princess

156 27 1
                                    

hetalia © hidekazu himaruya
no profit is gained in the making.

.

.

seborga/monaco. au.

.

.

Rindu padanya bagai selembar surat beramplop usang yang terselip di dalam tumpukan buku tebal sarat bacaan berhuruf kecil dan rapat-rapat. Menguning, tua, tak layak, tetapi masih ada.

Dan Tuhan mengeluarkan amplop itu sedikit di suatu waktu; menyembulkannya agar aku sadar—aku masih menyimpannya meski telah kutimpa dia di balik semua kesibukanku, hasratku, ingin tahuku.

Monique, usia dua puluh sekian, sadar bahwa dia masih punya hati dan rasa pada Fiorenzo—

—yang sekarang berada di hadapanku.

"Masih suka pedas, ya, rupanya." Matanya bergerak pada piringku, yang isinya memerah karena aku meminta saus cabai tambahan pada koki.

Amplop itu sekarang sudah kupeluk, lagi, dengan segenap cinta yang pernah hilang kini kurengkuh dia. Mungkin suatu waktu akan terselip lagi mausk ke dalam tumpukan yang tak terindahkan, tetapi saat ini, kupelihara saja dia.

"Masih ingat, Bung?" aku mencoba untuk berkata dengan menyertakan tawa, tetapi senyumnya masih lebih bagus.

"Jangan lupa besok, ya." Dia mengaduk minuman biru-beningnya. "Kujemput pukul delapan. Sudah siap-siap?"

"Lima puluh persen. Aku tidak pernah ke tempat-tempat seperti Alpen. Jadi ... aku agak bingung memilih mantel. Yang sedang, tebal, atau tidak perlu sama sekali ...."

"Di musim seperti ini, bawa saja yang tebal. Kau tidak terlalu terbiasa dengan cuaca seperti itu, hm? Untuk jaga-jaga, bawa saja dua. Satu yang sedang dan satu yang tebal."

"... Mmm, baiklah." Dia memandangku, tapi kucoba menghindari dengan menatap piazza yang sedang lengang di siang yang cukup mendung ini, di balik pundaknya. Roma dan piazzanya, suatu pasangan yang tak bisa kupisahkan dari diriku sendiri. Entah saat bersalju, hujan gerimis setengah panas, atau musim semi, semuanya selalu kurasa pantas untuk dinikmati.

Fio kemudian terkekeh. "Dasar Tuan Putri, gunung bukan sahabatnya." Dia lalu menyeruput sodanya lebih banyak dari sebelumnya, dan berkata lagi, "Tapi tenang saja, karena aku akan membuatmu jadi benar-benar suka."

Tuan Putri, katanya.

Tuan Putri.

Aku harus berdeham untuk melemparkan diriku sendiri ke fokus yang seharusnya. "Pembicaraan kita tentang desain yang diminta ayahku belum selesai. Sampai di mana tadi?"

Monique, kau masih anak remaja. Tapi bahagia atas hal kecil adalah hukum yang akan berlaku hingga siapapun dewasa, bukankah begitu, terlepas dari berbagai faktornya yang tak pernah sama?


masihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang