Takdir - 7

4.9K 297 19
                                    

"Maafkan aku, Ra. Tapi...aku, aku mencintaimu."

"Apa?" Aura terbelalak.

"Aku mencintaimu, Ra. Sungguh." Steff mengulang kembali pernyataan cintanya.

Aura menggeleng pelan, bahunya juga meluruh. "Maafkan aku, Steff," gumamnya pelan. Kepalanya menunduk sesaat, lalu menatap Steff lagi. "Aku tidak bisa menerimanya," lanjutnya.

Jantung Steff yang tadinya berdebar kencang karena menanti jawaban, kini seolah berhenti karena jawaban itu sendiri. "Kenapa tidak bisa? Bukannya kamu juga mencintaiku?"

Aura menunduk -lagi. Ia menghembuskan nafas panjang. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia memang masih sangat mencintai Steff. Tapi sesuatu dalam dirinya memaksanya untuk tidak menerima cinta Steff saat ini.

"Maafkan aku. Aku harus masuk sekarang." Aura segera bangkit dari duduknya. Bahkan belum menghabiskan sarapannya. Berhadapan lebih lama dengan pria itu bisa membuatnya lupa diri.

Kedua kakinya melangkah cepat menuju ruangan. Mempersiapkan segala sesuatu sebelum rapat nanti. Menepis segala hal tentang Steff dan kata-katanya.

Begitu tiba di ruangannya, Sekar sudah ada di sana juga, memenuhi keinginan Aura untuk membantunya hingga rapat nanti.

~~~

Sekuat apapun Aura berusaha untuk melupakannya, pada kenyataannya sosok Steff masih saja memenuhi pikirannya. Beberapa kali ia menggelengkan kepala membuang pemikiran itu, tidak membuahkan hasil apa-apa. Hanya lelah yang ia dapatkan.

"Aku minta maaf atas apa yang pernah terjadi di antara kita. Tolong beri aku waktu untuk menjelaskan apa yang terjadi. Aku mohon. Aku mencintaimu, Ra."

Pesan itu Aura terima saat jam makan siang. Ia memang tidak keluar sama sekali dari ruangannya. Untuk makan siangnya, ia meminta tolong pada seorang OB untuk membelikan.

Gadis dua puluh lima tahun itu hanya bisa mendesah. Sepertinya apa yang sedang ia rencanakan tidak akan berjalan lancar.

Baru saja ia akan meletakkan ponselnya di atas meja, deringan benda pipih itu terdengar kembali. Nama Steff-lah yang terpampang di sana. Dan anehnya, itu adalah nomor ponsel Steff yang lama -yang pria itu gunakan ketika masih SMA. Jadi nomor itu masih aktif?

Deringan itu berhenti sebelum Aura menjawabnya. Tapi hanya beberapa detik hingga terdengar lagi. Masih dengan nomor yang sama.

"Hallo." Aura berusaha mengeluarkan suara bernada malas.

Tidak terdengar suara balasan dari seberang. Aura memeriksa kembali layar ponselnya. Masih tersambung, tapi sepertinya orang di ujung sana sengaja diam. Hal itu membuat Aura memutuskan sambungan dan meletakkan kembali ponselnya.

Habisnya jam istirahat membuat Aura menghela nafas lega. Ia segera mengubah mode ponselnya jadi silent. Berfokus kembali dengan pekerjaannya.

Suara ketukan yang terdengar di pintu ruangannya membuat gadis itu menghentikan aktivitasnya. Ia menyuruh masuk siapa saja yang mengetuk pintu itu. Ternyata si pemilik perusahaan yang masuk bersama seorang anak muda yang sepertinya hanya beberapa tahun lebih tua dari Aura. Aura langsung bangkit dari duduknya dan menundukkan kepala sopan terhadap sang Dirut.

"Tidak perlu se-formal itu. Duduklah," kata pria berusia hampir enam puluh tahun itu.

Aura ikut duduk di sofa dimana ia biasa menerima tamu. Tak lupa menghubungi OB untuk membantunya membawakan minum untuk tamu terhormat di ruangannya.

"Sebenarnya saya ke ruangan kamu bukan untuk urusan pekerjaan." Pria bernama Danu Wijaya itu memulai pembicaraan. Diiringi dengan kekehan kecil darinya. "Ini anak saya. Kenalkan, namanya Stefan Wijaya."

Takdir Cinta (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang