hetalia © hidekazu himaruya
no profit is gained in the making..
.
seborga/monaco. au.
.
.
Mungkin malam bercanda padaku. Setelah alpenglow yang menarik tadi sore, kuharap ketika bersinggah kali ini ada lebih banyak bintang dari yang biasa kutemui di pinggiran Roma. Sayang sekali, awan yang tadi sore cuma berkumpul di sekitar barat, yang terpencar-pencar seperti kapas yang diurai, ternyata bersekutu malam ini. Begitu mendung hingga hanya satu titik samar yang kulihat.
Namun apakah cuaca pernah bercanda jika yang dia lakukan hanyalah bertugas?
Oh, hal kedua yang membuatku terkejut. Villa persinggahan yang baru dikatakan Fio di separuh perjalanan. Kukira tempat itu dua kali lipat rumahnya, bertingkat dengan seribu cahaya dan kandelir luar biasa, berpetak-petak seperti rumah di drama, tetapi aku yang salah di sini. Semuanya seperti rumah biasa, bahkan lebih kecil dari rumahku. Tak terlalu terang dan sedikit kotor. Tangganya sempit dan lantai dua hanya punya satu balkon dengan kursi yang kurang sehingga Lovino dan Francisco harus duduk di lantai sambil memangku gitar mereka.
Mereka bermain lagu secara—hampir—andante. Francisco ternyata bisa falsetto, dan Lovino, aku tak tahu persis karakter suaranya tetapi bagiku sama sekali tidak buruk. Berat dan tepat, merdu pada nada-nada yang seharusnya.
Meski malam bercanda, barangkali suasananya tidak sebercanda itu.
"Mon."
"Ah, ya?" Ketika aku menoleh, Feliciano beranjak dari kursi dan kutebak, Fio pasti menyuruhku untuk duduk di situ. Harus berapa kali kutolak hingga dia paham, bahwa aku lebih suka birai daripada kursi ketika aku berada di balkon—jenis balkon seperti apapun itu.
Feliciano ternyata masuk dan mengajak kakaknya. Fio bangkit—baguslah, sepertinya dia paham.
Lihatlah cara dia menghampiri—ketika dia tersenyum miring dan memasukkan tangannya ke saku jaket yang kebesaran. Barangkali aku terlalu banyak menggunakan kata masih, tetapi jika ada yang lebih tepat dari itu, tentu saja aku rela menukarnya dengan beberapa cerita dari piazza Navona bagi siapapun yang mau memberikan saran yang lebih baik.
Ah, cerita dari piazza?
Barangkali biasa, dan beberapa orang sudah bersedia menutup telinganya untuk kisah-kisah klise kasus jatuh hati—tetapi kalau kukatakan semua itu adalah hartaku, adakah yang bersedia menyingkirkan tangannya dari telinga?
Akan kuceritakan kapan-kapan, mungkin.
Fio bertahan di birai pula. Sekian jengkal dariku. Aku sudah memperhitungkan skenario soal kata-kata berupa, malam yang indah, ya, atau aku suka langit malam ini. Hei, kaukira aku akan menaruh perkiraan dan harapan besar atas semua praduga itu? Tidak! Tidak mungkin, karena aku pernah membaca cerita-cerita roman yang picisan dan dari segala sifat yang ia miliki, tak mungkin Fio akan menjadi bagian dari semua itu.
Lagipula, dari sanalah semua itu dibuat sebagai 'cerita', bukankah begitu? Fiksi. Repotkanlah dirimu dengan khayalan maka semua kenyataan pun akan menjadi berat untukmu.
"Selimut malam ini cukup untukmu? Kaubawa ekstra, tidak? Siapa tahu udara akan jadi sangat dingin, dan kau malah tidak bisa ikut melanjutkan perjalanan besok."
Tuh, 'kan.
"Cukup-cukup saja. Aku bisa tidur dengan jaket ditutup rapat sampai leher." Jaket merahku ini adalah pengganti, yang lebih tebal, yang kukeluarkan saat baru saja tiba di sini. Ada masalah kecil di ritsletingnya, tapi kain parasut di bagian luarnya, yang dilapisi bahan tebal di dalam, membuatku tetap mempertahankan jaket ini.
"Baguslah. Tapi ketuk saja pintu kamarku jika kaubutuh tambahan, ya."
"Tidak masalah." Kucoba tersenyum. Dia membalasnya. Biasa saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan atau diduga-duga.
"Satu lagi."
"Oh ya? Apa?"
"Jaket itu sangat cocok untukmu. Bagus. Kau cocok dengan warna merah."
Jangan membuatku berkali-kali mengatakan masih, Tuan.
