hetalia © hidekazu himaruya
no profit is gained in the making..
.
seborga/monaco. au.
.
.
.Sekali lagi aku menaruh foto itu ke atas meja. Halo, penghuni baru. Dan Alpen, terima kasih telah memberikan kenangan baru. Mungkin aku akan perlahan lupa pada detik demi detik yang terjadi, tetapi foto ini akan selalu membantuku memeliharanya.
Sabtu ini, aku harus ke Piazza Navona lagi. Semua kembali seperti biasa, seperti yang seharusnya terus berjalan.
.
Aku masuk ke area keramaian, tampaknya ada beberapa kelompok turis yang terpesona pada obelisk, lagi dan lagi. Mudah menemukan cara manusia jatuh cinta pada hal yang satu, sama, berulang, tetapi lebih mudah lagi menikmatinya.
Aku melihat ke satu titik, lalu berhenti. Aku, sebagai orang yang selalu mengalami hal biasa setiap harinya, tidak pernah berpikiran, bahkan terlalu berharap aku bisa mendapatkan banyak keajaiban setiap harinya, apalagi setelah aku menemukan babak baru yang bisa diatur sebagai kenangan terbaik dalam hidupku. Alpen kemarin, tentu saja. Aku hanya tahu bahwa memang dunia dihiasi oleh serbuk-serbuk keajaiban, tetapi hanya sebagian.
Tapi sepertinya, aku mendapat dua kartu keberuntungan dalam satu babak.
Mungkin—
—ini adalah hutang keberuntungan di masa depan yang dibayar di muka?
Beginilah; hari ini, detik ini, aku kembali menemukan Fio. Sekitar Piazza, di atas sebuah bangku panjang. Buku sketsanya telah penuh, dia telah sampai di ujung.
Dia tidak melihatku. Aku menghela napas. Aku terlalu banyak bersamanya hingga aku tak tahu aku harus bilang apa.
Aku berpaling. Mungkin lebih baik jika begini saja—karena jika aku terlalu banyak muncul di depannya di waktu yang tak seharusnya, aku akan mendapatkan hal yang tak kuinginkan. Ya, aku setakut itu, sekhawatir itu. Manusia memang selalu memiliki hal itu untuk berjaga-jaga—dan bagiku, untuk kasus Fio, aku selalu merasakan kadar yang berlebihan.
Aku berniat untuk memotret orang-orang, siapapun. Turis, orang lokal, pedagang, anak-anak kecil sekalipun. Karena referensi adalah hal utama yang harus kudapat, demi desain-desain yang sedang kucoba untuk kerjakan. Aku memang belum pernah melangkah masuk ke dalam dunia desain secara khusus, tetapi kurasa mengisi waktu dengan berjalan di atas titian cita-cita bukanlah hal yang buruk meski pekerjaan lain sudah di tangan.
Aku menemukan tiga serangkai perempuan muda yang tampaknya berdarah Eurasia, jika memerhatikan wajah mereka yang tajam, kulit yang seperti susu, dan hidung yang begitu khas. Pakaian mereka sederhana, tetapi setiap orang punya tema. Polkadot, lengkung-lengkung sureal, juga gradasi. Aku memotret mereka dari kejauhan, menangkap orang-orang lain yang mungkin juga bisa diteliti ke dalam lensa.
Keramaian memang menyibukkan. Aku mengambil begitu banyak dalam satu waktu.
Aku baru saja mengangkat kamera untuk satu foto—
—dan seseorang muncul secara mengejutkan di depan lensa, seakan ingin memasukkan hidungnya ke dalam kamera.
"Peace!"
Dan aku tergugu.
Dia tertawa.
Hah. Orang ini.
"Mon, ke sini juga? Kenapa kita tidak janjian saja, ya?"
Bagaimanapun caranya aku menghindar, tetap saja dia selalu muncul.
Kalau ada yang bertanya mengapa aku masih jatuh cinta padanya, aku sudah menjawabnya. Barusan.
