7. The Pity is on Me

4.5K 432 5
                                    


ALANA memutar bola matanya malas saat teriakan high pitched terdengar, memenuhi seantero rumah. Nyonya besarnya telah pulang dan hari ini adalah Sabtu sore. Waktunya untuk shopping. Waktu untuk membabu tentunya.

"Iya Buuuuuuu!"

Dengan cekatan, Alana bangkit dari tempat tidurnya dan melempar asal Novel karya John Green yang baru dipinjamnya dari Roro.

Rila tengah duduk di sofa ruang tamu saat Alana keluar mencarinya. Wanita pertengahan 40 tahun itu tengah dipijiti oleh si ganteng Divo, sementara Alan duduk dengan malas, tak jauh darinya. Menukar-nukar channel televisi dengan malas, tanpa minat.

"Kenapa belum ganti baju, kamu ingat 'kan sekarang hari apa?" Rila berucap sementara matanya merem-melek menikmati pijatan Putra tertuanya.

"Saya pakai baju ini aja deh Bu," ucap Alana menatap skinny jeans-nya yang robek di lutut dan kaus kuning bergamber bebek karet.

Rila mengmati penampilannya dari atas sampai bawah lalu mengendik acuh.

"Setidaknya, bersihin belekan kamu dulu!" ketusnya.

Crap. Alana mengerang malu, mengusap ujung matanya. Divo yang sedari tadi terfokus pada Ibunya, kini menatap Alana dan terkekeh kecil. Alana, keki. Dia mengalihkan pandangannya kearah lain, dan matanya bersitubruk dengan Alan.

Cowok itu menatapnya datar, sementara tangannya masih memencet-mencet tombol remote control TV. Dia tampak tampan, sama seperti biasanya. Wajah culas itu tampak tidak bersemangat, rambutnya acak-acakan, sepertinya baru bangun tidur, dan dia memakai kaus strip bewarna merah dongker dan celana khaky. Casual, cute, craarrrrr.

"Kak, anterin Mama belanja dong," Rila berujar sedikit manja, menatap Divo yang tersenyum menyesal.

"Divo harus ngirim persentasi terakhir sore ini Mam, maaf ya, tapi kayaknya Alan bisa deh!"

Rila menatap Putra bungsunya yang balik menatapnya datar. Divo mengedip kearahnya yang dihadiahi Alan dengan kerutan pada alis. Apaan?

"Dek, anterin ya?" Sang Ibunda desperate.

"Si Kebo 'kan ada Mam!" ujar Alan malas merubah posisinya agar lebih nyaman menyandar ke sofa.

Alana menggertakkan giginya kesal. Kebo? huh, dasar Kecoa! Setelah kejadian malam itu, Alana memang belum bicara apapun lagi dengan Alan. Dan cowok itu sepertinya juga menghindarinya.

"Ayolah..." Rila merengek. Alanpun mendesah pasrah, tanpa sepatah kata, dia bangkit dari duduknya dan menyembar jacketnya yang tersampir dipunggung sofa.

"Eh, eh.. Kemana?" tanya sang Ibu, saat putra bengalnya itu beranjak dari tempat duduknya.

"Katanya mau dianterin, gimana sih Mam?" Alan sangsi.

Rila dan Divo agaknya terkejut. Tidak menyangka Alan mau mengantar Ibunya, tidak pernah sekalipun tercatat dalam sejarah, jadi dia bertanya sekali lagi untuk memastikan.

"Eh, bener?"

"Ya udah, ga usah aja!"

Ngambek.

Rila langsung bangkit dari tempat duduknya, memberi kode kepada Alana agar mengikuti dan langsung menggandeng Alan yang hanya memasang tampang datar. Alana memutar bola matanya malas.

"Aku pergi dulu ya Kak," ujar Alana tersenyum manis ke arah Divo yang terkekeh geli melihat kelakuan Ibunya.

Dia masih terkekeh, "Iya ati-ati ya."

TBS [1] Alan & AlanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang