Chapter 18

2.8K 204 0
                                    

ALI

Lihatlah wajahnya yang biasa bersinar kini terlihat begitu pucat. Tubuhnya mengurus padahal ia baru saja melahirkan dan ciri khas ibu setelah melahirkan bukankah terlihat lebih berisi? Tapi tidak begitu yang terjadi.

Kutarik tirai penutup ruangan ini. kubiarkan sinar matahari pagi menyengat tubuhku.

Kupejamkan mata sejenak mencari ketenangan dari kegundahan hati ini.

"Safira syarief" begitu cantik nama yang disematkan istriku pada putri kecil kami.

Dengan sendirinya senyumku terukir ketika mengingat rona bahagia wajah istriku saat aku selesai mengumandangkan adzan pada putriku.

"Kita tunggu saja hasil lab pak ali, agar lebih jelas" ingatanku kembali terbang pada percakapanku dengan dokter risna.

Sudah dipastikan ily tidak dalam keadaan baik baik saja. Dan itu sedikit membuat fikiranku terusik.

Suara celotehan ily menyadarkanku dari lamunan.

Kembali aku menebar senyum melihat istriku dengan wajah berbinar sedang berbincang kecil dengan putri kecil kami.

Kulangkahkan kakiku mendekat kearah mereka.

"Selamat pagi safiranya abi " kuelus pipi gembulnya dengan jari telunjukku.

"Selamat pagi uminya safira" kucium pipi istriku.

Kuangkat putri kecilku itu dari box bayi dan membawanya kedalam gendonganku. Dia menggeliat kecil, membuatku tersenyum.

"Umi mau gendong?"tanyaku pada istriku yang sedang berusaha bangkit dari tempat ia berbaring.

Aku memindahkan putri kecilku kegendongan ily. Rasanya masih belum bisa dipercaya yang dihadapanku saat ini benar benar putriku, darah dagingku.

Sudut bibir ily melengkung membentuk sebuah senyuman. Aku menautkan kedua alisku. Kuikuti arah pandang ily mencari sebab ia tersenyum.

"Duh anak umi pinter banget sih, seneng ya liat abi sama umi nya akur"

Aku ikut tersenyum melihat putri kecilku tersenyum dengan mata yang masih terpejam .

Kucium pipi gembulnya, dan kulanjutkan ke pipi uminya.

"Aa abi modus ya nak ya" dengan gaya bicara pada putriku yang menurutku sangat lah menggemaskan.

Aku terkekeh, "sekarang perhatiannya udah dibagi bagi ya nak. Abinya jadi diduain"

Ily mengelus pipiku,memberi sebuah senyuman.

"Bapak harus bersabar,setiap masalah pasti ada solusinya.begitu juga dengan sakit yang diderita ibu ily"

"Setiap manusia dilahirkan dengan sel kanker didalam tubuhnya, yang membedakan adalah perkembangannya di dalam tubuh. Dan sekarang ditubuh ibu ily, sel kanker itu tumbuh secara cepat. Hasil diagnosa dari tim dokter, kanker itu tumbuh di sekitar mulut rahim"

Sungguh ini bukanlah kabar yang ingin kudengar, buliran bening mengalir begitu saja tanpa kuminta.

"Bagaimana bisa dok?! Lihatlah bahkan ily sudah terlihat lebih baik. Luka jahitannya pun mulai mengering. Dokter pasti salah baca hasil lab dok. Gak mungkin istri saya, istri saya baik baik saja "

Emosiku benar benar sedang tidak stabil, suaraku mulai meninggi. Aku tidak bisa menerima kenyataan ini.

Jika saja ily tak mempertahankan safira mungkin aku tak akan terancam kehilangannya.

"Tenangkan diri bapak, kami akan berusaha memberikan penangan yang terbaik untuk ibu ily"

Aku juga tidak bisa menyalahkan dokter risna atas keadaan istriku saat ini. entahlah siapa yang harusku salahkan, mungkin saja takdir.

EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang