alpenglow

141 25 3
                                    

hetalia © hidekazu himaruya
no profit is gained in the making.

.

.

seborga/monaco. au.

.

.

Saat aku sudah mulai bosan dan merebahkan kepala di atas ransel, klakson mobil membangkitkanku. Kutengok lewat pintu yang dibuka separuhnya, Feliciano melambaikan tangannya. Kubalas dengan semangat—kapan terakhir kali aku bertemu dengannya, astaga, padahal dia cuma di bolak-balik Roma-Piedmont dan aku di Roma? Tak sampai menyeberang perbatasan tapi kami tidak pernah berinisiatif untuk bertemu di liburan-liburan musim dingin yang seharusnya.

Feliciano turun dan—oh, ini si Francisco! Sepupu jauh Feli bersaudara dan Fiorenzo yang kudengar juga tinggal di Roma.

"Hai, Monique," katanya menjabat tanganku. "Francisco."

"Aku pernah mendengarmu dari Fio," aku membalasnya dan mengangguk sambil tersenyum.

Feliciano membukakan bagasi belakang untuk ransel besarku. Juga ada ransel kecil model feminin yang kutenteng, Feli menawarkan untuk menaruhkannya di ujung atas, tetapi kutolak. "Barang penting," tukasku, dan Feli mengacungkan jempolnya.

Francisco masuk dan aku bermaksud mengikutinya tapi tiba-tiba Feliciano menahanku, "Aaah, tunggu, tunggu, Mon! Seorang lady harus duduk di tempat istimewa~"

Pintu di kanan depan, di samping Fio yang sedang memandangku sambil bersenandung, dibukakan lebar-lebar oleh Feli dan dia bertingkah seperti pelayan berjas panjang di hotel bintang lima dengan gestur tangan sedemikian rupa—padahal jaket tebal berbulu dan bertudung itu membuatnya menjadi lucu.

"Apakah bangku depan seistimewa itu?" Aku sudah menaruh satu kaki di kabin belakang.

"Tentu saja! Daripada berdesakan di belakang, kenapa tidak di situ saja, tempat istimewa sama seperti Tuan Besar kita?"

"Ada yang lain, kah?"

"Lovino ikut!" seru Feli lalu tersenyum lebar. "Dia ternyata bisa meluangkan waktunya! Dia akan kita jemput setelah ini di apartemennya di Roma."

Aku berpikir sebentar, akhirnya mengalah. Feli menutupkan pintu dengan hati-hati, masih bertingkah seperti gentleman. Fio sempat tersenyum padaku saat kami berpandangan sekilas. Mobil langsung dipacu begitu bunyi kuncian pintu Feliciano terdengar.

"Semoga kita bisa menemukan rossegiare delle Alpi hari ini," Fiorenzo menurunkan volume lagu. Lagu ini berbahasa Inggris, tetapi aku tidak mengenal penyanyi ataupun lagunya. Namun cukup enak di telinga. Aku menikmatinya.

Aku tertegun sebentar. "Rosse ... apa?"

"Alpenglow," tambah Fiorenzo lalu melirik sambil tersenyum padaku. "Cahaya kemerahan seperti mawar di senja hari—atau pagi-pagi—di sekitar pegunungan. Apalagi pegunungan bersalju."

Anak ruangan mana tahu daerah pegunungan, aku mengulum senyum masam. Walaupun pernah mengunjungi kota-kota di luar Roma bahkan pantai di Afrika, aku tidak pernah menemukan gunung sebagai destinasi utama di hidupku.

Sekarang, aku tidak percaya pada perjalananku sendiri.



masihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang