Pagi sekali, Aura sudah terbangun. Ia tidak lupa akan pekerjaannya di kantor. Cuti yang diambilnya sudah berakhir dan hari ini ia mulai bekerja lagi.
Demikian juga dengan Steff. Pria yang kini berstatus sebagai suami Aura itu juga sudah terbangun sejak pagi, bersama Aura. Meski belum memiliki tujuan yang jelas hari ini, tapi ia tidak menghabiskan waktu dengan tidur dan membiarkan Aura sendiri.
Kegiatan pertama yang akan Steff lakukan pagi ini tentu saja mengantarkan istrinya ke kantor. Memastikan wanitanya tiba di sana dalam keadaan baik-baik saja.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan hari ini?" Aura bertanya dalam perjalanan mereka.
Steff tampak sedang berpikir. "Mungkin tidak masalah jika aku mengamen saja." Kalimat itu meluncur begitu saja. "Sepertinya lumayan juga," lanjutnya.
Aura memandang tidak percaya pada pria di sebelahnya. Apakah dia sedang tidak sadar sekarang?
"Hei, memangnya apa yang salah dengan mengamen? Kalau aku bilang akan mencopet mungkin tidak wajar, hal itu tidak baik." Steff seperti mengetahui apa yang sedang dipikirkan Aura.
"Hm, lupakan saja," kata Aura pada akhirnya. "Aku akan hubungi nanti jika pekerjaanku sudah selesai. Kamu pasti jemput aku kan?" lanjutnya setelah menyadari mobil yang dikemudian Steff sudah memasuki halaman kantornya.
Steff mengangguk. "Hm, setidaknya pekerjaanku sekarang sebagai sopir pribadi seorang manager keuangan," kekehnya.
Aura tertawa kecil. Dilanjutkan dengan sebuah kecupan sayang di keningnya dari Steff. Ia pun melangkahkan kaki dengan percaya diri untuk kembali ke pekerjaannya yang sempat tertunda beberapa hari ini.
Sementara Steff tak mampu menyembunyikan senyumannya selama menyaksikan istrinya melangkah memasuki gedung kantor. Merasa kagum pada wanita itu -yang mampu berjuang sejauh ini. Beberapa orang terlihat menyapa Aura dengan senyum sopan.
"Selamat bekerja, sayang," gumamnya sebelum memutar balik mobilnya dan meninggalkan tempat itu.
~~~
"Selamat untuk pernikahanmu. Aku sama sekali tidak menyangka kalau ternyata kamu akan menikah secepat itu." Stefan memberikan senyum terluka.
Beberapa bulan ini, pria itu memang tidak pernah muncul lagi karena ternyata dia sedang ada proyek baru dan tentu saja sangat sibuk. Dan siapa yang menyangka, saat ia kembali, gadis yang menjadi targetnya sudah berganti status menjadi istri orang lain.
"Terima kasih," kata Aura.
Pria itu mendesah panjang. "Baiklah, aku harus segera pergi." Ia bangkit dari duduknya.
Aura hanya memandangi punggung pria itu hingga menghilang di balik pintu ruangannya. Fokusnya kemudian beralih pada pekerjaannya lagi, yang sempat tertunda karena kehadiran anak dari pemilik perusahaan tempat ia bekerja ini. Sempat melirik jam yang melingkar di tangan kirinya, yang masih menunjuk angka sebelas.
Sementara di tempat lain, Steff mendudukkan dirinya sambik mengusap keringat yang mengucur di dahinya. Noda oli bahkan sudah mengotori kedua tangannya hingga menempel di wajahnya.
Sepulang dari mengantarkan Aura pagi tadi, tanpa sengaja ia bertemu dengan teman lama. Kebetulan ban mobilnya kempes dan ia memilih untuk berhenti di tambal ban yang kebetulan dekat di sana. Dan siapa sangka kalau ternyata pemilik tambal ban itu adalah teman lamanya. Denis.
Hal baiknya, ia malah meminta bekerja di sana dan disetujui oleh pria yang akan segera menjadi seorang ayah itu. Dan disinilah ia sekarang, menjadi seorang montir dadakan. Beruntung dia cukup mengetahui otomotif karena dia pernah belajar saat berada di Bali dulu.