16.Rahasia Diam

6.8K 683 39
                                    

Berikan tanganmu, jabat jemariku..
Yang kau tinggalkan hanya harum tubuhmu..
Rahasia-Payung Teduh.

Pernah terbaca oleh dirinya, di salah satu buku milik Agil, somewhere out of nowhere, tidak tahu kapan tepatnya. Namun, kata-kata singkat sarat akan makna itu masih diingatnya sampai sekarang.Terpatri di otak kecilnya, enggan enyah begitu saja.

'Perlakukan seseorang sebagaimana engkau ingin diperlakukan.'

Kalimat itu sederhana saja, namun Alan terpekur lama menatap huruf demi huruf, kata demi kata, mengecap kalimat itu di lidahnya, lalu tertohok dengan keras. Sudahkah dia memperlakukan Alana sebagaimana dia ingin di perlakukan oleh cewek itu? Alan tidak pernah menyangka, hal ini akan mengambil ruang berarti dalam otaknya, untuk di fikirkam dengan lamat-lamat, menimbang dengan kekhusyukkan, membuatnya semakin tertohok dalam keputus asaan, penyesalan.

Suatu saat, lo bakalan menyesali perbuatan lo, dek. Percaya sama Abang!

Iya gue menyesal...

Kenapa lo sensi banget sama Alana, apa jangan-janga karena nama kalian ada chemistry-nya gitu? Atau hal lain?

Lo jatuh cinta?

Alan membuang pandangan saat sosok Alana tertangkap oleh matanya. Dia tengah duduk di sofa panjang dekat jendela lebar di dalam rumah kaca milik ibunya. Bangunan berbentuk gazebo yang terdiri oleh kaca ini di penuhi oleh tanaman kesukaan Rila, ada berbagai tanaman anggrek, mawar dan beberapa tanaman berbunga unik lainnya. Alan duduk di dekat pohon beri berdaun rindang, di temani oleh segelas susu coklat dan beberapa snack kecil, dia melihat dengan jelas saat Alana memasuki pekarangan rumahnya. Tersenyum lebar.

Rona di pipi Alana, senyum kasmaran miliknya, menambah nyeri di ulu hati Alan. Rasa patah hati, kayak gini yah? Duh, Ntung, lo baik-baik aja 'kan? Tangan Alan refleks naik meraba dadanya. Mengernyit heran merasakan perasaan tak wajar yang beberapa hari ini menggelayuti dadanya.

Brak!

Suara keras dari pintu masuk membuat Alan mengalihkan pandangannya, dilihatnya cowok jakung, kerempeng, dan awut-awutan, muncul dari pintu yang berdebum menutup di belakangnya. Cowok itu menggeram keras, menarik rambutnya dengan kasar, lalu dia menangis. Ada air mata yang Alan lihat turun membasahi pipi tirusnya. Cowok itu belum menyadari keberadaan Alan yang kini memperhatikan setiap gerak-geriknya dalam diam.

"Sialan!" Ujar cowok itu lagi, dia bergerak hendak menendang salah satu pot kesayang ibunya namun berhenti, tampak berfikir sebentar sebelum menendang pot yang lain, yang sudah hampir pecah. Melihat kekonyolan itu Alan mengangkat sudut bibirnya sedikit.

Kemudian, dia terduduk, menumpu wajahnya dengan kedua tangan, meredam tangisan. Untuk beberapa menit yang terasa mencekam itu, Alan akhirnya melihat sisi lain dari abangnya. Untuk pertama kalinya, dia melihat Dino bersikap manusiawi, apapun hal yang membuat Dino tampak begitu tersiksa saat ini dalam diam, Alan menitip doa, semoga semuanya cepat berakhir.

Semoga semuanya terselesaikan, dan Dino bisa tersenyum lagi.

Lima belas menit setelah kepergian Dino, setelah melalui isak pilu teredam milik abangnya, Alan masih bergeming di sana, susu di gelasnya sudah hampir habis. Pintu kaca itu pun kembali terbuka, sosok lain muncul. Alan tanpa sadar menahan nafas.

TBS [1] Alan & AlanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang