelum akhirnya memutuskan sambungan telefon.
Keduanya memilih untuk makan di luar sore ini. Perasaan yang begitu bahagia membuat mereka ingin merayakan walau hanya dengan dinner berdua.
***
Pagi ini rasanya Aura malas sekali untuk bangun. Sudah beberapa kali Steff mencoba untuk membangunkannya. Hanya dibalas deheman malas, namun tidak kunjung bangun. Bahkan Steff sudah rela dirinya yang sibuk sendiri di dapur untuk menyiapkan sarapan keduanya.