9. Sebuah Pengakuan

4.2K 416 13
                                    

JADI, saat sirine yang berpusat di hati Alan itu berdentang dengan nyaring—menyadarkan Alan akan hal yang selama ini ia coba tutupi—Alan hanya bisa terpaku, menatap punggung Alana dengan hati berkecamuk. Rasa mulas di perutnya semakin menjadi-jadi, kali ini di ikuti mual tak tertahankan. Ah, payah!

"Tunggu bentar dah, udah mau mateng kok..." ujar Alana, menyicipi ras sup yang di buatnya. Sementara Alan duduk gelisah di tempatnya.

"Nah! Udah mateeeeng!" Alana bersorak heboh, mengambil mangkuk dan menuangkannya untuk Alan. Lalu dia duduk di depan cowok itu memperhatikan gerak-gerik Alan.

Alan menelan ludah kering, dia melirik Alana dengan ujung matanya. Ingin rasanya, membentak gadis itu menyuruhnya untuk pergi, seperti yang ia lakukan biasanya. Namun, dia tidak bisa. Dia tidak dalam kedaan fit untuk bertarung dengan Alana malam ini.

"Ayo dong makan... gue udah capek-capek bikinnya tau..." keluh Alana, sedikit menggelikan sebenarnya. Dia hanya ingin Alan makan, dan memuji masakannya.

Alan mengangguk, tak di sadarinya, dia mendengus kecil. Alana terdengar manis juga kalau merengek seperti itu Pikirnya, setan di kepalanya terkikik geli. Memikirkan Alana, musuh bebuyutannya, partner adu jotosnya setiap hari, memasakkannya sup dan mengkhawatirkan keadaanya, sungguh seperti mimpi liar yang tak pernah singgah di benak Alan.

"Gimana?" Tanya Alana sumringah saat Alan mencoba suapan pertamanya.

Alan mengunyah dengan pelan, sup sederhana buatan Alana terasa begitu nikmat. Tapi, seperti yang ia lakukan biasanya, Alan selalu mengucapkan hal yang bertolak belakang dengan hatinya.

"Rasa sup." Jawabnya datar.

"Anj lah!"

Binar di mata Alana meredup, di gantikan tatapan gemas dan kesal bukan main pada Alan. Di pukulnya tangan cowok itu pelan, lalu menggerutu, membuat Alan diam-dam mengulum senyum jenaka.

"Lah, kan gue ga salah?" Elaknya lalu mengelus kepala yang baru saja di getok Alana dengan sendok. "Sakit oi, bo'!

Alana mendelik kesal! "Stop manggil gue kebo!" Ucapnya hendak mencubit lengan Alan, namun cowok itu menghindar.

"Cowo macam apa sih yang ngata-ngatain cewek? Lagian, lo ga liat gue udah selangsing ini?"

Alan membekap mulutnya, tertawa cekikikan. "Langsing? Muahaha... lupa ya kalau dulu itu lo gendut banget, sampai-sampai kalau gue lagi jalan sama lo, gue di bilang lagi bawa yo-yo raksasa!" Ujar Alan memancing kemarahan Alana.

"Alan rese ya lo!" Alana bergerak hendak memukul kepala Alan, cowok itu menghindar.

"Eh ga usah pakai kekerasan. Play safe dong Lan.. jangan nafsuan begitu!" Goda cowok itu lagi Alana semakin di buat kesal.

Tiba-tiba ia teringat sesuatu untuk membalas ejekan Alan, sesuatu yang begitu memalukan, yang baru saja terjadi beberapa waktu yang lalu.

"Hmmm... Al.. apa ya kata fans-fans lo di sekolah, kalau mereka tau, kentut cowok idaman mereka bau banget, bau terasi?" Ujar Alana sambil menutup hidungnya, mengernyit menahan bau.

Alan sontak terdiam, tampangnya langsung bete. Sialan lah! Kali ini Alana berhasil membungkamnya dengan kartu spesial itu. Sial, sial, sial. Tahu kalau Alan bungkam karena ucapannya, Alana pun bertepuk tangan gembira, tertawa sambil memukul-mukul meja. Sementara Alan hanya bisa lempeng unyu di sebelahnya. Dengan wajah masam namun hati yang tergelitik untuk ikut tertawa dengan Alana.

Sepanjang sisa malam itu, Alana menemaninya hingga Alan tak lagi merasakan mulas di perutnya. Cowok itu tertidur di sofa ruang tamu sementara Alana mengambilkan selimut untuknya.

TBS [1] Alan & AlanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang