6. Helm Pink

4K 432 8
                                    

"Kita ngapain sih di sini!?"

Alana berusaha untuk bangkit dari tempatnya, namun Alan mencegah, kedua tangan cowok itu merangkum pinggangnya dan menariknya untuk kembali duduk.

"Ssst, sini aja, gue ga mau makan bareng si Mak Lampir." Ucap Alan, tanpa sadar akan ekspresi memerah Alana, tangan cowok itu masih setia di pinggang Alana.

Alana bergerak-gerak gelisah,"Mak Lampir?" tanyanya tak mengerti, sementara tangannya berusaha melepaskan belitan jari-jari Alan, tak di hiraukan cowok itu.

Terdengar dengusan Alan, "si Lovi."

Kali ini Alana yang mendengus.

"Kenapa ekspresi lo begitu amat?" Tanya Alan sewot.

"Ngga, perasaan gue masih ingat deh dua dungu yang pacaran di kantin sekolah. Mesra banget kayak dunia ini milik berdua dan yang lain cuman ngontrak." Ucap Alana sarkastik, membuat Alan mengernyit heran.

"Maksud lo, gue?"

"Tau deh!" Alana mencoba bangkit lagi, namun Alan masih saja membelit pinggangnya. "Apaan sih, Al! Lepas deh!" Ucapnya mulai kesal.

Alan melunak, dia menatap Alana penuh permohonan, "plis, temenin gue di sini." pintanya dengan bibir bawah terkulum menampakkan lesung pipi manisnya, Alana luluh. Menghembuskan nafas kasar, dia kembali melorot kelantai, duduk di samping Alan yang kini meluruskan kedua kakinya kedepan. Mereka tengah bersembunyi di balkon gedung belakang rumah Alan yang seluas GBK itu, menghindar dari Lovi—mantan Alan—yang datang tanpa di undang, mengusik ketenangan waktu makan malam.

Keheningan aneh meliputi mereka berdua, Alana menekuk kedua kakinya dan memeluk erat. Matanya menatap lilin-lilin kecil yang sengaja Alan hidupkan untuk penerangan minim. Langit kelam tak berbintang saat itu, angin berhembus sepoi-sepoi, membuat Alana yang hanya memakai kaus kebesaran tanpa lengan sedikit menggigil.

"Ehem." Alan berdehem, mencoba menarik perhatian Alana yang lebih tertarik memperhatikan lilin-lilin kecil itu ketimbang Alan di sebelahnya.

Melihat Alana yang menggosok kedua tangannya kedinginan, Alan pun bangkit dari duduknya, meninggalkan Alana yang kebingungan. Saat kembali, cowok itu membawa sesuatu bersamanya. Selimut tebal bewarna coklat, yang menjanjikan kehangatan berada dipelukkan Alan. Alana menatap Alan tak mengerti, namun saat cowok itu menggelar selimut tebal dan membalut tubuh mungilnya dengan itu, Alana tidak bisa menahan kedua pipinya untuk tidak bersemu.

"Lo kedinginan." ujar Alan datar, kedua tangannya membelitkan selimut tebal itu sampai menutupi leher Alana.

"Oh," Alana bergerak tak nyaman. "Makasi." cicitnya.

Alan tak menjawab namun kembali duduk di sebelah Alana. Bersama-sama menatap lilin yang mulai mencair. Untuk pertama kali, selama tujuh belas tahun kehidupan mereka, selama tujuh belas tahun satu rumah dan mengenal satu sama lain, Alana tau Alan tidak seburuk itu.

Satu-persatu kebaikan Alan muncul lalu pecah bak gelembung di benaknya. Tidak sekali-dua kali Alan menampakkan kebaikannya, baik kepada Alana ataupun orang di sekitarnya. Namun, karena dia sering berlagak sombong dan memperlakukan orang lain semena-mena, kebaikannya langsung tertimbun, tertutupi, seolah kemauan cowok itu sendiri.

"Lo tau? Lovi pernah bawa-bawa lo ke pertengkaran kami beberapa waktu lalu." ucapan Alan menyentak lamunan Alana, dia memutar kepalanya dan menemukan Alan tengah melihat ke arahnya.

"K-kenapa, gue?"

Terdiam sebentar, Alan menghela nafas. Seolah dia juga tidak mempercayai apa yang akan di katakannya.

"Dia bilang... kalau gue terlalu peduli sama lo, sehingga gue sendiri ga sadar. Dia bilang gue naif, gue ga ngerti." Alan menatap kedua bola mata Alana.

"Sampai belakangan ini,"

"A-apa?"

"Gue rasa Lovi benar."

Keheningan malam itu membawa perubahan yang nyata terhadap Alan dan Alana.

***

BERKALI-kali Alana memukul kepalanya, memerintah benaknya untuk tidak memikirkan hal yang tidak-tidak, namun bayangan dua bola mata Alan dan lesung pipinya yang timbul mempesona, selalu terulang bak kaset rusak.

"Aaggh." Alana mengacak rambutnya, sejujurnya dia tidak mengerti apa maksud Alan. Namun kalau boleh dia menerka, menghubungkan perkataan Alan dengan hal-hal yang terjadi beberapa tahun lalu, Alana agaknya mengerti.

Betapa gadis berwajah cantik bak turunan Cleopatra itu membencinya. Kemarahannya pada Alana di hari terakhir mereka bertemu-bahkan Alana tak tau apa keselahannya hari itu-hanya menerima satu tamparan panas yang dia balas tak kalah panasnya. Alana mengerti, tapi apa mungkin?

Saat malam semakin larut Alana mencoba mengetes kata-kata itu di bibirnya dan merasa ada sesuatu yang bergelenyar merambat ke inci tubuhnya.

***

"Pagi?"

Alana berbalik dan menemukan senyuman hangat selamat pagi dari—cowok yang beberapa waktu lalu dijulukinya tengil—Nathan. Senyum bersahabat nya mau tak mau membuat kedua ujung bibirku tertarik membentuk lengkungan.

"Pagi." Balasnya, membuat senyuman Nathan semakin lebar.

"Ga lupa dengan janji kita 'kan?" Tanyanya dengan bahasa Indonesia yang begitu aneh di telinga Alana.

Cewek itu terkekeh kecil, lalu mengeleng. "Berangkat sekarang?" tanyanya.

Nathan mengangguk, memberikan helm bewarna pink dengan bunga-bunga coral bewarna kuning dan hijau ke arah Alana, ada namanya tertulis disana, Alana, dengan sticker bewarna hitam.

"Ini?" Alana menatap Nathan dengan satu alis terangkat.

"Apa?" Tanya Nathan mengulum senyum.

"Kenapa ada nama gue?"

"Oh," senyumnya makin lebar. "Siapa tau, lain kali kamu mau pergi sekolah dan pulang dengan saya lagi." Katanya kalem.

Alana mendengus, "jangan bilang lo modusin gue!" ujarnya bercanda.

Alis Nathan berkerut tak mengerti. "Modusin?"

Melihat ekspresi bodohnya, Alana pun tertawa keras. Dia mengikat rambut panjangnya lalu memakai helm itu, dengan gerakan canggung, dia naik di boncengan Nathan, tidak memperdulikan wajah penasaran Nathan yang mencuri-curi pandang ke arahnya.

"Udah ah, buruan berangkat!" perintah Alana, lalu menepuk pundak cowok itu dua kali. "Achanta High School ya, bang!" ujarnya, Nathan tertawa, lalu mulai menginjak pedal gasnya, melesat meninggalkan kediaman Alan, yang pemiliknya bahkan belum bangun.

***

Siang, Lovelies :)


*smooches*

TBS [1] Alan & AlanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang