10. Ngedate yuk?

4.2K 405 14
                                    


ALAN menyentak tasnya ke bahu lalu melenggang melewati Peter yang menatapnya dengan heran, satu alis terangkat dan kening berkerut tak mengerti. Dengan gerakan cepat di kemasnya buku yang berserakan di atas meja, lalu menyusul Alan, berlari kecil.

"Al, kemana?" Tanya Peter saat dia sampai di samping Alan, di sentuhnya pundak cowok itu Alan pun tersadar dan menatap Peter dengan pandangan lost focus pipinya sedikit memerah. Peter semakin terheran.

"Kenapa wajah lo merah gitu? Sakit bro?" Tanya Peter, Alan sudah kembali melangkah. Mendengar tuturan sahabat baiknya itu, Alan buru-buru mengusap dan menyembunyikan wajahnya.

"Apa? Biasa aja!" Ujar alan sewot, sekarang telinganya pun ikut memerah.

Peter baru saja hendak menyangkal ucapan Alan saat suara teriakan terdengar dari arah belakang mereka. Tanu berlari sambil tangannya mengacung-acungkan ponsel, wajahnya sumringah seperti orang yang baru saja mendapat lotere Milyaran rupiah. Di belakangnya, Dana berjalan dengan sempoyongan, tangan menggaruk kepala dan bibir yang berulang kali menguap lebar.

"Gue dapat voucher!" Ujarnya dengan semangat mengalahkan kokok ayam di pagi hari.

Tanu memperlihatkan layar ponselnya yang menampilkan sebuah tulisan besar dengan huruf kapital, di sana di tuliskan bahwa Tanu mendapat diskon untuk makan sepuasnya di Cafe, dengan siapa saja.

"Wah durian runtuh nih!" Peter menggosok-gosokkan tangannya, senyum lebar tersalip di bibir. "Dimana dulu dong?" Tanyanya pada Tanu yang masih cengengesan.

"Di Cafe lo!"

Hening sejenak. Senyum lebar di wajah Peter langsung menghilang di gantikan tampang bete, dia menatap Tanu tak habis pikir, dengan satu gerakan, lengan Peter sudah membelit di leher Tanu, sambil berjalan, dia memiting leher sahabatnya itu, menghasilkan teriakan-teriakan kesakitan dari Tanu.

"Emak lo yang ngasih juga!" Terdengar belaan dari Tanu, tangannya mencoba melepaskan belitan pada leher. "Ter, lepasin gue oi!"

"Ter?"

Peter semakin menjadi-jadi, tak suka dengan penggalan nama yang Tanu berikan padanya. Belitan tangannya semakin menguat sementara mereka tetap melangkah menyusuri koridor lantai tiga. Wajah memerah dan ekspresi aneh Alan tadi terlupakan begitu saja. Dia mendesah lega, tidak perlu menjawab serentetan pertanyaan dari Peter lagi.

Dengan tangan tersalip di saku celana Alan menyusul langkah Peter dan Tanu, di sampingnya Dana berjalan diam, mata cowok itu sedikit memejam, tampangnya seperti orang tidak tidur satu minggu. Alan pikir, tidak ada yang menyadari keanehannya selain Peter, namun apa yang di ucapkan si Sleeping Hensem di sampingnya, dengan mata setengah tertutup dan bibir menguap membuat langkahnya otomatis terhenti, ludah tertahan di tenggorokan.

"Lagi jatuh cinta ya?"

***

"Agil kemana? Kok ga keliatan dari tadi?" Tanya Alan, sebisa mungkin menghindari tatapan Dana, cowok itu berkali-kali membuang wajah saat pandangannya bersitubruk dengan Dana. Membuat Dana terheran, tak mengerti.

"Dia pulang, katanya Mamanya sakit." Jawab Tanu, tangannya mencomot kue di piring, sebelahnya lagi mengetikkan sesuatu pada ponsel.

Setelah itu diam, mereka tau segala sesuatu yang berhubungan dengan Agil selalu menjadi misteri. Diantara mereka berlima Agil memang lebih tertutup, cowok itu bahkan tidak tinggal dengan orang tuanya lagi, setelah kedua orang tuanya bercerai, Agil memutuskan untuk keluar dari rumahnya dan menolak menerima uang dari ayah atau ibunya. Dia bahkan lebih memilih untuk bekerja paruh waktu dari pada berhubungan dengan kedua orang tuanya.

TBS [1] Alan & AlanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang