14. Pertanyaan

8.3K 747 44
                                    

ALANA menghembuskan nafas kesal, kelewat keras sebenanya, sehingga Bu Rila yang sedari tadi duduk tak jauh darinya mendelik, mengangkat sebelah alisnya heran.

"Kamu dongkol saya suruh-suruh?" Tanya Mak Lampir itu sewot, Alana buru-buru menggeleng.

"Engga kok Buk... Engga.." ujarnya gelagapan, dia mengambil kuas kecil yang tergeletak di atas meja, mencelupkannya ke dalam nail polish bewarna biru, lalu mulai melukis kuku Rila.

Rila berdeham kembali menyandarkan badannya ke sandaran sofa, membiarkan Alana berkutat dengan pekerjaannya, tangannya menggapai potongan Apel di atas piring.

"Kamu udah pernah pacaran belum, Lana?"

Eh?

Alana menoleh dan menatap Rila heran, satu alis terangkat. Melihat eskpresi Alana, Rila kembali mendelik dan memukul pelan kepala gadis itu dengan majalah fashion di tangannya.

"Aduh, Buk..." Alana mengelus kepalanya lalu menatap Rila sambil mendelik sewot. "Abis Ibuk nanya aneh-aneh gitu. Tiba-tiba aja!"

"Ya ... saya kan cuman pengen tau, Alan ga pernah cerita kamu tau, susah punya anak-anak cowok yang lebih senang ngomong sama temannya. Mending punya anak permpuan kayak kamu, biar ngeselin dan ndeso, tapi bisa di ajak ngomong."

Heleh, ujung-ujungnya gue di kata-katiain juga. Alana membatin, dia meniupi kuku Rila dengan hati-hati.

"Dulu, waktu ketemu Papa Alan pertama kali, kamu tau apa yang saya pikirkan?"

Alana memandang Rila seketika, wanita itu menerawang menatap ke arah langit-langit dengan hampa, ada cinta, kagum, luka dan kekecewaan yang menari-nari di maniknya. Hal yang mengingatkan Alana pada Alan. Cowok itu juga punya manik yang sama dengan ibunya.

"He's the most handsome and kind ... and gentle, and sweet guy I've ever met. I fell in love with him at the first sight."

Alana tergugu, wajah Alan menari-nari di liang pandangnya, Alana buru-buru menggeleng, mengusir bayangan itu.

Terdengar helaan nafas panjang dari Rila, mata wanita itu kini terpejam. Lelah membayang dalam romannya, ada luka yang mengintip. Wanita itu masih begitu cantik, begitu mempesona ... dan di balik sifatnya yang menjengkelkan dan suka atur sini, atur sana, Rila adalah ibu yang baik bagi anak-anaknya, terkadang dia bersikap begitu lembut pada Alana, dia bahkan membelikan Alana baju dan beberapa kali, membelikan gadis itu alat-alat kosmetik yang walaupun tidak Alana pakai, itu semua membuktikan bahwa Rila peduli padanya.

"Menurut kamu... apa Alan mau memaafkan Ayahnya?"

Untuk pertanyaan itu, Alana terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Karena itu dia hanya mengulas senyum tipis ke arah Rila dan kembali meneruskan pekerjaannya.

"Gue ga punya Ayah lagi, lo tau ... dia udah lama mati. Mati bersama semua janji busuk yang dia ucapkan!"

"Stop! Gue ga mau dengar apapun tentang dia. Dia bukan Ayah gue. Lo harus coba untuk ga ikut campur sama urusan orang lain!"

"Danar udah mati. Dia bukan bokap gue, dia udah mati."

***

Ruangan persegi empat itu di dominasi warna dongker, merah dan cream. Gambar planet dan tata surya--segala sesuatu tentang outerspace, starship, lalu beberapa rangkaian robot di susun acak dekat lemari buku yang di pasang merekat ke dinding. Kamar Alan adalah sebuah keajaiban dunia. Masih sama dengan terakhir Alana menginjakkan kakinya di sana. Dalam keadaan dan untuk alasan yang sama.

TBS [1] Alan & AlanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang